Daftar isi
Taufiq Ismail adalah sastrawan Indonesia dengan latar belakang keluarga ulama, guru dan sastrawan. Taufiq lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935 dan memiliki gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah. Taufiq telah bercita-cita untuk menjadi sastrawan sejak sekolah menengah atas. Namun ia memilih pendidikan kedokteran hewan untuk nantinya dapat menafkafi cita-cita menjadi sastrawannya. Taufiq dikategorikan sebagai peyair Angkatan’66. Taufiq sering kali bekerja sama dengan sastrawan lain, hal ini penting menurutnya untuk memiliki jangkauan puisi yang lebih luas.
Taufiq sering membaca puisi di depan umum karena baginya puisi baru akan memperoleh tubuh yang lengkap jika setelah penulisannya kemudian dibacakan di khalayak ramai. Taufiq telah membaca puisi di berbagai festival dan acara sastra setidaknya di 24 kota di Asia, Australia, Eropa, Amerika dan Afrika sejak tahun 1970.
Di awal tahun 1970an, Taufiq yang bosan dengan puisi yang terlalu serius mencoba mengemas puisi dengan sedikit humor. Yang terbaru ialah pada tahun 206, nama Taufiq Ismail menjadi sorotan para sastrawan Indonesia dan tokoh agama karena pernyataan yang menyatakan lagu ciptaan Kusbini yaitu Bagimu Negeri adalah lagu yang sesat.
Diluar itu, Taufiq mendapat berbagai penghargaan karena kiprahnya di dunia sastra beberapa diantaranya ialah Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994) dan mendapat penghargaan doktor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta. Berikut pembahasan mengenai beberapa karya Taufiq Ismail :
Sesuai dengan judulnya, puisi ini bercerita tentang kerendahan hati tidak hanya bisa dicapai jika memiliki jabatan atau popularitas. Hal ini diumpakan dengan benda-benda disekitar manusia. Seperti pepohonan, semak belukar bahkan rumput liar pun bisa menunjukkan kerendahan hati dengan menjalani fungsi sebagai rumput liar yang baik. Sehingga puisi ini mengajarkan pembaca untuk tidak sombong dan sebisa mungkin menjadikan hidup lebih bermakna bagi orang lain.
Puisi ini mengisahkan kecintaan penyair pada puisi. Penyair menganggap bahwa ia dapat mencurahkan cinta, kesedihan, kebahagiaan dan bahkan mampu menuangkan segala kenangan pada puisi. Dalam puisi ini terkandung pesan bahwa manusia harus terus berkarya tak peduli zaman dan harus saling menghargai karya seseorang.
Puisi ini bertemakan kepahlawanan yang didasarkan pada peristiwa tertembaknya seorang mahasiswa Universitas Indonesia oleh Pasukan Tjakrabirawa. Dalam puisi dituliskan “tiga anak kecil dengan langkah malu-malu” anak kecil polos dan lugu yang diumpamakan oleh penyair sebagai orang-orang yang tidak paham alasan dibalik terjadinya peristiwa tersebut.
Mereka yang tidak paham namun ikut bersimpati dan berbela sungkawa atas kejadian kemanusiaan yang sangat disayangkan itu. Puisi ini mengingatkan pembaca untuk mengenang dan menghargai orang-orang yang gugur demi alasan negara.
Puisi ini mencoba mengingatkan pembacanya bahwa banyak hal dari alam yang sudah mulai sangat berubah. Semua hal yang hancur dan menghilang, semua saling berhubungan. Terdapat tanda-tanda yang harusnya menyadarkan kita dan membuat kita lebih awas dan menjaga lingkungan sekitar serta alam. Dalam puisi ini juga disebutkan sifat dasar manusia yaitu selalu meminta kepada Tuhan.
Bagaimana Kalau adalah puisi dengan 12 bait yang tiap baik diawali dengan kalimat “bagaimana kalua”. Puisi ini menggambarkan bahwa segala hal meskipun sudah ada dan yang dianggap biasa dalam kehidupan memiliki kemungkinan untuk tidak seperti apa yang dikenal selama ini. Puisi ini seolah memberi pilihan dan pertimbangan atas hal-hal yang terjadi dalam hidup. Puisi ini mengajarkan kita untuk mawas diri, untuk dapat lebih menghargai kenyamanan yang sudah didapatkan selama ini.
Puisi ini menggambarkan keadaan Jakarta setelah masa revolusi yaitu pada tahun 1966. Kota yang harusnya ramai karena merupakan ibukota negara malah terlihat sebaliknya.kota tersebut tidak cerah berwarna biru namun terlihat sedih yang digambarkan dengan warna ungu oleh penyair. Dalam puisi ini penyair menuangkan tulisan dan pemikirannya sebagai kenangan untuk mengenang masa-masa pasca revolusi kala itu.
Puisi ini menggambarkan carut marutnya keadaan Indonesia kala peralihan Orde Lama ke Orde Baru. Tidak terlalu banyak menggunakan kiasan, dalam puisi ini Taufiq menggambarkan bagaimana keganasan kala ini dimana terjadi penembakan yang dilakukan oleh PKI pada anak bangsa sendiri. Keganasan namun juga dikatakan terdapat ketakutan, inilah penggambaran Taufiq pada PKI yang kala itu sudah diujung tanduk karena kalah politik.
Puisi ini mengandung unsur sindiran yang ditujukan kepada pemerintah. Pemerintah menggunakan berbagai kedok untuk mengelabui rakyat. Rakyat disuguhi dengan kebohongan yang jelas sebenarnya rakyat sudah mengetahuinya.
Puisi ini merupakan puisi yang mengisahkan mengenai wanita. Dalam puisi ini penyair mencoba menyadarkan wanita bahwa mereka telah dijadikan boneka oleh keadaan. Wanita mengurus berbagai hal bahkan menjadi pendukung karir suaminya. Penyair ingin menyadarkan wanita untuk lebih memikirkan dirinya sendiri.
Puisi ini menggambarkan mengenai ketidakadilan yang terjadi di negeri ini. Dimana negeri dikuasai oleh pemerintah yang rakus dan tamak, sedangkan rakyat kecil menderita dan semakin kesulitan. Penggambaran puisi ini, meskipun ditulis berpuluh tahun lalu, tapi tak elak jika kondisi ini masih saja terjadi di Indonesia, bahkan hingga kini.
Dalam puisi ini kalimat pertama menyiratkan beban yang ditanggung oleh seorang bayi yang baru lahir pada bulan Mei 1998. Mei 1998, terjadi peristiwa kerusuhan besar di Indonesia yang menewaskan ratusan orang. Puisi ini mengisyaratkan bahwa anak yang lahir pada era itu akan memikul beban yang cukup berat imbas dari huru hara yang terjadi di Indonesia.
Puisi ini masih mengisahkan peristiwa yang terjadi ketika masa revolusi tepatnya peristiwa gugurnya Arief Rahman Hakim dalam gerakan mahasiswa. Kalimat dalam puisi ini pun tidak sulit untuk dipahami pembaca. Penggunaan kalimat yang digunakan memperindah puisi namun tidak menyulitkan pembaca memahami makna puisi.
Puisi ini salah satu puisi Taufiq yang menggambarkan penentangan keras yang dilakukan mahasiswa Indonesia terhadap pemerintahan Orde Lama yang dipengaruhi oleh PKI. Pada puisi ini penyair hendak menyampaikan ingatan bagaimana gigihnya mahasiswa bahkan rela terjun dalam peperangan untuk memberantas komunis di negeri sendiri.
Puisi ini memberikan gambaran mengenai gerakan-gerakan usaha yang dilakukan untuk melawan PKI merupakan gerakan yang saling terhubung satu sama lain. Gerakan-gerakan ini akan membentuk jalinan dengan tujuan yang sama yakni pemberantasan PKI.
Puisi ini ditulis pada tahun 1998 setelah peristiwa kerusuhan besar yang menewaskan ratusan orang. Selain korban nyawa, sudah tentu berbagai bentuk korban pun berjatuhan, salah satunya kehilangan pekerjaan. Dalam puisi ini dikisahkan mengenai begitu banyaknya rakyat pengangguran yang tidak tahu harus berbuat apa untuk dapat menyambung hidupnya.