Daftar isi
Kerajaan Airlangga merupakan sebuah kerajaan besar yang ada di Jawa Timur. Seperti namanya, raja yang terkenal dari kerajaan ini adalah raja Airlangga. Kerajaan ini meninggalkan banyak peninggalan sejarah. Lalu, apa saja peninggalan sejarah dari kerajaan ini? Selengkapnya akan dibahas berikut ini.
Candi belahan terletak di desa terpencil di Pasuruan. Candi ini secara administrasi termasuk ke dalam Desa Wonosuryo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Candi Belahan berada di kawasan pegunungan sehingga akses menuju sana tidaklah mudah.
Untuk bisa menuju ke candi peninggalan kerajaan ini, harus melewati jalan yang berliku, terjal serta jalan desa yang rusak. Candi Belahan merupakan sebuah bangunan petirtaan dan tempat bertapa Prabu Airlangga serta kedua permaisurinya yakni Dewi Sri dan Dewi Laksmi.
Pada mulanya, terdapat sebuah arca yang diyakini merupakan arca Prabu Airlangga dengan wujud Dewa Wisnu yang berkaki empat yakni pada bagian tangan kiri bagian belakang memegang sangka, sementara tangan kanan belakang memegang Cakra berupa roda bergerigi yang mampu mengakhiri kehidupan. Sementara itu, kedua tangan lainnya membentuk sifat mudra, tulis bersemedi. Sayangnya, arca tersebut sudah lama runtuh dan hanya tersisa relungnya saja.
Selain arca Prabu Airlangga, tepat di bawah arca tersebut ada dua arca yang menggambarkan Dewi Laksmi dan Dewi Sri. Kedua arca tersebut mempunyai keunikan yakni terdapat sumber mata air yang keluar dari payudara.
Mata air yang keluar dari payudara tersebut merupakan simbol Amarta, air yang diyakini mampu memberikan kekuatan, menyebabkan awet muda dan menyembuhkan bagi siapa saja yang meminumnya. Air dari petirtaan Candi Belahan tetap mengalir sekalipun Jawa Timur tengah dilanda musim kemarau yang panjang. Air tersebut tetap mengalir dan jatuh ke dalam kolam dengan ukuran 4 x 10 meter di bawahnya.
Candi Semar Jalatunda merupakan bangunan petirtaan kuno yang berada di kawasan kolam suci. Petirtaan ini berada di kaki barat Bukit Bekel, sebuah gunung pendamping yang berada di area Gunung Penanggungan.
Candi Jalatunda berada di Dukuh Balekambang, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, atau sekitar 50 km ke arah selatan dari Surabaya. Petirtaan ini bertuliskan angka 899 saka atau 977 Masehi dan dianggap sebagai petirtaan tertua yang ada di Jawa Timur.
Bangunan pada candi ini berbentuk kolam-kolam indah dengan air yang jernih dan mengalir deras dari lubang saluran air petirtaan. Bangunan ini memiliki panjang 16.8 meter, lebar 13.5 meter dengan kedalaman sekitar 5.2 meter.
Pada Candi Jalatunda terdapat relief dan lempengan logam yang bertuliskan nama Dewi Isna dan Agni. Oleh sebab inilah, candi ini bercorak Hindu. Menurut Bosch, relief cerita yang ada di candi jalatunda memiliki 16 panel.
Panel 1-13 diambil dari kitab Mahabarata sementara panel 14-16 berceritakan dari kitab Khatasarisagara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stuterhim, dulunya pada candi ini terdapat sebuah pancuran yang bentuknya mirip dengan bentuk Gunung Penanggungan yang dikelilingi oleh delapan puncak yang lebih rendah. Delapan buah puncak tersebut memiliki simbol sebagai replika Mahameru.
Sementara itu, menurut sumber lain diceritakan bahwa pendirian candi ini ada hubungannya dengan Raja Airlangga serta ayahnya Raja Udayana. Berdasarkan tulisan jawa kuno yang terdapat pada dinding selatan teras pertama, terdapat kata Udayana namun kata tersebut tidak berdiri sendiri melainkan terdapat kata Margayawati. Kedua kata tersebut terdapat pada sebuah kitab Khatasarisagara yang menceritakan tentang persaingan Raja Udayana dengan ibunya Margayawati di gunung Udayaparwa.
Prasasti Kamalgyan terletak di Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Prasasti ini terbuat dari lempeng batu andesit besar dengan lebar 115 cm, tebal 28 cm dan tinggi 215 cm. Selain terdapat prasasti utama dengan ukuran besar terdapat pula batu kecil di sampingnya. Prasasti ini ditulis menggunakan huruf Jawa kuno.
Prasasti Kamalgyan menceritakan tentang pembangunan sebuah bendungan di Wringin Sapta. Bendungan tersebut dibangun dengan tujuan untuk mengatasi banjir yang kerap terjadi pada beberapa desa maupun tanah perdikan. Bangunan bersejarah ini termasuk prasasti yang masih ada di tempatnya dan dilindungi dengan bangunan joglo berlantai dan beratap.
Prasasti ini merupakan bangunan bersejarah peninggalan Raja Airlangga. Prasasti ini dibangun pada tahun 1042 Masehi atau 963 saka. Nama prasasti ini diambil dari isi prasasti yang menceritakan perintah untuk membangun sebuah pertapaan di Pucangan daerah sekitar Gunung Penanggungan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Tidak seperti prasasti lainnya, Prasasti Pucangan ditulis menggunakan dua bahasa yakni bahasa sansekerta dan Jawa Kuni. Prasasti ini dibuat dengan tujuan untuk menceritakan peristiwa serta silsilah keluarga kerajaan secara runut. Nama prasasti ini dikenal juga dengan nama Calcutta Stone.
Prasasti ini dibangun oleh Raja Airlangga pada tahun 1043 Masehi. Prasasti Pamwatan ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno. Prasasti ini dikenal temukan di sebuah Desa Pamotan, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Sayangnya, situs bersejarah ini hilang pada tahun 2003 karena dicuri.
Prasasti Cane merupakan piagam hadiah dari Raja Airlangga kepada kota madya cane. Prasasti ini ditulis menggunakan huruf Jawa dan memiliki angka tahun 943 saka atau 1021 Masehi. Cane diduga menjadi prasasti pertama masa pemerintahan raja Airlangga jika dilihat dari bagian sambandhanya atau bagian alasan prasasti yang dikeluarkan raja.
Pada prasasti ini diceritakan mengenai permintaan penduduk cane agar mereka diberikan pegangan prasasti yang berisi perintah raja dan tanda kerajaan. Desa Cane diberikan status Sima karena raja Airlangga simpati dengan penduduk Desa Cabe yang berjuang di garis terdepan dan menjadikannya sebagai benteng pertahanan.
Prasasti ini dikeluarkan pada tahun 1032 oleh Raja Airlangga. Prasasti Terep menceritakan mengenai penganugerahan kepada Rakai Pangkaja Dyah Tumambong atas jasanya ketika raja menyingkir dari Watan Mas ke Pakatan.
Dyah Tumambong berdoa dan melakukan puja agar Raja Airlangga mendapatkan kemenangan dalam peperangan. Saat itu, ia berjanji jika doanya dikabulkan dia akan mengajukan sebuah permintaan kepada raja yakni menjadikan Desa Tetep sebagai Sima.
Doa tersebut kemudian dikabulkan dengan menangnya raja Airlangga di dalam Pertempuran. Maka atas kemenangan tersebut, Raja Airlangga mewujudkan keinginan Dyah Tumambong. Selain itu, Dyah Tumambong diberikan gelar Rakai Halu.
Di bawah pemerintahan Raja Airlangga, seni sastra berkembang pesat. Hal ini dikarenakan Raja menyukai seni sastra. Lalu, ia meminta Mpu Kanwa untuk membuat kitab Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabarata. Kitab ini menceritakan tokoh Arjuna yang merupakan kekasih para dewa di kahyangan.
Arjuna berhasil menyelamatkan para kahyangan dengan penghuninya dari ancaman marabahaya. Cerita ini tidak hanya terdapat pada kitab Arjuna Wiwaha saja melainkan juga terdapat pada relief yang dipahatkan di dinding Candi Tegowangi, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.