Kerajaan Jongkong : Sejarah, Raja-Raja dan Runtuhnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Nama Kerajaan Jongkong memang tak banyak didengar. Kerajaan ini termasuk kerajaan kecil namun cukup lama berkuasa sebelum akhirnya dihapuskan oleh belanda. Kata Jongkong sendiri berasal dari salah satu tumbuhan atau kayu yang dalam bahasa setempat disebut Jungkung atau libut.

Libut sendiri merupakan sejenis kayu yang lembut, mengapung atau timbul, berada di atas air namun sulit dipotong. Karakteristik dari kayu libut ini diibaratkan seperti sifat manusia yang lemah lembut namun sulit untuk ditaklukkan.

Tumbuhan ini berada di atas air sesuai dengan ciri kawasan yang rendah dan mudah tergenang air. Seperti dahulu terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Jongkong. Kerajaan ini berada di Kalimantan Barat, Kabupaten Kapuas Hulu. Berikut ini sejarah kerajaan Jongkong, raja-raja dan keruntuhannya.

Sejarah Kerajaan Jongkong

Kerajaan Jongkong, kerajaan di tanah Melayu (Kalimantan)

Kerajaan Jongkong merupakan salah satu kerajaan yang pernah ada di Kalimantan Barat, Kabupaten Kapuas Hulu, Kecamatan Jongkong. Kerajaan Jongkong ini didirikan oleh seseorang dari keturunan Suku Dayak Palin atau Embaloh. Kerajaan Jongkong didirikan pada awal tahun 1800-an dan berkuasa cukup lama yakni sekitar kurang lebih satu abad.

Kerajaan Jongkong atau juga dikenal dengan Kerajaan Embau merupakan salah satu kerajaan kecil yang berada tepat di pedalaman Pulau Kalimantan. Kini wilayah tersebut menjadi bagian wilayah administratif Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Kerajaan Jongkong dulunya berada tepat di Muara Sungai Embau.

Saat ini, Jongkok merupakan sebuah kota yang ada di pinggir muara batang embau. Di tepinya terdapat deretan rumah-rumah tinggi yang terbuat dari tiang-tiang tembesu dan lanting-lanting yang membentang sepanjang bibir sungai.

Di setiap kotanya berdiri banyak masjid dan surau yang menandakan kota ini merupakan kota yang paling besar dari suku melayu dengan menganut agama islam. Pada sekitar awal tahun 1800-an, Kerajaan Jongkong didirikan oleh Abang Jembu atau Abang Jumbo yang memiliki gelar Kyai Patih Uda.

Kyai Patih Uda sendiri merupakan anak seorang bangsawan Dayak Embaluh atau Embaloh yang berasal dari sekitar Sungai Palin. Pada tahun1823, pada masa kepemimpinan Kyai Patih Uda, Kerajaan Jongkong tercatat sudah menandatangai kontrak politik dengan pemerintah Belanda.

Kemudian, kerajaan Jongkong dipimpin oleh Abang Abdullah menggantikan Kyai Patih Uda sang ayah. Setelah itu, tahta kerajaan Jongkong jatuh kepada Raden Abdul Arab yang merupakan cucu Abang Abdullah.

Hal ini dikarenakan Abang Abdullah tidak memiliki anak laki-laki, tetapi memiliki putri yang bernama Dayang Mesinto. Raden Abdul Arab, yang merupakan putra Dayang Mesinto dengan Abang Buja dari Dayak Palin Muslim. Pada tahun 1864, Raden Abdul Arab digantikan oleh putra tertuanya yakni Abang Unang.

Saat menggantikan sang ayah, Abang Unang bergelar Pangeran Haji Muda Gusti Alam. Pada 1881, Kerajaan Jongkong dijadikan landschap atau daerah swapraja oleh pemerintah Belanda. Lima tahun kemudian, Abang Unang meninggal dunia sehingga kerajaan Jongkong diserahkan kepada Abang Alam yang merupakan anaknya.

Pada saat itu, Abang Alam dikatakan belum cukup dewasa untuk memimpin.
Oleh sebab itu, ia digantikan untuk sementara oleh tiga wali untuk memerintah di Jongkong. Adapun ketiga wali tersebut bernama Abang Ali, Raden Suma dan Abang Kiyung.

Baru pada tahun 1899, Abang Alam resmi menggantikan sang ayah menjadi raja. Saat menjabat sebagai raja, Abang Alam memiliki gelar Pangeran Muda Gusti Alam. Pada tahun 1917, kerajaan Jongkong dihapuskan oleh Belanda dan pemerintahannya berada di bawah kekuasaan Belanda langsung.

Dengan adanyakebijakan itu, Abang Alam diberhentikan sebagai pemimpin Jongkong dan mendapatkan ganti rugi sebanyak 1.000 gulden. Kemudian, Jongkong disatukan dengan kepala distrik atau Districtshoofd Embau dan hanya dipimpin oleh Kepala Kampung yang bernama Raden Nata.

Raden Nata adalah mantan menteri di Jongkong, sebelum kerajaan dihapus oleh pemerintah Belanda. Dengan kebijakan tersebut, pemerintahan Jongkong sebagai kerajaan yang berdaulat pun resmi berakhir.

Raja-Raja Kerajaan Jongkok

1. Abah Jembu (1800an-1830)

Abah Jembu adalah raja pertama dari kerajaan Jongkok yang memiliki gelar Kiyai Pati Uda. Beliau mempersunting seorang gadis bernama Putri Galuh. Dari pernikahannya itu, ia dikaruniai tiga orang anak laki-laki yakni Abang Usman, Abang Alam dan Abang Abdullah.

Abang Usman memiliki gelar Pangeran Kusuma sedangkan Abang Abdullah bergelar Raden Nata, dan Abang Alam memiliki gelar Pangeran Mangku Negeri.

2. Abang Abdullah (1830-1850)

Setelah Abah Jembu lengser dari tahta raja, Abang Abdullah tampil menggantikan sang ayah menjadi raja Kerajaan Jongkok.  Abang Abbdullah bergelar Raden Nata. Isteri Abang Abdullah bernama Dayang Minah dari Kerajaan Selimbau. Mereka dikaruniai satu orang anak yang bernama Dayang Massinti.

Abang Abdullah memerintah kerajaan Jongkok selama 14 tahun lamanya dari tahun 1850 hingga 1864. Perjalanan raja-raja kerajaan Jongkok tertulis dalam catatan berjudul Jongkok State Founded yang mengisahkan perjalanan raja-raja dari tahun 1890 sampai 1917.

3. Abang Abdul Arab (1850-1864)

Setelah Abang Abdullah selesai, giliran Abdul Arab yang memerintah Kerajaan Jongkok. Istrinya bernama Dayang Mesin yang memiliki gelar Ratu Muda Jongkong. Menurut keterangan Abang Abdul Arab merupakan cucu dari Raden Nata/Dayang Minah.

Menurut sumber sejarah, diketahui bahwa Abang Abdul Arab sebelum memeluk islam memiliki nama Bujak. Bujak sendiri adalah keturunan dari semagat suku Dayak Embaloh Palin yang tinggal di Sungai Ulak Limau Temau. Baru setelah menjadi seorang mualaf, Bujak menetap di Muara Ulak Landau sekitar tahun 1860-an.

Kemudian Bujak menikah dengan cucu dari Kiai ternama yakni Kiai Pati Uda. Saat dirinya telah menjadi seorang muslim, Bujak berganti nama dengan Gusti Abdul Arab alias H. Abdul Samad. Dari pernikahannya ia dikaruniai dua orang anak yang bernama Gusti Sulaiman Landung dan Putri Rondu.

Abdul Arab memiliki gelar Pangeran Muda Nata Negara saat menjabat sebagai Raja Jongkong mengganti Abang Abdullah. Ia yang mengisi kekosongan pemimpin setelah wafatnya Abang Abadullah pada tahun 1850 hingga 1864.

4. Abang Unang bin Abang Abdul Arab (1864-1886)

Abang Unang bin Abang Abdul Arab bergelar Pangeran Sulaiman Suria Negara. Isterinya Dayang Panapt memiliki gelar Ratu Sulaiman dan anaknya yaitu Puteri Isah bergelar Paduka Laksamana Suhaid, Abang Alam atau Abang Abdullah raja Jongkong ke V (terakhir), Abang Gusti Usman, Gusti Hamzah dan Gusti Moehamad Oemar.

5. Abang Abdullah bin Abang Unang (1899-1917)

Abang Alam atau Abang Abdullah bin Abang Unang bergelar Pangeran Hadji Muda Gusti Alam. Istrinya bernama Putri Rajemah Puteri Penembah Agung Muda Ade Mohammad Saleh Penembah Selimbau. Dari pernikahannya ini ia mendapatkan satu orang anak bernama Luk Lai Maznun yang biasa dipanggil Putri Nun.

Putri Nun kemudian menikah dengan Raden Mahmud yang merupakan anak kandung dari Panebahan Selimbau. Dari pernikahannya ini mereka dikaruniai dua orang anak yakni Gusti Muhammad Saleh Mahmud, Putri Hijriah Binti Raden Mahmud, Gusti Muhammad Nuh Mahmud dan Gusti Mazdalifah Mahmud.

Keruntuhan Kerajaan Jongkong

Pada tahun 1917, Kerajaan Jongkong dihapuskan oleh Belanda dan pemerintahannya berada langsung di bawah kekuasaan Belanda. Dengan kebijakan itu, Abang Alam atau Abang Abdullah Bin Abang Unang selaku raja yang berkuasa diberhentikan sebagai pemimpin Jongkong.

Pemberhentian Abang Alam sebagai raja mendapatkan ganti rugi sebanyak 1.000 gulden. Kemudian, setelah tidak adanya raja yang memerintah, Kerajaan Jongkong disatukan dengan kepala distrik atau Districtshoofd Embau.

Wilayah ini kemudian hanya dipimpin oleh Kepala Kampung yang bernama Raden Nata. Sebelum Kerajaan Jongkong dihapuskan oleh Pemerintah Belanda, Raden Nata adalah mantan menteri di Jongkong.

Dengan adanya kebijakan tersebut, pemerintahan Kerajaan Jongkong sebagai kerajaan yang berdaulat di daerah Kalimantan pun resmi berakhir. Kerajaan kecil yang sudah berkuasa kurang lebih dari satu abad, tidak lagi berkuasa.

fbWhatsappTwitterLinkedIn