Daftar isi
Willibrordus Surendra Broto Rendra atau yang lebih dikenal W.S. Rendra merupakan penyair. dramawan, pemeran dan sutradara teater kebanggaan Indonesia kelahiran Solo, 7 November 1935. Bakat sastra Rendra sudah terlihat sejak ia duduk di bangku sekolah menengah. Rendra aktif menulis puisi, cerpen dan drama bahkan sebagai pemeran drama untuk kegiatan sekolah. Pengahargaan dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta karena drama pertama yang ia pentaskan berjudul Orang-orang di Tikungan jalan, memberi semangat besar pada Rendra untuk terus . Puisi Rendra pertama kali dipublikasikan pada tahu 1951 dalam Majalah Siasat.
Tahun 1985 Rendra mendirikan Bengkel Teater Rendra yang berdiri hingga kini di lahan seluas kurang lebih 3 hektar. Penyair yang diberi julukan “Burung Merak” ini meraih berbagai penghargaan, beberapa diantaranya seperti Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970), Penghargaan Adam Malik (1989) dan The S.E.A. Write Award (1996).
Karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri karya-karyanya bahkan banyak yang diterjemahankan ke dalam Bahasa asing seperti Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, Rusia dan India. Berikut dibahas beberapa karya-karya Rendra :
Drama Orang-orang di Tikungan Jalan merupakan drama yang Rendra tulis ketika sekolah menengah atas dan membawanya meraih penghargaan karena memenangi juara pertama lomba penulisan lakon Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta pada tahun 1954. Drama ini merupakan drama mengenai cerita potongan kehidupan. Mengangkat sisi pahit sebuah percintaan. Dalam drama ini terdapat 3 tokoh yang menjadi tokoh utama, dimana setiap tokohnya memiliki kisah kelam percintaan yang membuat mereka terjerumus pada perbuatan yang salah.
Drama ini berlatar tempat pelacuran, problematika kehidupan dan penyesalan. Drama ini mengajarkan dan mengingatkan penontonnya bahwa dibalik perbuatan tidak sesuai seseorang seperti menjadi pelacur (yang dijalani salah satu tokoh) terdapat sebuah alasan yang menjadi kisah dan memaksanya melakukan hal tersebut. Melalui tokoh Surya, penonton diajarkan bahwa sebuah penyesalan dapat membawa kita pada tindakan yang sangat ekstrim contohnya bunuh diri. Namun pada akhirnya setiap orang adalah penentu kehidupannya masing-masing. Baik dan buruk dinilai oleh orang yang melihat namun tetap diri sendiri yang menjalaninya.
Selamatan Anak Cucu Sulaiman ini memang terlihat seperti tidak memiliki alur cerita. Namun terdapat benang merah sebagai penghubung dari adegan-adegan yang terlihat seakan tidak terhubung satu sama lain.
Drama ini tidak banyak berkata-kata melalui dialog, namun menampilkan kekayaan bunyi serta gerakan tubuh. Drama ini mengalami pro dan kontra dari penontonnya. Karena beberapa dari mereka tidak paham dan tidak bisa menikmati drama tersebut. Namun Rendra bersikeras dan berdalih jika seni dramanya adalah seni yang dapat dinikmati oleh orang yang mengerti seni.
Kendati demikian, dapat membuat penasaran penonton adalah kekuatan utama yang dikemas apik oleh Rendra dalam drama ini, sehingga kebanyakan penontonnya tetap tinggal di tempat dan menonton hingga pertunjukan selesai.
Drama ini pertama kali dipentaskan oleh kelompok Bengkel Teater Rendra. Naskah drama ini disusun berlandaskan penelitian lapangan yang dilakukan bersama Bengkel Teater kemudian dikemas oleh Rendra dalam bentuk pertunjukkan yang diwarnai kritik dan penyampaian yang frontal. Dilatarbelakangi kegilasahan pada berantakannya negeri yang tak kunjung selesai. Dimana rakyat kecil dan miskin didiskriminasi, para bajingan dan pelaku kriminal bebas lepas dan konflik yang terjadi dimana-mana.
Naskah drama ini membicarakan mengenai kritik kepada elit politik yang menjadikan keadilan sebagai hal yang tidak nyata dan tidak dapat diraih oleh rakyat, perampasan lahan secara paksa dan perlawanan rakyat kecil pada ketidakadilan kapitalis. Drama ini mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat namun tidak oleh elit politik yang berkuasa kala itu. Hingga hini naskah drama ini masih sering dipertunjukan oleh komunitas teater.
Komunitas teater masa kini masih kerap kali membawakan naskah drama yang ditulis Rendra ini. Mastodon dan burung kondor dikisahkan sebagai dua sosok yang sangat berlawanan. Mastodon digambarkan sebagai pemerintah rakus, yang mengeruk kekayaan alam, haus kekuasaan, tidak pernah merasa puas dan tidak memedulikan kepentingan rakyat. Sedangkan burung kondor digambarkan sebagai penghiburan bagi rakyat atas kerasnya kehidupan, sulitnya mempertahankan diri dibalik kerakusan penguasa dan penghiburan pada rakyat yang tertindas tanpa pembelaan.
Dewasa ini tepatnya tahun 2014 Sekda kembali dibawakan dan disutradarai oleh Sutradara Muda Maharani Megananda. Sekda mengisahkan sosok pemerintah yang gemar pencitraan di depan umum namun sesungguhnya ia tidak amanah dan ikhlas dan menjalankan pelayanan pada masyarakat. Naskah ini juga menyindir para petinggi yang hidup bergelimang kemewahan.
Naskah drama ini merupakan bentuk kritik Rendra pada kekuasaan Orde Baru yang represif. Karya ini disebut sebagai karya yang kontekstual dan universal karena bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Dalam drama ini diceritakan kehidupan keluarga yang berambisi menjadi penguasa hingga rela saling jegal dan menghilangkan nyawa orang lain.
Makna Sebuah Titipan adalah puisi yang maknanya mudah sekali tersampaikan pada pembacanya karena puisi ini tidak memakai diksi yang rumit. Puisi ini mengingatkan bahwa segala yang kita miliki hanya titipan Tuhan semata. Namun di dalam puisi ini juga Rendra menyampaikan kegundahannya, meskipun ia menyadari bahwa kebahagian, harta dan popularitas ini hanya titipan dan bukan miliknya sepenuhnya, namun hatinya tetap merasa sedih jika salah satu titipanNya diambil. Kesedihan dan ketidaksesuai kehidupan itu ia sebut dengan derita.
Merupakan buku yang berisi kumpulan sajak-sajak Rendra. Sajak-sajak Sepat Tua terbagi menjadi dua bagian, bagian pertama sama dengan judulnya dan berisi 23 saja. Bagian kedua “Masmur Mawar” berisi 15 sajak. Sajak-sajak ini berisi gambaran perasaan penyair ketika berkunjung ke Negeri Mancuria, Pyongyang, Moskwa, dan Hongkong.
Ini merupakan buku kumpulan sajak pertama Rendra yang ditulis pada tahun 1950an. Buku ini berkedudukan penting dalam perkembangan persajakan Indonesia. Sebagai sajak ini mengenai tokoh-tokoh yang memiliki keistimewaan dan keberanian dalam menantang bahaya, petualangan dan konflik.
Ini merupakan pertunjukan teater minikata yang ditampilkan Bengkel Teater asuhan Rendra. Dikatakan minikata karena pertunjukkan dilakukan dengan sedikit dialog dan banyak mempergunakan gerak atau improvisasi spontan.