Seni

10 Karya Sapardi Djoko Damono yang Terkenal

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sapardi Djoko Damono merupakan penyair dan pujangga Indonesia kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940. Sapardi Djoko Damono atau sering disingkat SDD menghabiskan masa muda dnegan menempuh pendidikan di kota kelahirannya. Kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada di bidang Bahasa Inggris. SDD muda telah menunjukkan ketertarikan pada dunia sastra sejak dini, SDD kerap mengirim tulisan-tulisannya ke majalah-majalah.

Sapardi adalah sastrawan yang aktif menulis puisi dan juga cerita pendek. Sapardi memulai musikalisasi puisi pada tahun 1987. Sapardi akhirnya menamatkan program doktornya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 1989. Selama empat tahun, sejak tahun 1964 hingga 1968, Sapardi menjadi tenaga pengajar di Fakultas Keguruan Sastra dan Seni IKIP Malang di Madiun. Kemudian pada tahun 1973, Sapardi direktur pelaksana Yayasan Indonesia di Jakarta dan menerbitkan majalah sastra Horison. Tahun berikutnya Sapardi mengajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Sapardi berpulang dikarenakan penurunan fungsi organ pada 19 Juli tahun 2020 lalu.

Dalam dunia sastra, Sapardi meraih berbagai penghargaan karena kinerjanya di bidang sastra. Beberapa penghargaan yang pernah Sapardi raih yaitu Cultural Award (Australia, 1978), SEA Write Award (Thailand, 1986), Kalyana Kretya dari Menteri Riset dan Teknologi RI (1996), Achmad Bakrie Award (Indonesia, 2003) dan ASEAN Book Award (2018). Berikut beberapa pembahasan mengenai karya-karya Sapardi Djoko Damono :

1. Puisi : Hujan Bulan Juni

Hujan Bulan Juni adalah puisi yang terdiri dari tiga bait puisi yang masing-masing bait terdiri dari empat baris. Puisi ini mengisahkan tentang kepedihan hati, perasaan sakit karena cinta yang tak tersampaikan namun juga perasaan tabah dan bijaksana yang dimiliki seseorang yang ikhlas mencintai.

Hujan digambarkan sebagai penyair yang mencintai. Hujan di bulan juni dikatakan sebagai hujan yang paling tabah, kuat dan bijaksana. Hal ini dikarenakan hujan ini meskipun jatuh tidak pada masanya (bulan Juni seharusnya belum musim hujan), namun ia tetap turun membasahi bumi.

Meskipun cinta yang dirahasiakannya tak tersampaikan, meskipun jejak keraguannya akan menyatakan atau tidak perasaanny, hujan membiarkan perasaan itu perlahan menghilang dan terserah kembali oleh akar pepohonan. Karena popularitas dan keindahannya, puisi Hujan Bulan Juni dijadikan Novel bahkan ditampilkan dalam layer lebar.

2. Aku Ingin

Aku Ingin merupakan salah satu puisi yang mengangkat nama Sapardi. Bahkan pada tahun 1987 puisi Aku Ingin dibuatkan musikalisasi puisi. Puisi ini terdiri dari 2 bait dengan 3 baris puisi pada setiap baitnya.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Puisi ini merupakan puisi Sapardi yang bertema cinta. Puisi ini menyampaikan sebuah cinta yang sederhana, sama seperti cara penulisan Sapardi pada puisi ini yang disampaikan dengan sederhana. Penyair ingin menyampaikan cinta pada gadis pujaan, tidak hanya dengan perkataan. Meskipun sederhana, penyair ingin menyampaikan jika cintanya adalah nyata.

Bait pertama puisi ini bahkan hingga kini sering kali dipergunakan dalam kartu undangan pernikahan.

3. Puisi : Yang Fana Adalah Waktu

Puisi dengan judul Yang Fana Adalah Waktu merupakan puisi yang  mengandung unsur sarkastik. “Yang fana adalah waktu. Kita abadi” merupakan kalimat sindiran yang ditujukan untuk mengingatkan kita bahwa kehidupan kita sebagai manusialah yang fana dan waktulah yang memiliki keabadian. Manusia akan terus datang dan pergi hilang dan berganti dikarenakan berbagai hal bahkan kematian. Namun manusia sering kali tinggi hati hingga lupa bahwa apapun yang dimiliki suatu saat akan hilang dan lenyap.

4. Hatiku Selembar Daun

Puisi ini merupakan puisi yang sederhana namun memiliki amanat yang mendalam. Melalui puisi ini, penyair mengisyarakatkan bahwa dirinya berada diujung perjalanan kehidupan. Banyak hal yang ia lupakan karena kehidupan duniawi. Namun kini, ketika kematian berada di depan matanya, ia sadar bahwa dirinya bukanlah apa-apa. Penyair ingin diberi sedikit waktu untuk merenungi dirinya sendiri. Sedikit waktu yang akan dirasakan sebagai sebuah keabadian.

5. Pada Suatu Hari Nanti

Puisi ini terdiri dari 3 bait dengan empat baris pada setiap bait. Puisi ini mengandung unsur kesetiaan yang ingin disampaikan penyair entah kepada pembaca karyanya atau kepada orang yang dicintai. Ketika penyair sudah dipanggil Yang Kuasa ia tidak ingin “kau” disini merasa sedih, kesepian dan mencari dirinya. Penyair akan tetap menemani meski hanya berupa larik sajak karya.

6. Hanya

Puisi ini menyampaikan bahwa sesuatu yang nyata bahkan tidak selalu terlihat. Sama seperti angin, udara dan doa. Tuhan menciptakan udara meskipun tidak dapat dilihat namun tanpanya kita tidak akan berdaya. Setiap doa juga merupakan rahasia antara individu dengan Tuhan tanpa harus orang yang didoakan mengetahui doanya.

7. Sajak-sajak Kecil tentang Cinta

Puisi ini bertemakan cinta. Dalam puisi disampiakan mengenai kerelaan penyair untuk merubah dirinya ketika sudah dihadapkan pada cinta. Penyair rela menjadi berbagai hal untuk mengikuti sang pujaan hati.

8. Menjenguk Wajah di Kolam

Puisi Menjenguk Wajah di Kolam sarat makna untuk mengingatkan pembaca jangan sampai terlena dan sombong pada kerupawanan wajah yang dimiliki. Janganlah kita berani menyamakan keindahan yang kita miliki dengan keindahan langit yang diciptakan oleh Tuhan.

9. Novel : Hujan Bulan Juni

Novel ini merupakan salah satu karya terbaik SDD. Novel ini menjadi novel trilogi yang menceritakan kisah percintaan Sarwono dan Pingkan. Novel ini diadaptasi ke layar lebar dengan judul yang sama. Novel selanjunya berjudul Pingkan Melipat Jarak dan trilogi terakhirnya berjudul Yang Fana Adalah Waktu.

10. Bilang Begini, Maksudnya Begitu

Buku ini ditujukan untuk mengajak pada pembaca yang masih awam dengan dunia puisi. Gaya penulisan puisi yang sering kali memiliki makna terselubung kadang membuat orang sulit menikmati puisi. Melalui buku ini, Sapardi berusaha merangkul pembaca untuk dapat memahami dan lebih menikmati puisi.