Daftar isi
Prasasti adalah sebuah dokumen yang ditulis di atas permukaan benda keras yang sekiranya dapat bertahan lama, Dokumen ini biasanya merujuk kepada peninggalan masa lalu dan memiliki nilai sejarah. Salah satu prasasti yang pernah ditemukan di Indonesia adalah prasasti Tugu yang merupakan peninggalan dari kerajaan Tarumanegara yakni kerajaan Hindu-Buddha yang pernah berkuasa di Jawa Barat atau lebih tepatnya di dekat Sungai Citarum.
Seperti apa penhertian, sejarah penemuan, isi dan maknanya akan dijelaskan dalam ulasan di bawah ini.
Prasasti Tugu adalah jejak kerajaan Tarumanegara yang paling panjang diantara prasasti-prasasti lainnya. Panjangnya yakni sekitar 1 meter dengan bentuknya yang membulat lonjong atau oval seperti bentuk telur.
Bahan yang digunakan untuk membuat prasasti Tugu adalah material batu andesit. Pada prasasti ini ditemukan 5 baris pesan yang dipahat. Tulisan tersebut menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta. Tulisan-tulisan tersebut diukir melingkar sesuai dengan pembukaan prasastinya.
Tak hanya berisikan tulisan, prasasti ini juga dihiasi dengan ukiran berbentuk tongkat memanjang seperti batang atau tongkat dan pada bagian ujungnya berbentuk trisula. Ukiran tongkat ini digunakan untuk membatasi setiap baris.
Prasasti Tugu ditemukan pada tanggal 4 Maret 1879 oleh pemerintah Hindia Belanda pada saat itu. Prasasti ini ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu atau sekarang adalah Tugu Selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara.
Penemuan ini kemudian dilaporkan untuk pertama kali di Notulen Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Setelah penemuan ini pemerintah Hindia Belanda segera membahas prasasti ini. JA. van der Chijs kemudian mengusulkan agar prasasti ini disimpan dan dijaga di Museum Nasional. Pemindahan tersebut dilakukan pada tahun 1911.
Pada saat pertama kali ditemukan hampir seluruh bagian dari prasasti Tugu terkubur di dalam tanah. Hanya 10 cm bagian saja yakni bagian puncaknya yang muncul dan terlihat dari permukaan.
Prasasti Tugu mengandung pesan yang ditulis dalam 5 baris dengan menggunakan aksara Pallawa dan Bahasa Sansekerta dan berbentuk sloka dengan Anustubh meter. Sayangnya prasasti ini tidak menuliskan tanggal maupun tahun pembuatannya. Namun setelah diteliti batu ini bertangga abad ke-5 Masehi.
Karena aksara yang digunakan pada batu prasasti ini adalah huruf pallawa yang berasal dari India maka isi tulisan tersebut harus ditranskrip dan diterjemahkan terlebih dahulu. Orang yang berhasil membuat transkrip prasasti Tugu adalah Johan Hendrik Caspar Kern atau disingkat H. Kern yakni seorang orientalis dan ahli bahasa Sansekerta berkebangsaan Belanda.
Kern berhasil mentranskripsikan prasasti ini pada tahun 1885, 1910, 1911. Selanjutnya isi teks tersebut diterjemahkan, dibahas dan ditafsirkan oleh ahli sejarah dari Belanda yaitu Nicolaas Johannes Krom pada tahun 1926 dan 19321.
Tokoh lain juga turut menafsirkan prasasti ini seperti ahli Indologi Frederik David Kan Bosch pada tahun 1951 dan 1961, pakar sastra Jawa Kuno Poerbatjaraka pada tahun 1952, sera J. Noorduyn bersama dengan H. Th. Verstappen pada tahun 1972.
Adapun isi teks yang tertulis dalam prasasti Tugu adalah sebagai berikut.
pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau//
pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana//
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka//
pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//
Setelah diterjemahkan oleh beberapa ahli maka artinya adalah sebagai berikut.
“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memiliki lengan kencang serta kuat yakni Purnawarman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termasyur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnawarman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) dia pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnawarman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paro terang bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”
Inti dari makna yang terkandung dalam prasasti ini adalah sebagai berikut.
Selain itu juga penggalian sungai ini untuk menghindari bencana banjir yang kerap melanda ketika musim hujan tiba. Kedua Sungai tersebut digali dan dihubungkan ke laut.