Daftar isi
Natalitas merupakan dinamika pertambahan populasi penduduk yang disebabkan oleh peningkatan angka kelahiran. Untuk memperhitungkan peningkatan dari kepadatan penduduk, pemerintah melakukan perhitungan terhadap 1000 penduduk per tahun.
Yang menjadi patokan dalam perhitungan ini adalah apabila dalam satu tahun, angka kelahiran yang ada dalam 1000 penduduk hanya mencapai 20, maka dapat dikatakan sangat rendah. Namun, apabila angka kelahirannya bertambah dalam rentang 20 – 30 dapat dikatakan sedang.
Dan jika angka kelahiran sudah mencapai angka 30 dalam waktu pertahun maka dapat dipastikan tingkat kepadatan penduduk yang disebabkan oleh tingkat kelahiran bayi sangatlah tinggi. Ada banyak sekali faktor yang melaterbelakangi terjadinya peningkatan angka kelahiran ini di Indonesia.
Baik faktor pendukung yang berasal dari masyarakatnya sendiri, ataupun faktor pendukung lainnya yang berasal dari pemerintah. Berikut merupakan 7 faktor yang mendorong meningkatnya natalitas atau tingkat kelahiran di Indonesia.
Faktor utama yang sangat mempengaruhi peningkatan kasus kelahiran ini adalah faktor pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan seseorang menjadi pendorong seseorang untuk menikah mudah. Hal semacam ini, sudah marak terjadi pada masyarakat Indonesia.
Banyak sekali para pemuda yang memutuskan untuk mengakhiri pendidikannya tanpa berpikir panjang dengan dampak yang ditimbulkannya.
Keputusan untuk mengakhiri pendidikan ini tidak lain dan tidak bukan ditujukan untuk menikah di usia muda. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan seseorang nyatanya juga mempengaruhi pola pemikirannya terhadap suatu hal.
Seseorang yang memiliki latar pendidikan yang tinggi memiliki kecenderungan untuk dapat berpikir secara rasional dan jangka panjang. Yang nantinya juga akan mempengaruhi pola pengambilan keputusannya.
Kebijakan pemerintah yang kurang tegas terhadap permasalahan seperti ini juga dapat mempengaruhi tingginya angka kelahiran atau natalitas. Walaupun pemerintah telah menetapkan kebijakan “Keluarga Berencana” yang berhubungan dengan pembatasan jumlah anak. Hal itu nyatanya tidak dibarengi dengan penegakan yang tegas.
Sehingga banyak sekali masyarakat yang menyepelekan dan tidak menghiraukan sama sekali mengenai himbauan tersebut. Hal itu juga disebabkan kurangnya kesadaran pemerintah untuk melakukan sosialisasi lebih mendalam mengenai kebijakan keluarga berencana ini.
Dari segi agama, kebanyakan juga tidak menegaskan mengenai pembatasan kepemilikan anak. Karena pada nyatanya, agama malah menganjurkan untuk manusia mensyukuri dan menerima berapapun jumlah anak yang telah diberikan oleh Tuhan. Dari segi agama sendiri nyatanya sangat mendukung peningkatan dari natalitas ini.
Selain mengenai anak, nyatanya agama juga lebih mengajurkan para pemeluknya untuk menyegerakan pernikahan. Apabila telah menemui pasangan yang cocok, akankah lebih baik untuk disegerakan menikah. Hal itu ditekankan untuk meminimalisir perbuatan perbuatan buruk yang nantinya terjadi di luar pernikahan.
Hal ini tentunya juga berpengaruh terhadap tingginya angka natalitas.
Kondisi perekonomian masyarakat yang kurang mendukung juga tidak kalah memberikan pengaruh besar terhadap tingginya angka kelahiran bayi ini. Seringkali masyarakat yang berekonomi rendah seperti ini, lebih menganjurkan anak anaknya untuk menikah daripada untuk meningkatkan pendidikannya lagi.
Hal ini dikarenakan, semakin seseorang berkeinginan untuk meningkatkan pendidikannya, maka tanggungan perekonomian keluarga pun kian bertambah. Untuk mengurangi tanggungan dari keluarga itu, maka sebagian besar kelurga lebih memilih untuk mendorong anaknya untuk menikah.
Sehingga nantinya, keperluan sang anak sudah menjadi tanggungan suami dan tidak ada urusannya sama sekali dengan keluarga. Anak yang seringkali dipaksa menikah adalah anak perempuan.
Pengalaman dari orang tua yang menikah muda, juga dapat dijadikan sebagai tuntutan bagi sang anak untuk menikah muda juga. Hal ini sudah menjadi tradisi turun temurun dari keluarga. Yang mana para orang tua akan menuntut anaknya untuk menikah di usia yang sangat muda.
Hal ini dilakukan bukan karena pengaruh kondisi perekonomian, melainkan sudah menjadi tuntutan dari keluarganya. Yang mana apabila tidak dilakukan, akan mendapatkan sanki sosial berupa pengucilan dari pihak keluarga.
Tidak hanya keluarga yang menentukan umur seharusnya sang anak menikah, melainkana adat istiadat nyatanya juga berperan penuh dalam hal ini. Sebagian adat istiadat yang masih terjaga keaslian dan kemurniaannya, seringkali masih menjunjung adat pernikahan muda atau pernikahan dini. Hal ini mungkin dirasa lebih ekstrem apabila dibandingkan dengan tuntutan keluarga.
Hal itu dikarenakan tak jarang anak yang baru saja melewati masa baliq nya sudah dipaksa untuk melakukan pernikahan sesuai dengan anjuran adat. Hal ini tentunya sangat berdampak pada kondisi psikologis dari sang anak, yang cenderung belum matang dan belum dewasa.
Masyarakat yang kurang sadar akan berbagai dampak yang akan ditimbulkan dari tingginya angka natalitas ini akan berkecenderungan untuk mengabaikan semua kebijakan pemerintah. Tentunya kebijakan yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi seks yang mana berdampak pada penurunan peluang untuk lahirnya anak.