10 Contoh Bahasa yang Bersifat Arbitrer

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Bahasa dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal paling penting karena berperan sebagai alat komunikasi dan alat interaksi dengan manusia lain. Pada dasarnya Bahasa adalah sebuah sistem, artinya Bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen dengan pola yang tetap dan dapat memiliki beberapa kaidah di dalamnya.

Bahasa bersifat arbitrer artinya mana suka. Hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan itu tidak wajib, bisa berubah sewaktu-waktu, dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang bunyi tersebut dapat mengonsepi makna tertentu.

Mana suka ini juga berarti seenaknya, asal bunyi, tidak ada hubungan logis antara kata-kata sebagai simbol dengan yang disimbolkannya. Pakar linguistik menyatakan bahwa Bahasa “berjalan” sebagai suatu sistem lambang yang bersifat arbitrer. Berikut Contoh Bahasa yang Bersifat Arbitrer.

  1. Penutur Indonesia menamai perabot rumah tangga yang digunakan untuk duduk dengan sebutan [kursi], mengapa tidak [atap]?. Tidak dapat dijelaskan mengapa benda tadi dilambangkan dengan [kursi] bukan [atap] atau kata lainnya.
  2. Penutur Indonesia menamai benda yang digunakan sebagai alas kaki dengan sebutan [sepatu] tetapi menjadi [shoes] dalam Bahasa Inggris.
  3. Dalam Bahasa Jawa, lambang yang dalam Bahasa Indonesia berbunyi [kuda] disebut sebagai [jaran] dan bukannya [kuda]. Di Inggris disebut [horse] di Belanda disebut [paard] dan bukan disebut sebagai [kuda]. Lambang Bahasa berwujud bunyi [kuda] dengan rujukannya yaitu seekor binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, tidak ada hubungannya sama sekali, tidak ada ciri alamiahnya sedikitpun.
  4. Hewan dengan belalai panjang, bertubuh besar, berkaki empat dan bertelinga sangat lebar dalam Bahasa secara mana suka disebut dengan [gajah]. Penamaan tersebut tidak didasarkan alasan apapun. Jika di masa lalu kesepakatannya disebut [jerapah] atau [kucing] pun juga bisa dan akan menjadi baku dalam khazanah berbahasa.
  5. Lambang bunyi [kerbau] biasanya digunakan untuk konsep atau makna sejenis binatang berkaki empat yang memiliki tanduk dan biasa digunakan untuk membajak sawah, ternyata tidak dapat dijelaskan secara kongkrit. Jika hendak menyebutnya sebagai [kebo], [buffalo], atau [banteng] itu sah-sah saja. Hal tersebut dapat dilihat pada banyaknya lambang bunyi yang memiliki padanan kata untuk suatu makna atau konsep yang sama.
  6. Kendaraan darat yang digerakkan oleh tenaga mesin, beroda empat atau lebih (selalu genap), biasanya menggunakan bahan bakar minyak atau menghidupkan mesinnya dalam Bahasa Indonesia disebut [mobil] sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut [car].
  7. Memasukkan makanan pokok ke dalam mulut serta mengunyah dan menelannya dalam Bahasa Indonesia disebut [makan]. Penamaan tersebut tidak didasarkan alasan apapun.
  8. Lambang bunyi [meja] biasanya digunakan untuk konsep atau makna perkakas (perabot) rumah yang mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai penyangga. Tidak ada penjelasan kongkret mengapa makna ini disebut [meja].
  9. Penutur Indonesia menamai bangunan atau Lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran dengan sebutan [sekolah]. Sedangkan bagi penutur selain penutur Bahasa Indonesia akan menamainya dengan sebutan yang berbeda.
  10. Dalam Bahasa Indonesia lambang bunyi [gelas] adalah tempat untuk minum berbentuk tabung terbuat dari kaca dan sebagainya. Dalam Bahasa Inggris dan Bahasa lainnya dinamai dengan nama berbeda dan tidak ada penjelasan kongkret mengapa penyebutan tersebut dapat berbeda.

Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi tersebut.

Pada hakikatnya Bahasa bersifat arbitrer kita akan mengetahui ketiadaan hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dengan kata lain, hubungan antara Bahasa dan wujud bendanya hanya didasarkan pada kesepakatan antara penutur Bahasa di dalam masyarakat yang bersangkutan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn