Palu merupakan sebua kota dan ibu kota dari Provinsi Sulawesi Tengah. Palu ini terletak berbatasan dengan Kabupaten Donggala di bagian barat, sementara di bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Sigi, dan bagian timur dengan Kabupaten Parigi. Berdasarkan data BPS, kota Palu memiliki penduduk yang berjumlah sekitar 372.113 jiwa dengan kepadatannya 942 jiwa/km persegi.
Kota yang dikenal sebagai kota lima dimensi yang terdiri atas lembah, lautan, sungai, pegunungan dan teluk ini membuat sejarah baru bagi Indonesia karena telah terjadi gempa bumi yang menggemparkan. Pada Jumat, 28 September 2018 lalu gempa bumi terjadi di kawasan Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. sutopo selaku Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan bahwa gempa pertama kali mengguncang Donggala sekitar pukul 14.00 WIB dengan kekuatan magnitudo 6,0 skala ritcher dan kedalaman 10 km.
Gempa bumi yang terjadi terlah memakan banyak korban mulai dari 1 orang meninggal dunia, 10 orang luka-luka hingga puluhan rumah menjadi hancur dan rusak di kawasan Kecamatan Singaraja, Kabupaten Donggala. Selang beberapa jam, gempa bumi terjadi kembali sekitar pukul 17.02 WIB dengan kekuatan magnitudo yang lebih besar yakni 7,4 dengan kedalaman yang sama di Jalur Sesar Palu Koro.
Gempa tersebut tergolong gempa yang dangkal dan dapat berpotensi tsunami. Kemudian lima menit pasca gempa BMKG menyampaikan peringatan dini tsunami, dengan status siaga pada tinggi tsunami sekitar 0,5-3 meter berasal dari pantai barat Donggala. Sementara status waspada dengan ketinggian tsunami 0,5 meter di Kota Palu bagian barat. Tsunami benar-benar terjadi pada pukul 17.22 WIB dengan ketinggian mencapai 6 meter. Sehingga tercatat setidaknya terdapat 13 gempa dengan kekuatan magnitudo lebih dari 5 sejak pukul 14.00 – 21.26 WIB. Dan korban sebanyak 384 meninggal dunia, 29 hilang dan 540 luka berat.
Penyebab Terjadinya Gempa Palu
Berdasarkan analisis yang dilakukan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan bahwa gempa yang terjadi dipicu oleh adanya aktivitas sesar Palu-Kato. Hal itu didasarkan pada posisi dan kedalaman dari pusat gempa bumi. Sementara kawasan terdekat dari pusat gempa bumi seperti Kabupaten Donggala disusun oleh batuan-batuan berumur pra-tersier, tersier dan kuarter. Di maan sebagaian batu telah mengalami pelamukan. Endapat kuarter tersebut lah yang pada umumnya bersifat lepas, urai, lunak, belum kompak dan dapat memperkuat efek guncangan gempa bumi.
Selain itu, penyebab lainnya adalah jalur sesar Palu Koro yang dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan struktur sesarnya mendatar miring. Apalagi gempa yang terjadi adalah gempa yang tergolong dangkal. Sehingga menimbulkan kerusakan yang besar karena nilai percepatan gerakan tanah masih cukup tinggi di permukaan.
Cara Menanggulangi Gempa Palu
Setelah terjadinya gempa bumi, Pemerintah bersama dengan TNI, Polri dan lembaga daerah setempat melakukan penanganan gempa dan tsunami Palu yaitu dengan mengutamakan enam penanganan prioritas. Adapun enam penanganan prioritas tersebut sebagai berikut:
- Melanjutkan kegiatan evekuasi, pencarian dan penyelamatan korban. Dalam kegiatan tersebut tentu memerlukan banyak alat berat untuk proses evakuasi dan pencarian. Sebab banyak korban yang diduga tertimpa reruntuhan bangunan maupun tertimbun lumpur.
- Melakukan pemakaman jenazah secara massal karena tiga hari setelah gempa korban yang meninggal dunia sudah mengeluarkan bau.
- Mempercepat pemulihan jaringan listrik.
- Mempercepat penyediaan bahan bakar minyak terutama genset rumah sakit dan operator seluler.
- Melakukan distribusi logistik dan makanan.
- Percepatan jaringan komunikasi.