Pertempuran Batavia: Latar Belakang – Kronologi dan Dampaknya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Batavia atau saat ini yang bernama Kota Jakarta adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki masa kelam paling bersejarah. Selain Bandung, Batavia inilah yang dahulunya menjadi pusat penjajahan oleh pemerintahan Belanda dan Jepang.

Masih berkaitan dengan zaman penjajahan, Batavia atau Jakarta ternyata memiliki peristiwa besar dan bersejarah lainnya yaitu Pertempuran Batavia. Untuk memahaminya lebih lanjut, berikut ini penjelasan selengkapnya mengenai pengertian, latar belakang, tokoh hingga dampak adanya pertempuran Batavia.

Pengertian Pertempuran Batavia

Pertempuran Batavia atau juga disebut dengan penyerbuan di Batavia merupakan serangan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari Kesultanan Mataram ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Ketika itu, Batavia masih menjadi pusat VOC (pusat persekutuan dagang Belanda) di Kepulauan nusantara.

Sehingga pertempuran Batavia ini dilakukan dengan tujuan untuk mengusir VOC dari Pulau Jawa. Tepat pada 29 Agustus 1628, Kesultanan Mataram melemparkan serangan pertamanya ke Batavia. Akan tetapi serangan pertama tersebut tidak berhasil karena pasukan VOC dengan berjumlah 120 orang yang dipimpin oleh mampu menghalaunya.

Akhirnya, Mataram kembali melaksanakan serangan kedua kepada Batavia pada Mei 1629. Namun lagi-lagi serangan tersebut gagal untuk menaklukkan Batavia. Alhasil, VOC berhasil memperluas pengaruhnya dengan menguasai dataran tinggi Priangan dan beberapa Pelabuhan pantai utara Mataram seperti Kendal, Tegal, dan Semarang.

Latar Belakang Pertempuran Batavia

Latar belakang terjadinya pertempuran Batavia ini diawali ketika Mataram menjalin hubungan dengan VOC pada tahhun 1961. Saat itu, VOC mengirimkan duta besarnya untuk mengajak Raja Kesultanan Mataram yakni Sultan Agung supaya ia mengizinkan VOC untuk mendirikan loji-loji perdagangan di pantai utara Mataram.

Akan tetapi, permintaan izin tersebut ditolak mentah-mentah oleh Sultan Agung. Pasalnya, jika seandainya ia memberikan izin, maka keadaan ekonomi di pantai utara tersebut akan dikuasai oleh VOC. Dari penolakan Sultan Agung tersebut akhirnya membuat hubungan keduanya menjadi merenggang.

Beberapa tahun berlalu, pada tahun 1969 VOC berhasil merebut Jayakarta yang kemudian mengganti namanya menjadi Batavia dari Kesultanan Banten. Keberhasilannya itu markas VOC dipindahkan ke Batavia.

Menyadari Batavia dikuasai oleh VOC, akhirnya Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingannya untuk menghadapi Surabaya dan Kesultanan Banten. Rencananya tersebut pun berhasil. Mataram berhasil menguasai Surabaya.

Namun untuk menyerang Banten, Kesultanan Mataram harus mengatasi Batavia terlebih dahulu. Sehingga sekitar April 1628, Kyai Rangga yang merupakan Bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan penawaran damai kepada VOC tersebut.

Sayangnya, tawaran damai itu ditolak. Sehingga Sultan Agung dari Kesultanan Mataram memilih untuk menyerang Batavia.

Tokoh dalam Pertempuran Batavia

Adapun tokoh yang terlibat dalam pertempuran Batavia antara lain:

  • Sultan Agung, pemimpin dari pihak Mataram.
  • Jan Pieterszoon Coen, pemimpin dari pihak Belanda.
  • Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja, dua prajurit yang memimpin pada serangan pertama Mataram ke Batavia.
  • Sunda Dipati Ukur dan Adipati Juminah, dua prajurt yang memimpin pada serangan kedua.
  • Kyai Rangga, Bupati Tegal yang bertugas menyampaikan penawaran damai.

Kronologi Pertempuran Batavia

22 Agustus hingga 3 Desember 1968

Tepat pada 25 Agustus 1628, garda Angkatan laut pimpinan Sultan Agung tiba di Batavia. Mereka membawa pembekalan dalam jumlah besar mulai dari 150 ekor sapi, 5900 karung gula, 26600 kelapa hingga 12000 karung beras.

Awal kedatangannya, mereka mangaku ingin berdagang di Batavia. Akan tetapi, melihat ukuran kapal mereka yang besar kemudian membuat pihak Belanda curiga. Setelah Belanda mengizinkan Mataram untuk mengirimkan sapi dengan hanya satu kapal, namun ternyata pihak Mataram malah datang lagi tiga kapal Mataram.

Saat itu, mereka mengklaim keberadaannya untuk meminta izin perdagang dengan Malaka. Hal ini semakin dicurigai oleh Belanda dengan peningkatan jumlah kapal secara mendadak ke Batavia. Hingga akhirnya mereka mengirim 20 kapal.

Pada 28 Agustus, bertambah lagi sebanyak 27 kapal Mataram yang memasuki teluk dengan berlabuh cukup jauh dari Batavia. Sementara dari arah selatan Batavia, pasukan mataram datang berjumlah 1000 orang. Keesokan harinya yakni 29 Agustus, Mataram melemparkan serangan pertamanya ke Batavia.

Serangan mereka tertuju pada Benteng Hollandia yang letanya berada di Tenggara Kota Batavia. Akan tetapi serangan itu gagal. Kemudian dua bulan kemudian, tentara Mataram tiba di Batavia dengan pasukan berjumlah 10.000 pasukan.

Mereka memblokade seluruh jalan dari arah selatan dan barat kota, bahkan membendung Sungai Ciliwung untuk membatasi pasokan air VOC. Namun serangan tersebut tetap gagal, bahkan pihak Mataram merugi besar.

Dari kegagalannya tersebut, kemudian Sultan Agung mengirim algojo untuk menghukum dua prajuritnya yakni Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja pada 2 Desember 1968. Pada hari esok, Belanda menemukan 744 mayat anak buah Mataram tanpa kepala dan melihat Mataram sudah meninggalkan Batavia.

Mei hingga September 1629

Setelah gagal di serangan pertama, akhirnya Sultan Agung menemukan penyebab kekalahan Mataram yakni terletak pada logistic di mana jaraknya yang sangat jauh sekitar 300 mil. Dengan mengerahkan misi petani Jawa, kemudian banyak orang Jawa yang menduduki Batavia. Pada Mei 1629, Mataram siap melakukan serangan kedua.

Serangan kedua ini terdiri dari dua kekuatan yakni Tentara Sunda Dipati Ukur dan Tentara Adipati Juminah. Pasukan yang dikerahkan sebanyak 20.000 orang. Mereka membuat rencana awal di mana Ukir menunggu pasukan utama bertemu dengannya di Pringan, lalu berangkat bersama di Bulan Juni.

Akan tetapi, karena kurangnya persediaan akhirnyya membuat Ukir memutuskan untuk menyerang Batavia terlebih dahulu. Setelah Jumina tiba di Priangan, ia marah terhadap Ukir yang lakukan. Setelah melakukan penyerangan, Ukir kemudian berniat untuk mundur.

Akan tetapi ia teringat atas apa yang terjadi pada dua tantara sebelumnya. Apalagi, Sultan Agung paling tidak menyukai adanya kegagalan. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertahan.

Mereka mengepung Batavia dengan cara mencemari Sungai Ciliwung, sehingga menimbulkan wabah kolera yang tersebar di Batavia. Dari penyerangan tersebut mengakibatkan Jan Pieterszoon Coen selaku pemimpin VOC meninggal pada 21 September 1629.

Namun karena adanya masalah internal diantara komandan mereka, penyakit dan kekurangan pembekalan, akhirnya pasukan Kesultanan Mataram terpaksa mundur. Akhirnya mereka gagal kembali menaklukkan Batavia.

Dampak Pertempuran Batavia

Dari peristiwa tersebut tentunya menghasilkan dampak besar bagi Belanda. Hal ini dimana Belanda berhasil mempertahankan kekuasaannya di Pulau Jawa. Tidak hanya itu, dari kegagalan Batavia ini akhirnya membuat Sultan Agung mengalihkan ambisinya ke arah timur dengan menguasai Blitar, Panarukan, serta Blambangan di Jawa Timur.

Selain itu, dari sikap disiplin Sultan Agung pada kegagalan menyebabkan sejumlah besar pasukan Jawa menolak untuk kembali ke Mataram. Bahkan banyak dari mereka menikahi wanita lokal dan menetap di Jawa. Dampak bagi VOC yaitu merka memperluas lagi kekuasaannya dengan mengakuisisi dataran tinggi Priangan dan Pelabuhan Pantai Utara Mataram.

Kesimpulan

Pertempuran Batavia merupakan salah satu pertempuran terbesar yang terjadi di Indonesia khususnya Batavia. Pertempuran ini melibatkan Mataram dan VOC di Batavia.

Terdapat dua serangan yang terjadi, di mana pada serangan pertama Mataram gagal dalam menaklukkan Batavia. Begitupun dengan serangan yang kedua.

Alhasil, pertempuran Batavia ini berakhir dengan pernyataan mundur dari pihak Mataram. Kemudian adanya perluasan wilayah oleh Belanda.

fbWhatsappTwitterLinkedIn