Sosiologi

3 Contoh Interaksi Sosial Disosiatif yang Mengarah Kepada Perpecahan

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Interaksi sosial yang bersifat disosiatif adalah bentuk interkasi sosial yang mengarah kepada konflik atau perpecahan dalam kelompok masyarakat.

Perbedaan pendapat pasti akan terjadi dalam interaksi sosial. Hal tersebut tentunya di butuhkan nilai dan norma sosial yang dapat membantu permasalahan yang ada.

Hal ini akan mengakibatkan ketegangan dan memicu konflik negatif di tengah masyarakat. Di antaranya, interaksi-interaksi sosial disosiatif yang memicu perpecahan adalah sebagai berikut :

1. Kompetisi

Persaingan atau kompetisi bisanya dipicu oleh kepentingan yang sama antara individu atau kelompok tertentu. Untuk mencapai kepentingan itu, masing-masing pihak akhirnya berkompetisi dengan pesaing-pesaing yang ada.

Meski dapat berpengaruh negatif bahkan memicu konflik, adanya kompetisi juga membawa potensi-potensi positif jika dilakukan secara sehat dan sportif.

Dalam hal ini, tentu diperlukan aturan-aturan tertentu yang mengikat agar tiap pihak bisa berkompetisi dengan baik, tanpa merugikan lawan. Atau, kompetisi yang baik juga dapat terjadi jika masing-masing pihak mau memperhatikan peran nilai dan norma dalam berinterkasi sosial yang dianut masyarakat, demi meminimalisir konflik.

2. Kontravensi

Yaitu, sikap pertentangan yang tersembunyi, dengan tujuan menghindari konflik. Sebagai salah satu bentuk interaksi sosial, peran nilai dan norma sosial dalam sosialisasi dalam hal kontravensi sendiri ditandai dengan adanya pertentangan baik dalam hal memenuhi kebutuhan dan kepentingan.

Dalam hal argumentasi atau pendapat dalam kelompok tertentu. Selain menunjukkan keraguan dan penyangkalan yang tidak diungkapkan secara langsung, kontravensi dapat dijabarkan seperti berikut;

  • Kontravensi Umum, yaitu penolakan dan protes yang mengancam pihak lawan.
  • Kontravensi sederhana, yaitu dengan menyangkal pernyataan orang lain di depan umum.
  • Kontravensi Intensif, yaitu melakukan penghasutan atau menyebar gosip tentang perihal yang tidak disetujui kepada masa luas.
  • Kontravensi Rahasia, yaitu dengan melakukan pengkhianatan dan menyebarkan rahasia yang ia ketahui demi menunjukkan ketidaksepakatan dengan pihak lawan.
  • Kontravensi Taktis, yaitu dengan perilaku yang lebih mengejutkan kelompok atau pihak lawan, bisanya dengan melakukan suatu provokasi atau tekanan berupa intimidasi dan ancaman-ancaman tertentu.

3. Konflik Sosial

Konflik berasal dari salah satu kata kerja bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Dalam ilmu sosiologi sendiri konflik dijabarkan sebagai suatu proses hubungan dalam bentuk sosialisasi.

Hubungan sosial tersebut berupa individu maupun kelompok, Dimana salah satu pihak berusaha menyerang. Atau bahkan, menghancurkan pihak lawan dengan membuatnya tidak berdaya.

Konflik ini biasanya dipicu oleh perselisihan dan menjadi faktor pendorong interaksi sosial yang berupa perbedaan pendapat dalam proses interaksi sosial. Konflik sendiri merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi di masyarakat.

Namun, apabila konflik dibiarkan berlarut dan tidak segera dikontrol, ini dapat memicu perpecahan juga hilangnya kebersamaan dan solidaritas dalam masyarakat.

Setiap individu memang diciptakan unik. Dengan perbedaan ini, jika kita tidak dapat menerima atau menghormati perbedaan dan keadaan orang lain tentu ini dapat memicu konflik.

Baik latar belakang budaya atau nilai sosial yang berbeda, maupun perbedaan pendapat dan cara berpikir dapat terjadi meskipun dalam ruang lingkup sosial yang kecil.

Ditambah lagi adanya perubahan-perubahan nilai dan norma sosial yang signifikan pun dapat memicu perpecahan dalam masyarakat.

Akibat-akibat konflik sosial;

  • Keretakan hubungan antara pihak-pihak yang sedang berselisih
  • Perubahan perilaku dan keperibadian pada tiap individu, yaitu menculnya perasaan dendam, rasa benci, juga perasaan saling curiga dan tidak mudah percaya kepada orang lain.
  • Kerusakan harta benda dan korban jiwa. Tak jarang konflik sosial bahkan memakan korban hingga hilangnya nyawa, disertai kerugian berupa materi.
  • Penaklukan oleh salah satu pihak. Yaitu akibat dari konflik itu sendiri dapat memunculkan dominasi di antara pihak yang bertikai. Pihak yang memiliki pengaruh yang lebih besar secara tidak langsung telah melakukan penaklukan psikologis juga kadang secara politis terhadap pihak lawan.
  • Memicu perpecahan, serta menjadi potensi untuk konflik-konflik sosial lanjutan di kemudian hari.

Demikianlah 3 contoh interkasi sosial yang mengarah pada perpecahan di lingkungan masyarakat yang biasa terjadi. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan berguna bagi pembaca.