Pemaksaan, ancaman atau penggunaan tindakan hukuman terhadap negara, kelompok, atau individu untuk memaksa mereka melakukan atau berhenti dari tindakan tertentu.
Pengertian Koersi
Selain ancaman atau penggunaan kekuatan yang terbatas (atau keduanya), pemaksaan dapat menimbulkan sanksi ekonomi, tekanan psikologis, dan pengucilan sosial.
Konsep pemaksaan harus dibedakan dari persuasi, yang mengharuskan pihak lain untuk mengikuti tindakan atau perilaku tertentu dengan menggunakan alasan dan kepentingan pihak tersebut, bukannya mengancam atau menyiratkan tindakan hukuman.
Penggunaan paksaan, tentu saja, telah menjadi salah satu alat utama untuk memperoleh kekuasaan dan mempertahankan pemerintahan oleh negara, kelompok politik, dan individu.
Koersi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan dengan menggunakan tekanan sehingga salah satu pihak yang berinteraksi berada dalam keadaan lemah dibandingkan dengan pihak lawan; sistem komunikasi yang menggunakan paksaan dan kekerasan.
Paksaan atau koersi adalah praktik memaksa pihak lain untuk berperilaku secara spontan (baik melalui tindakan atau tidak bertindak) dengan menggunakan ancaman, imbalan, atau intimidasi atau bentuk lain dari tekanan atau kekuatan.
Ciri-Ciri koersi
- Terdapat Permasalahan, untuk melakukan kegiatan akomodasi syarat utamanya ialah permasalahan yang akan dihadapi
- Melibatkan dua belah pihak, ketika terjadi konflik pasti ada pihak yang berdebat. Dua pihak ini merupakan pokok masalah yang terjadi. Setiap melakukan akomodasi dengan cara koersi pasti melibatkan pihak tersebut
- Adanya pihak tertindas, dalam menyelesaikan masalah ini pasti akan ada pihak yang dirugikan.
- Menggunakan kekuatan fisik, biasanya pihak yang ingin memenangkan perdebatan menggunakan kekuatan fisik untuk mengalahkan pihak lawan
- Penggunaan cara kekerasan biasanya digunakan sebagai alternatif dalam menyelesaikan masalah
Bentuk Koersi
Pelaku menggunakan berbagai teknik untuk memaksa orang lain berperilaku seperti yang mereka inginkan. Pada tahun 1956, psikolog Albert Biderman mengembangkan kerangka kerja untuk memahami metode yang digunakan tentara asing untuk mengekstrak pengakuan palsu dari tawanan perang.
Psikolog sekarang percaya bahwa pelaku dalam banyak situasi yang berbeda menggunakan metode yang sama untuk mencapai kontrol atas korban mereka. Misalnya, korban kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan pada masa kanak-kanak sering melaporkan pernah mengalami perlakuan serupa.
Metode ini meliputi:
- Isolasi
- Monopolisasi persepsi
- Kelelahan / kelemahan yang diinduksi
- Ancaman
- Indulgensi sesekali
- Mendemonstrasikan ‘kemahakuasaan’ dan ‘kemahatahuan’
- Degradasi
- Menegakkan tuntutan sepele
Bentuk Koersi sendiri terbagi menjadi dua, yaitu :
- Koersi Fisik, salah satu cara yang digunakan dan biasanya merugikan salah satu pihak yang terlibat. Hal ini tentunya bukan solusi yang baik dalam menyelasaikan suatu masalah.
- Koersi non Fisik, salah satu cara yang menggunakan cara verbal atau lisan untuk menyakiti lawannya. ancaman tersebut biasanya menggunakan suatu tulisan ataupun lisan yang tidak dapat dibantah, salah satunya adalah dengan memberlakukan peraturan yang harus dipatuhi.
Tahapan Koersi
Praktisi juga dapat menggunakan informasi ini untuk berbicara dengan kaum muda tentang hubungan mereka dan membantu mereka membedakan antara hubungan yang penuh kasih dan hormat dan hubungan yang eksploitatif.
Dalam model ini, tahapan manipulasi dan pemaksaan yang mengarah pada eksploitasi dijelaskan sebagai berikut:
Tahap penargetan. Terduga pelaku atau pelaku dapat:
- mencari anak muda yang mungkin sudah rentan, misalnya anak muda yang sedih, kesepian, memiliki perilaku reaktif secara seksual atau menggunakan alkohol atau obat-obatan lain
- awasi dan targetkan anak muda itu
- mencoba memahami anak muda dan mengidentifikasi minat mereka
- berteman dengan anak muda dan menunjukkan kepedulian terhadap mereka, memberikan hadiah atau pujian
- mendapatkan kepercayaan orang muda itu
- berbagi informasi anak muda dengan orang dewasa yang kasar lainnya.
Tahap pembentukan persahabatan. Terduga pelaku atau pelaku dapat:
- berusaha keras untuk menjadi seseorang yang dapat dipercaya dan diandalkan oleh anak muda
- membuat orang muda merasa istimewa
- terampil dalam memahami orang muda dengan cara yang tidak dilakukan orang lain
- beri mereka hadiah dan hadiah
- dengarkan dan hargai anak muda
- mintalah anak muda itu untuk menyimpan rahasia tentang apa yang mereka lakukan bersama
- dukung anak muda itu dan jadilah ‘sahabat’ mereka
- menguji kontak fisik dengan “secara tidak sengaja” menyentuh mereka
- menawarkan perlindungan anak muda dari intimidasi oleh rekan-rekan mereka atau orang dewasa yang kasar.
Tahap hubungan cinta . Setelah mereka membangun kepercayaan, tersangka pelaku atau pelaku dapat:
- menjadi ‘pacar’ atau ‘pacar’ anak muda itu
- mengisolasi anak muda dari teman dan keluarga mereka sehingga mereka merasa tergantung pada mereka (dan jaringan mereka) untuk persahabatan dan hubungan sosial
- menjalin hubungan seksual
- menurunkan hambatan orang muda, misalnya, dengan menunjukkan pornografi
- melibatkan anak muda dalam kegiatan ilegal, misalnya minum alkohol atau menggunakan narkoba
- tidak konsisten dalam kasih sayang mereka, misalnya, membuat janji yang tidak mereka tepati atau mencintai suatu hari dan menjauh di hari berikutnya
- mintalah anak muda itu untuk menyimpan rahasia tentang apa yang mereka lakukan bersama
- mendukung orang muda dan menjadi ‘sahabat’ mereka
- menawarkan perlindungan anak muda dari intimidasi oleh rekan-rekan mereka atau orang dewasa yang kasar.
Bagi kaum muda yang sangat menghargai hubungan sosial dan penerimaan, ancaman penolakan oleh tersangka pelaku atau pelaku dan isolasi sosial lebih lanjut dapat menjadi alat yang ampuh untuk memastikan kepatuhan mereka.
Tahap hubungan yang kasar. Terduga pelaku atau pelaku dapat:
- menarik persahabatan dan cinta
- menuntut seks
- memperdagangkan anak muda untuk seks
- memperkuat ketergantungan dengan menurunkan harga diri anak, melecehkan atau merendahkan mereka secara verbal
- mengisolasi anak muda dari teman dan keluarga
- menipu anak muda itu agar tetap bertahan dalam hubungan dengan mengklaim bahwa mereka ‘berutang’ uang atau membuat ancaman lain.
Contoh Koersi
Contoh sejarah yang jelas termasuk upaya Athena yang gagal untuk memaksa Melos melepaskan netralitasnya selama Perang Peloponnesia dengan mengancam kematian dan perbudakan penduduk Melian.
Sementara Thucydides menceritakan bagaimana orang Athena melakukan ancaman ini, upaya pemaksaan gagal karena tidak membuat Melian mengubah perilaku mereka, kecuali kekalahan dan kehancuran total mereka.
Penggunaan ancaman koersif yang lebih berhasil didramatisasi oleh William Shakespeare dalam Henry V. Henry V mengancam akan membuat pelabuhan Harfleur di Prancis dijarah, diperkosa, dan dibantai jika tidak segera menyerah kepada pasukannya. Dalam hal ini, penggunaan paksaan berhasil membuat kota menyerah tanpa perlawanan terakhir.
Kesimpulan
Koersi merupakan sebuah bentuk pemaksaan baik secara fisik maupun non fisik. dalam pemerintahan biasanya pemaksaan yang ada bertujuan untuk menertibkan dan membuat keadaan menjadi kondusif.
Namun acap kali koersi menjadi hal negatif seiring niat dari pelaku yang menginginkan sebuah kemenangan dalam masalah yang dihadapi.
Maka dari itu, banyak psikolog menyarankan berbagai metode untuk mengalahkan koersi yang nyata terjadi di masyarakat dewas ini. Dan salah satunya adalah kekerasan dalam rumah tangga yang marak terjadi.