Sejarah

4 Peninggalan Kerajaan Lombok

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Lombok merupakan daerah di Indonesia yang terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya. Di Lombok banyak sekali tempat wisata yang memanjakan mata. Namun, di balik keeksotisannya, ternyata Lombok menyimpan banyak sejarah.

Di daerah ini terdapat banyak benda peninggalan sejarah yang menyimpan banyak peristiwa masa lalu. Hal ini membuat Lombok tidak hanya kaya akan nilai sumber daya melainkan kaya akan sejarah. Berikut ini benda peninggalan sejarah dari kerajaan Lombok.

1. Komplek Makam Selaparang

Komplek makam Selaparang merupakan tempat pemakaman para raja beserta keluarganya dari kerajaan Selaparang yakni kerajaan Islam pertama yang ada di pulau Lombok.

Namun, tidak diketahui makam siapa saja yang ada di komplek makam Selaparang. Terdapat satu makam yang dikenal sebagai makam penghulu Gading atau Ki Gading sosok yang pernah menjadi Perdana Menteri Selaparang.

Pada salah satu makam terdapat inskripsi yang berbunyi La Ilaaha Illallah wa Muhammadrur Rasulullah Maesan gagawean para tiga yang memiliki angka tahun 1142 H atau 1729 Masehi. Komplek makam memiliki denah seperti huruf L dan terdiri dari tiga halaman.

Di mana pada setiap halaman akan dihubungkan dengan sebuah pintu. Komplek makam Selaparang memiliki nisan sebanyak 56 buah. 28 nisan berukir terbuat dari batu Padas dan 28 polos yang terbuat dari batu alam atau andesit.

Berdasarkan letak komplek makam Selaparang, makam ini dibagi menjadi empat bagian yakni sebagai berikut.

  • Kelompok makam yang berada paling selatan atau setelah pintu masuk ada 7 makam. Di mana enam di antaranya terbuat dari batu Padas yang memiliki motif teratai dan satu makam lainnya memiliki nisan yang polos.
  • Kelompok banyak berderet sebanyak 7 buah makan. Di mana lima diantara makam dengan nisan yang memiliki motif hias sulur dan bunga teratai. Makam ini berada di deretan belakang bekas mihrab. Di sebelah timur bangunan dulunya merupakan sebuah masjid makam karena terdapat mihrab.
  • Makam yang berada di tengah-tengah memiliki bentuk yang sederhana. Nisannya terbuat dari batu andesit seperti menhir. Pada bagian ini, sekarang ini, hanya tersisa dua makam.
  • Kelompok makam yang menjorok ke timur merupakan makam perdana menteri Selaparang yang biasa dikenal dengan nama Penghulu Gading atau Ki Gading. Pada bagian ini, susunan makam lebih tinggi dari pada makam lain dan ukuran nisan pun jauh lebih besar. Pada nisan terdapat inskripsi dengan huruf Arab gaya Kudu dan huruf peralihan Jawa Kuno ke huruf Bali. Jika ditransletkan maka tulisan itu berbunyi Laa Ilaha Illallah wa Muhammadur Rasulullah Maesan gagawean parayuga yang berarti memiliki angka tahun 1142 hijriah.

2. Masjid Pusaka Selaparang

Masjid Pusaka Selaparang merupakan masjid yang berada di daerah Selaparang, Lombok. Di dalam masjid ini terdapat sebuah batu yang ditutupi dengan kaca. Konon batu tersebut berasal dari Baghdad, Iraq.

Di depan masjid Pusaka Selaparang terdapat pula sebuah bangunan yang memiliki ukuran sekitar 5 x 7 meter persegi. Masyarakat sekitar menyebut bangunan tersebut dengan Gedeng Pusaka. Gedeng Pusaka adalah tempat menyimpan benda-benda pusaka.

Di dalam gedeng pusaka terdapat sebuah Al-Qur’an yang ditulis tangan. Selain itu, ada pula, keris, perisai, sabuk beli, dan peralatan perang kerajaan.

3. Masjid Pusaka Songak

Masjid Pusaka Songak merupakan masjid tua yang ada di desa Songak, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Masjid dulunya memiliki nama masjid Sangak Pati atau Sembilan Wali. Namun untuk mencegah adanya kemusyrikan, maka nama masjid ini diganti menjadi Masjid Al-Falah.

Hanya saja, masjid ini lebih dikenal dengan nama Masjid Pusaka. Masjid Pusaka Songak telah menjadi cagar budaya yang dilindungi pemerintah. Desa Songak. Sendiri merupakan desa yang masyarakat musimnya begitu menjunjung tinggi ajaran Islam dalam kehidupan.

Masjid Pusaka Songak, dibangun sekitar tahun 1309. Konon, tempat masjid ini dibangun merupakan tempat bertemunya para wali sehingga nama masjid ini terdapat unsur walinya. Dulunya, desa Songak merupakan kota hantu karena tak berpenghuni. Kota ini ditinggalkan penduduknya yang tidak betah karena dianggap sebagai masyarakat leak.

Barulah pada tahun 1299, desa ini kedatangan beberapa orang sehingga membuat desa ini menjadi berpenghuni. Setelah beberapa tahun kemudian, masyarakat luar mengetahui keberadaan orang-orang yang menempati desa dan masyarakat kembali mengisi desa tersebut.

Masjid Pusaka Songak atapnya dibangun dengan menggunakan daun alang-alang. Tradisi ini tetap dipertahankan hingga saat ini. Kemudian pada tahun 1499, atap masjid dilakukan perbaikan untuk pertama kalinya.

Mulai dari situ, setiap 25 tahun sekali atap masjid dilakukan perbaikan. Pada tahun 1719, saat Anak Agung dari Kerajaan Kurang Asem, Bali, menguasai Songak, masjid ini menjadi sepi. Kegiatan keagamaan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Bahkan terjadi pergantian penyebutan nama menjadi Bale Bleq atau tempat pertemuan Banjar. Kejadian ini berlangsung sampai abad ke-18. Setelah pergantian penguasa, barulah masjid ini kembali ramai dengan aktivitas keagamaan.

Sekitar tahun 1897-1899, masjid Pusaka Songak mulai dilengkapi dengan kolam pada bagian halaman. Kolam di sebelah kiri untuk jamaah perempuan sedangkan kolam sebelah kanan untuk jamaah laki-laki. Pembangunan kolam tersebut bersamaan sngan pembangunan jembatan.

Pada saat itu terjadi renovasi masjid pusaka songak. Di mana bahan bangunan masjid mulai menggunakan semen namun tetap mempertahankan bentuk asli bangunan. Kemudian, renovasi masjid selanjutnya dilakukan pada tahun 1920-an saat desa Songak kedatangan guru agama dari Darmaji.

Ia mengajak penduduk sekitar untuk menjalankan kembali syariat agama Islam. Akhirnya, umat muslim setempat kembali ramai untuk mengerjakan shalat jama’ah di masjid Pusaka Songak.

Pada masa itu pula dilakukan pergantian dinding masjid dengan menggunakan cetakan dari bata mengahy yang memiliki ukuran 60 x 80 cm. Pengerjaan tembok bangunan masjid dikepalai oleh pejabat setempat beserta Tian Guru dari Lipan. Kemudian, kepengurusan masjid diserahkan kepada penghulu desa atau Papuq Candra yang lebih dikenal Dengan nama Papuq Penghulu.

Pada tahun 1962, di Desa Songak dibangun sebuah masjid baru yang bernama Masjid Al-Mujahidin. Setelah adanya pembangunan masjid baru kemudian shalat Jum’at berjamaah dilakukan secara bergiliran di dua masjid yakni Masjid Pusaka Songak dan Masjid Al-Mujahidin.

Sepanjang tahun 1975 sampai 1987, masjid Singal mengalami perluasan dan penambahan bangunan hingga menutupi bangunan utama masjid. Penambahan bangunan ditinggikan lantainya dengan bangunan aslinya sehingga seolah menutupi bangunan asli masjid.

Kemudian pada tahun 1999, bangunan masjid dikembalikan ke bentuk semula. Masyarakat bergotong royong menggali timbunan tanah yang mengelilingi pondasi bangunan. Kemudian, tembok bangunan asli yang sempat dirobohkan dibangun kembali seperti sedia kala. Setelah pembangunan ulang, masjid yang memiliki ukuran 9 x 9 meter ini kembali kokoh sama dengan bentuk aslinya.

Masjid Pusaka Songak terkenal dengan tradisi yang dilakukan sejak zaman dahulu. Dulux saat akan berangkat perang, mereka akan berkumpul di masjid dan melakukan doa bersama yang dipimpin oleh pemimpin perang.

Kemudian setelah berdoa barulah mereka pergi ke medan perang. Tradisi ini dinamakan dengan tradisi mangkat. Selain itu, ada pula tradisi tahunan pengesahan Ki Sanga Pati atau yang dikenal dengan Minyak Songak.

Tradisi ini bisanya dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul awal sebagai untuk memperingati maulid nabi Muhammad. Adapula tradisi ritual Bubur Putiq yang dilakukan ada tanggal 5 atau 10 Muharram. Kemudian setiap bulan Safar tradisi ini dilanjutkan dengan ritual Mulut Adat.

Hampir setiap bulan, masjid ini ramai dengan berbagai ritual tradisi. Hanya saja pada bulan suwung masjid ini sepi aktivitas kecuali shalat lima waktu dan sholat Jum’at.

4. Makam Keramat Songak

Makam Keramat Songak merupakan salah satu tempat yang dikeramatkan masyarakat Songak. Keberadaan masjid ini tidak lepas dari adanya masjid tua yang ada di desa ini. Masjid ini merupakan tempat terakhir dari kisah perjalanan hidup seorang hamba menuju tempat selanjutnya. Keberadaan makam keramat tidak dapat dipisahkan dengan majsid pusaka Songak.

Konon dahulunya, di tempat inilah para wali melakukan semedi baik secara sendiri maupun bersamanya. Menurut beberapa sumber, dulunya para wali datang melalui tempat ini dan meninggalkan desa Songak pula melalui tempat ini.

Jadi, dapat diistilahkan bahwa tempat ini adalah gerbang kedatangan dan perpisahan para wali di desa Songak. Sehingga, beberapa orang menganggap bahwa tempat ini menjadi tempat yang makbul untuk dikabulkannya doa.

Menurut versi lain, tempat ini merupakan tempat moksinya Dewi Singa Mong Mertha Tilar Negari. Oleh sang Paman yakni Patih Kuntala diletakkan di tempat ini bersama dengan suaminya yakni Raden Mas Pangeran Komala Jagat atau yang dikenal dengan Abdul Razak Tas’at.

Raden Mas Pangeran Komala Jagat pernah berguru kepada Ki Sanga Lagi mengenai ilmu agama maupun ilmu-ilmu lainnya. Sehingga, ia diyakini sebagai salah seorang wali yang menyebarkan perjuangan Ki Sanga Pati ke daerah Jawa.