5 Peninggalan Kerajaan Bima Beserta Gambarnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kerajaan atau Kesultanan Bima merupakan kerajaan Islam yang ada di Bima dan didirikan pada tanggal 7 Februari 1621 Masehi. Kerajaan ini telah berganti Sultan sebanyak 14 orang Sultan yang memerintah. Adapun Sultan pertama dari kerajaan ini adalah La Kai.

Sedangkan Sultan terakhir dari kerajaan ini adalah Sultan Muhammad Salahuddin. Adapun wilayah kerajaannya meliputi Pulau Sumbawa dan Pulau Flores Bagian Barat yakni Wilayah Manggara yang saat ini menjadi 3 kabupaten, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat dan Kabupaten Manggarai Timur.

Kesultanan Bima telah meninggalkan banyak jejak sejarah yang kemudian menjadi situs sejarah yang menarik untuk dipelajari. Situs sejarah tersebut meliputi rumah atau tempat tinggal Sultan, masjid hingga komplek makam para sultan dan pejabat kerajaan.

Semua peninggalan tersebut memiliki kaitan yang erat dengan raja terakhir dari kerajaan ini yakni Sultan Muhammad Salahuddin. Lalu, bagaimana sejarah dari peninggalan kerajaan Bima dan apakah masih bertahan hingga saat ini? Selengkapnya akan dibahas berikut ini.

1. Masjid Sultan Muhammad Salahuddin

Masjid Sultan Muhammad Salahuddin, Peninggalan Kerajaan Bima

Masjid Sultan Muhammad Salahuddin atau yang lebih dikenal dengan Masjid Kesultanan Bima merupakan peninggalan sejarah dari Kesultanan Bima. Masjid ini dibangun pertama kali pada tahun 1770 Masehi oleh Sultan Abdul Kadzim Zilullah Fil Alam atau Sultan Bima ke-VIII.

Pembangunan masjid ini kemudian diteruskan oleh Sultan Abdul Hamid. Pada saat pembangunan yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid, terdapat beberapa perubahan seperti model atap masjid yang berubah menjadi bersusun tiga menyerupai Masjid Kudus.

Masjid ini terletak di Jl Soekarno Hatta, Kampung Sigi, kelurahan Paruga, Kecamatan Rasa Nae Barat, Kota Bima. Nama masjid ini disematkan kepada nama seorang Sultan Bima yang terakhir yakni Muhammad Salahuddin.

Muhammad Salahuddin merupakan Sultan Bima terakhir di kesultanan Bima sebelum wilayah kesultanan menyatu ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada saat itu, masjid ini difungsikan sebagai pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam di kesultanan Bima dan sekitarnya. Selain itu, masjid ini menjadi saksi bisu bagaimana perkembangan dan kemajuan Islam di Bima.

Pada tahun 1943, Masjid Sultan Muhammad Salahuddin, dilakukan pembangunan ulang atas perintah Sultan Muhammad Salahuddin. Pembangunan ulang masjid ini dikarenakan masjid tersebut hancur setelah dibom oleh pesawat milik pasukan sekutu pada perang Dunia ke dua.

Kemudian untuk mengisi kekosongan, masjid Al-Muwahiddin berperan untuk menggantikan fungsi masjid Sultan Muhammad Salahuddin. Masjid ini kemudian dibangun kembali pada tahun 1990 oleh putri Sultan Muhammad Salahuddin yang bernama Siti Maryam.

2. Museum Asi Mbojo

Museum Asi Mbojo, Peninggalan Kerajaan Bima

Museum Asi Mbojo atau Museum Istana Bima merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Bima. Museum ini juga dulunya menjadi tempat tinggal Sultan Ibrahim. Pada tahun 1927-1929, sebelum didirikan Istana Bima Baru, terdapat istana Bima lama atau Asi Mbojo Ma Ntoi.

Istana Asi Mbojo didirikan pada tahun 1888 pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim. Kemudian Istana Asi Mbojo diperbaiki pada tahun 1927 dan ditempati kembali pada tahun 1929. Arsitektur pembangunan dari istana Asi Mbojo menggunakan perpaduan arsitektur dari Bima dan Belanda.

Adapun perancang pada bangunan bersejarah ini adalah Obzicter Raharta yang pada saat itu merupakan seorang tahanan Hindia Belanda dari Ambon.

Istana Asi Mbojo bersebelahan dengan istana Bima baru atau berada di sebelah timur dan masih termasuk dalam kawasan yang sama. Di sebelah selatan Istana Bima Baru terdapat Masjid Muhammad Salahuddin Bima sementara itu sebelah barat adalah alun-alun Sera Suba.

Tata letak pada ketiga bangunan tersebut yakni istana, masjid dan alun-alun melambangkan tiga elemen yang harus bersatu secara utuh, Istana sebagai pemerintahan, masjid sebagai umat Islam dan alun-alun sebagai rakyat.

Ketiga elemen inilah yang kemudian tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Semenjak pendiriannya, istana Bima baru sempat mengalami beberapa kali perubahan fungsi. Perubahan fungsi ini terjadi setelah meninggalnya Sultan Muhammad Salahuddin.

Istana Bima Baru pernah difungsikan menjadi gedung daerah, asrama kompi, kampus sunan giri dan lainnya. Kemudian, pada tahun 1986, istana Bima Baru diusulkan menjadi sebuah museum dengan nama museum Asi Mbojo.

Usulan ini diajukan oleh Bupati Bima yang saat itu menjabat dan akhirnya usulan tersebut diterima. Istana Bima Baru kemudian menjadi sebuah museum yang menyimpan benda-benda bersejarah dari kerajaan Bima.

Di dalam museum terdapat banyak benda-benda bersejarah peninggalan kerajaan Bima seperti ranjang tidur, foto para sultan, mahkota Sultan, lemari, kain, alat-alat rumah tangga, alat-alat ternak, parang berukir “Gunti Rante”, baju adat dan masih banyak lagi.

3. Dana Taraha Mbojo

Dana Taraha Mbojo, Peninggalan Kerajaan Bima

Dana Taraha Mbojo atau Doro Rade Raja Bima merupakan komplek pemakaman raja-raja serta Sultan dari Kesultanan Bima. Nisan-nisan yang ada di komplek pemakaman ini keseluruhannya berjumlah 22 nisan. Bangunan ini memiliki ketinggian sekitar 50 meter dari permukaan air laut.

Sementara itu, lokasinya tidak jauh dari Museum Asi Mbojo atau sekitar 10 menit untuk waktu tempuhnya. Di tempat ini terdapat beberapa makam Sultan yaitu :

  • Sultan Bima pertama yakni Sultan Abdul Kahir
  • Sultan Bima Kedua yakni Sultan Abdul Sirajuddin
  • Sultan Nurdin yang menjabat tahun 1682-1687
  • Sultan Abdul Kahir II putra dari Sultan Muhammad Salahuddin
  • Sultan Bima ke XVI yakni Sultan Ferry Zulkarnain atau yang akrab disapa masyarakat Bima dengan sebutan Dae Ferry.

Selain makam para sultan, terdapat pula makam para petinggi kerajaan seperti Abdul Samad Ompu Lamuni yang merupakan perdana menteri Kesultanan Bima. Tidak hanya itu, ada pula makam para mubaligh yang menyiarkan agama Islam di Bima.

4. Istana Asi Bou

Istana Asi Bou, Peninggalan Kerajaan Bima

Istana Asi Bou merupakan salah satu bangunan bersejarah selanjutnya dari Kesultanan Bima. Bangunan ini didirikan pada tahun 1927 dan berfungsi sebagai tempat tinggal sementara para sultan dan keluarganya. Istana Asi Bou digunakan saat Istana Asi Mbojo dilakukan pembangunan ulang.

Bangunan ini berupa rumah panggung tradisional yang dibuat dari kayu jati yang berasal dari Tololai, Kecamatan Wera. Saat pembangunan Istana Asi Bou, biaya yang dikeluarkan didapatkan dari kas keuangan Kesultanan Bima.

Namun, pembangunan istana Asi Bou tidak sepenuhnya menggunakan uang kesultanan melainkan juga terdapat uang pribadi yang berasal dari Sultan Muhammad Salahuddin.

5. Masjid Al-Muwahiddin

Masjid Al-Muwahidin, Peninggalan Kerajaan Bima

Masjid Al-Muwahiddin merupakan masjid kedua yang dibangun oleh Kesultanan Bima. Masjid ini dibangun pada tahun 1947 pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Salahuddin. Tujuan pembangunan dari masjid ini adalah untuk menggantikan sementara fungsi dari masjid Muhammad Salahuddin yang telah hancur.

Maka dari itu, agar fungsi masjid tersebut tidak hilang, dialihkanlah kegiatannya ke masjid Al-Muwahiddin. Adapun kegiatan yang bisa dilakukan di masjid Al-Muwahiddin selain untuk tempat ibadah adalah untuk sarana dakwah dan studi Islam.

Jika sedang berkunjung ke wilayah Bima, jangan lupa untuk menyambangi peninggalan salah satu kerajaan besar Islam yang ada di Indonesia.

fbWhatsappTwitterLinkedIn