Daftar isi
Para pakar mengatakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Selama masa pertumbuhan dan perkembangannya, anak-anak banyak menghabiskan waktunya dengan bermain.
Oleh sebab itu, bermain menjadi aspek yang krusial dalam membangun pengetahuan anak melalui aktivitas sehari-hari.
Secara bahasa, bermain diartikan sebagai suatu aktivitas langsung seorang anak dalam berinteraksi dengan orang lain, benda-benda di sekitarnya, dilakukan dengan senang, atas inisiatif sendiri, menggunakan imajinasi, menggunakan panca indera, dan seluruh anggota tubuhnya.
Menurut Brooks, J.B. dan D.M. Elliot, bermain merupakan setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban.
Menurut Piaget, bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan memberi efek kesenangan bagi individu. Menurutnya kegiatan bermain sangat membantu anak mengenali dirinya, lingkungannya, dan bagaimana cara bersosialisasi dengan lingkungannya.
Ada beberapa teori bermain yang membahas tentang mengapa manusia bermain. Teori bermain modern yang muncul setelah Perang Dunia I yang memberikan tekanan pada konsekuensi bermain bagi anak. Ada tiga teori yang masuk kategori ini, yaitu :
Teori ini dikembangkan Sigmund Freud dan Erik Erikson. Bermain sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya untuk mengembangkan rasa harga diri anak ketika anak dapat menguasai tubuhnya, benda-benda, serta sejumlah keterampilan sosial.
Teori ini dikembangkan Jean Piaget untuk menguji kegiatan bermain dalam kaitannya dengan perkembangan intelektual. Piaget juga membagi empat jenis proses tumbuh kembang kognitif, yaitu asimilasi, akomodasi, konservasi, dan reversibility.
Teori ini dikembangkan Vygotsky yang menekankan pada pemusatan hubungan sosial sebagai hal penting dalam memengaruhi perkembangan kognitif.
Bertujuan untuk melibatkan fungsi panca indera dan hubungan fisik dengan lingkungan.
Terdapat 4 tahap Perkembangan Bermain Sensorimotor :
Fungsi dari pengalaman bermain peran tergantung pada beberapa hal berikut ini:
Ada banyak kemampuan yang dibangun melalui bermain peran di antaranya adalah memperbanyak kosakata, menurunkan agresi, melatih kerja sama, dan dapat lebih berinovasi.
Perkembangan awal bermain peran terdiri dari 9 tahap berikut:
Bermain bangunan ialah jenis bermain yang mempresentasikan ide anak melalui media. Ada dua jenis media, yakni media yang bersifat cair dan media yang terstruktur.
Media yang bersifat cair adalah media yang penggunaannya dan bentuknya ditentukan oleh anak, seperti;cat, krayon, spidol, play dough, pasir, air.
Media terstruktur mempunyai bentuk yang telah ditetapkan sebelumnya dan mengarahkan bagaimana anak meletakkan bahan-bahan tersebut bersama menjadi sebuah karya. Contohnya: balok unit, lego, balok berongga, bristle block.
Untuk bermain bangunan yang bermutu tinggi diperlukan :
Bermain balok memberikan kesempatan untuk anak mengembangkan:
Anak berkesempatan melakukan kegiatan yang melibatkan gerakan-gerakan tubuh yang membuat tubuh anak sehat dan otot-otot tubuh menjadi kuat. Hal ini akan merangsang kecerdasan body kinestic-nya baik dalam bentuk motorik halus maupun kasar.
Anak merasa senang karena ada teman bermainnya. Di tahun-tahun pertama kehidupan, orang tua merupakan teman bermain yang utama bagi anak. Di sini akan terbangun kecerdasan interpersonal dan intrapersonal pada anak.
Anak belajar mengenal akan pengalaman mengenai objek-objek tertentu seperti benda dengan permukaan kasar halus, rasa aman, manis, dan asin. Anak belajar bahasa dan berkomunikasi timbal balik.
Ia pun memperhatikan sesuatu, memusatkan perhatian, sesering mungkin memperhatikan buku-buku bergambar. Di sini akan terbangun kecerdasan linguistik, spasial visual, dan logic mathematic.
Kemampuan dan kepekaan anak untuk mengikuti irama, nada berbagi bunyi, gerak serta menghargai hasil karya yang kreatif. Disini akan terbangun kecerdasan musikal, linguistik, dan body kinestic.
Pengindraan anak perlu diasah agar anak menjadi lebih peka terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungannya. Di sini akan terbangun kecerdasan spatial visual dan interpersonal, sehingga anak menjadi lebih aktif, kritis, dan kreatif.
Bermain dapat digunakan sebagai media terapi karena selama bermain perilaku anak lebih bebas. Untuk melakukan terapi perlu dilaksanakan oleh ahlinya dan tidak dilakukan sembarangan.