Laksamana adalah seorang pemimpin dalam pasukan angkatan laut. Biasanya jabatan ini dipegang oleh seorang laki-laki. Namun bukan berartiwanita tidak boleh memiliki posisi ini. Dia lah Laksamana Mala hayati, seorang laksamana pertama wanita di dunia. Ia lahir di Aceh pada tahun 1550 dengan nama Keumalahayati dan meninggal tahun 1606. Wanita hebat ini masih keturunan dari pendiri kerajaan Aceh Darussalam.
Semangat perjuangannya didapatkan dari ayahnya yaitu Laksamana Mahmud yang juga merupakan seorang laksamana. Tekad untuk menjadi pejuang didukung oleh keluarganya, Keumalahayati pun masuk ke Akademi Militer Mahad Baitul Maqdis. Walaupun ia merupakan seorang wanita, namun ia berhasil membuktikan ketangguhannya dengan menjadi lulusan terbaik.
Tak hanya mendapat ilmu di Akademi militernya, Keumalahayati juga mendapatkan pasangannya yaitu senior yang kemudian menjabat sebagai panglima protokol di kerajaan Aceh Darussalam. Sayangnya, sang suami tercinta harus pergi lebih dulu karena gugur pada saat melawan Portugis di Teluk Haru.
Kesedihan ditinggal sang suami tercinta, tidak membuat Keumalahayati larut dalam kesedihan. Ia justru bangkit bahkan menjadi panglima wanita. Ia dinobatkan sebagai panglima pada 1585 oleh kepala barisan pengawal pasukan dan panglima protokol yaitu Sultan Sayidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
Tak hanya sebagai panglima, ia juga menjabat sebagai pemimpin armada yang bernama Inong Balee. Inong Balee dalam bahasa Aceh memiliki arti perempuan Janda. Disebut demikian karena memang pasukan tersebut terdiri dari para wanita yang ditinggal suaminya karena gugur dalam perang.
Meski pasukan ini semuanya wanita, mereka memiliki 100 kapal dimana setiap kapalnya bisa lah menampung ratusan penumpang. Kapal-kapal tersebut dilengkapi dengan meriam, bahkan kapal terbesarnya memiliki 6 buah meriam. Jumlah pasukan setelah dipimpin oleh Keumalahayati juga meningkat 2 kali lipat yaitu dari seribu menjadi dua ribu pasukan.
Keumalahayati memimpin armada selama 9 tahun. Selama itu Keumalahayati bersama dengan pasukannya berhasil memenangkan peperangan meskipun lawannya adalah kaum laki-laki.
Kehebatan seorang Keumalahayati tak cukup sampai di situ, pada 11 September 1599 pasukan Inong Balee menyerang pasukan Belanda atas perintah Sultan Alauddin. Inong Balee berhasil membuat pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis De Houtman ini kewalahan. Dalam perang ekspedisi pertama Belanda di Indonesia tersebut, Keumalahayati berhasil masuk ke kapal Belanda. Ia pun berperang satu lawan satu dengan Cornelis dan menusuknya hingga tewas.
Tidak menyerah pada kekalahan pertamanya, tahun 1600 Belanda datang kembali ke Selat Malaka. Kali ini pasukan Belanda berada di bawah pimpinan Paulus Van Caerden. Pasukan tersebut menjarah serta menenggelamkan kapal-kapal bermuatan rempah-rempah milik kerajaan Aceh.
Mengetahui hal tersebut, pihak kerajaan Aceh pun murka. Keumalahayi dan pasukannya kembali bertarung dengan Belanda. Peperangan Ini berakhir dengan permintaan Maaf Belanda dan bersedia membayar ganti rugi sebesar 50 gulden kepada kerajaan Aceh.
Kehebatannya tersebut membuatnya terkenal hingga ke penjuru negeri. Ketangguhannya bahkan diakui pemimpin Inggris yaitu ratu Elizabeth dan lebih memilih jalur damai dengannya.
Ketangguhan wanita Aceh ini harus berakhir pada tahun 1606. Ia gugur dalam dalam perangnya melawan pasukan Portugis di selat Malaka. Jasadnya dimakamkan di sebelah bukit di Krueng Raya, Aceh Besar. Atas jasa-jasa Keumalahayati ini kemudian dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional pada 9 November 2017 oleh Presiden Joko Widodo dalam surat Keputusan Presiden RI No. 115/TK/2017.