Daftar isi
Sebagian dari masyarakat Indonesia mungkin sudah tidak asing lagi dengan aksara Jawa, namun bukan hanya aksara Jawa saja yang populer di kalangan masyarakat ternyata ada juga aksara Bali yang kini sudah dilindungi oleh pemerintah.
Sejak Oktober 2018, aksara Bali wajib dipakai di berbagai kantor pemerintah dan swasta di Provinsi Bali yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali. Sehingga, khususnya bagi para warga Bali ada baiknya untuk mempelajari aksara Bali serta mengetahui artinya.
Masyarakat Bali banyak menggunakan aksara bali sebagai aksara tradisional yang berdasar pada huruf Pallawa dan sebenarnya aksara ini mirip dengan aksara Jawa, hanya saja terdapat perbedaan pada lekukan bentuk hurufnya. Belajar mengenai aksara Bali memang telah diajarkan di jenjang pendidikan formal, namun tak jarang siswa yang masih mengalami kesulitan dalam mempelajarinya.
Telah dijelaskan bahwa aksara Bali ternyata mendapat pengaruh cukup besar dari aksara di India, yang dalam sejarahnya aksara ini dibawa oleh orang India yang menganut agama Hindu ke Indonesia melalui jalur politik perluasan koloni, perdagangan, agama, dan kebudayaan yang dibawa. Dalam kebudayaan India terdapat aksara tertua yang telah berkembang lagi menjadi aksara Dewonegari dan Pallawa yang digunakan oleh umat Hindu India di wilayah yang berbeda.
Dari kedua aksara tersebut, kemudian masuk ke wilayah Nusantara melalui kerajaan Sriwijaya dan dengan seiring berjalannya waktu, aksara ini berhasil memberikan pengaruh terhadap masyarakat sejalan dengan perkembangan agama Hindu dan Budha di Indonesia.
Seiring perkembangannya di wilayah Nusantara, kedua aksara ini bertransformasi menjadi bentuk baru yang disebut sebagai aksara Kawi yang kemudian akan berkembang lagi hingga menjadi aksara Bali dan aksara Jawa yang ada sampai saat ini.
Namun pada awalnya, tidak semua aksara Pallawa dan aksara Dewonegari digunakan masyarakat Bali karena penggunaan aksara ini disesuaikan dengan sejumlah kepentingan warga Bali. Dalam menuliskan bahasa Bali awalnya hanya menggunakan 18 aksara saja, tetapi karena mendapat pengaruh kebudayaan Hindu dari India, maka penulisan aksaranya telah bertambah menjadi 47 buah.
Ditinjau dari fungsinya, aksara Bali dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yakni aksara biasa dan aksara suci. Aksara biasa digunakan dalam penulisan bahasa Bali dalam kehidupan sehari-hari termasuk pula digunakan dalam menuliskan karya sastra yang dibagi lagi menjadi aksara Wreastra untuk menuliskan bahasa Bali secara umum, sedangkan Swalelita untuk menuliskan bahasa Sansekerta.
Aksara suci digunakan untuk menuliskan segala masalah yang berkaitan dengan keagamaan, seperti japa mantra, weda, dan rerajahan. Aksara suci ini dibagi lagi menjadi dua yaitu aksara Wijaksara yang akan digunakan untuk menuliskan hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan. Sementara aksara Modre merupakan aksara Bali yang digunakan untuk menulis hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu bersifat magis.
Berdasarkan kesamaan bentuknya, aksara Bali juga dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu bentuk pangawak yang juga disebut sebagai aksara Bali bentuk dasar. Aksara Bali bentuk turunan berasal dari aksara pangawak yang telah diubah menjadi bentuk gempelan dan pangangge dan yang terakhir adalah aksara Bali bentuk lambang-lambang.
Dalam kehidupan sehari-hari aksara Bali digunakan untuk menuliskan bahasa Bali dan aksara Bali juga digunakan untuk menulis rerajahan yang berkaitan dengan upacara keagamaan maupun kekuatan magis.
Berdasarkan fungsinya, aksara digolongkan menjadi dua yakni aksara Biasa dan aksara Suci, di dalam aksara Biasa dan Suci dapat digolongkan lagi menjadi beberapa jenis. Berikut adalah penjelasan dari jenis-jenis aksara Bali tersebut.
Aksara Wreastra terdiri dari 18 buah aksara yakni ha, na, ca, ra,ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba, nga, pa, ja, ya, nya, di mana dari seluruh aksara tersebut merupakan konsonan, sedangkan vokalnya akan diambil dari aksara wisarga yang ditambahkan dengan pangangge. Aksara suara tersebut yaitu ulu, pepet, taleng, tedong, suku, dan taleng tedong yang akan melengkapi penggunaan aksara Bali.
Aksara Swalelita memiliki jumlah sebanyak 47 buah aksara dengan rincian 14 buah aksara suara dan 33 buah konsonan aksara di mana aksara suara sama halnya dengan vokal yang terdiri dari A, a, I, i, U, u, E, Ai, O, Au, re, ro, le, dan le.
Aksara konsonan akan digolongkan lagi kedalam lima jenis berdasarkan warga aksaranya, yaitu Kantia, Talawia, Musdanya, Dantia, dan Ostia, sedangkan aksara swara menggunakan suku kata yang tidak mempunyai konsonan di awal dengan suku kata yang hanya terdiri vokal saja. Aksara swara terbagi menjadi 2 varian, yaitu aksara Hrěṣwa sebagai suara pendek serta aksara Dīrgha sebagai suara panjang.
Aksara Wijaksara terdiri atas Ongkara, Rwa Bhineda, Triaksara, Pancaksara, Panca Brahma, Desaksara, Caturdasaksara, dan Sodasaksara di mana dari sejumlah nama aksara tersebut, terdapat gabungan antara aksara-aksara Wijaksara lainnya yakni Caturaksara, Soaksara, dan Ekadaksara.
Aksara Modre merupakan aksara Bali yang sangat sulit dibaca karena terdapat pengangge aksara dan aksara Modre juga dilambangkan dengan gambar-gambar tertentu yang membuatnya cukup sulit untuk dibaca. Aksara Modre ternyata terbagi lagi menjadi empat jenis yakni tipe utama, tipe aksara kotak, tipe lambang-lambang, dan tipe yang lain-lainnya.
Aksara Bali dan aksara Jawa dipengaruhi oleh aksara di India yang dibawa ke Indonesia yang ternyata keduanya memiliki perbedaan yang cukup terlihat.
Pada dasarnya, aksara Jawa terdiri dari 20 huruf, lalu perbedaan selanjutnya terletak ketika melafalkan “dha” dan “tha”, di mana dalam aksara Jawa pelafalan huruf tersebut menjadi “da” dan “ta”.
Sementara itu, aksara Bali terdiri dari 47 buah aksara dengan rincian 14 buah aksara suara dan 33 buah konsonan aksara yang digunakan secara berbeda, lalu untuk aksara Wianjana yang biasa digunakan dengan jumlah 18 buah aksara.