Daftar isi
Sekarang kami akan membahas tentang karya sastra peninggalan kerajaan Sriwijaya. Apa sajakah itu?
Ditemukan di Pulau Bangka bagian barat dan ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno serta aksara Pallawa. Pada tahun 1892 prasasti ini ditemukan oleh J.K Van der Maulen. Menceritakan tentang kutukan untuk orang yang berani melanggar titah atau perintah dari kekuasaan Raja Sriwijaya. Sampai dengan tahun 2012, prasasti ini masih ada di Museum Kerajaan Amsterdam, Belanda.
Dengan status dipinjamkan oleh museum Nasional Indonesia. Informasi yang dapat diketahui dari ditemukannya prasasti ini adalah bahwa Kerajaan Sriwijaya sudah berkuasa atas sebagian wilayah Sumatera, Lampung, Pulau Bangka dan Juga Belitung. Selain itu, dikatakan juga bahwa Sri Jayasana sudah melakukan ekspedisi militer yakni menghukum Bhumi Jawa yang tidak mau tunduk dengan Sriwijaya.
Selanjutna adalah prasasti Ligor yang ditemukan di Nakhon Si Thammarat yang merupakan wilayah Thailand bagian selatan. Prasasti ini memiliki pahatan dikedua bagian sisinya.
Masing-masing diberi nama Prasasti Ligor A dan Prasasti Ligor B. Diduga bahwa prasasti ini ditulis oleh Raja dari wangsa Sailendra yang menjelaskan tentang pemberian gelar Wisnu Sesawaimandawimathana untuk Sri Maharaja.
Sedangkan Prasasti Ligor A menceritakan tentang Raja Sriwijaya yang merupakan raja dari semua raja di Dunia yang menderikan Trisamaya Citya untuk Kajara.
Isi dari prasasti yang ditemukan di pinggir Rawa Desa Palas Pasemah ini adalah tentang kutukan dari orang yang tdiak mau tunduh dengan kekuasaan sriwijaya. Senada dengan prasasti kota kapur.
Diperkirakan prasasti ini ditulis pada abad ke-7 Masehi dan ditulis menggukanan bahasa Melayu Kuno aksara Pallawa. Terdiri dari 13 baris tulisan.
Hujung Langit merupakan sebuah prasasti yang ditemukan di sebuah desa bernama Desa Haur Kuning, Lampung. Sama hal dengan prasasti sebelumnya, prasasti ini pun di tulis menggunakan bahasa melayu kuno dan aksara Pallawa.
Sedangkan isinya sendiri tidak diketahui dengan jelas karena kerusakan parah ketika ia ditemukan. Namun dapat diperirakan prasasti yang berasal dari tahun 997 masehi ini menceritakan tentang pemberian tanah sima.
Tahun 1935 yang lalu, di sebuah kolah bernama Talaga Batu, kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, kota palembang, ditemukan sebuah prasasti yang kemudian disebut sebagai prasasti Talaga Batu.
Menceritakan tentang kutukan untuk orang-orang yang telah berbuat jahat di kedaulatan sriwijaya. Di sekitaran lokasi yang sama juga ditemukan prasasti lain menceritakan tentang keberadaan sebuah vihara.
Dan ternyata sebelumnya, 30 tahun sebelumnya, ditemukan pula 30 buah prasasti Siddhayatra. Kini, semuanya disimpan di Museum Nasional Jakarta. Masih ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa.
Uniknya, prasasti ini merupakan prasasti kutukan lengkap. Sebab disana juga dituliskan nama pejabat pemerintahan dan menurut dugaan beberapa ahli sejarah, orang yang tertuls di dalam prasasti juga tinggal di Palembang yang merupakan Ibukota kerajaan.