Kali ini kita akan membahas mengenai cerita sage, mulai dari pengertiannya, ciri-cirinya, beserta contohnya di Indonesia. SImak pembahasan berikut.
Pengertian Sage
Sage merupakan salah satu jenis cerita rakyat yang isinya menceritakan tentang peristiwa sejarah yang telah bercampur dengan imajinasi atau fantasi masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sage merupakan cerita rakyat berdasarkan cerita sejarah yang sudah ditambah imajinasi masyarakat.
Sama seperti jenis cerita lisan lainnya, sage juga termasuk sastra lisan yang penyebarkannya secara lisan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Sage merupakan cerita yang mengandung unsur-unsur sejarah tetapi juga mengandung unsur keajaiban dan kesaktian. Sage disebut juga dongeng sejarah karena mengandung sebuah peristiwa sejarah.
Peristiwa sejarah merupakan sebuah peristiwa yang memiliki nilai-nilai sejarah. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa penting bagi masyarakat dan terjadi hanya satu kali dan tidak akan terjadi lagi dengan bentuk yang sama persis, seperti pelakunya, waktunya, dan tempat terjadinya.
Ciri-ciri Sage
Sage memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Cerita yang disajikan mengandung peristiwa sejarah yang terjadi di masa lampau
- Cerita yang disajikan mengandung unsur kepahlawanan, keberanian, dan kesaktian para tokohnya
- Mengandung pesan moral yang dapat dipetik oleh para pembacanya.
- Penyebarannya bersifat lisan dari mulut ke mulut
- bersifat anonim atau tidak diketahui siapa pengarangnya
- bersifat kolektif atau merupakan milik bersama anggota penganutnya atau yang memepercayainya
- Tiap cerita sage memiliki kesamaan tema yang disajikan.
- Sebagian besar mendung latar di kerajaan atau istana.
Contoh Sage di Indonesia
- Cerita Malin Kundang
- Cerita Roro Jongrang
- Cerita Sangkurian (Gunung Tangkuban Perahu)
- Cerita Hikayat Hang Tuah
- Cerita Ciung Wanara
- Cerita Syariah Melayung
- Cerita Jaka Tingkir
- Cerita Ramayana
Sangkuriang
Dahulu kala, sepasang dewa dan dewi dikutuk menjadi hewan di bumi. Sang dewi menjadi babi hutan dan sang dewa menjadi anjing bernama Tumang. Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara memiliki putri cantik bernama Dayang Wulan dengan babi hutan titisan sang dewi tanpa mengetahui bahwa anak yang ditemukannya di hutan itu adalah anak kandungnya. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis cantik dan diperebutkan oleh banyak raja dan pangeran. Akibat peperangan karena dirinya, Dayang Sumbi mengasingkan diri dengan si Tumang. Ketika sedang menenun kain, temporong yang digunakan untuk bertenun jatuh. Karena malas, Dayang Sumbi berjanji jika yang mengambilkan temporong itu laki-laki maka akan dijadikannya suami, dan jika yang mengambilkan seorang perempuan akan dijadikannya saudari. Dan ternyata, si Tumang yang mengambilkan temporang tersebut. Dayang SUmbi pun menikahi si Tumang.
Dayang Sumbi kemudian melahirkan seorang putera yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tidak pernah tahu bahwa ayahnya adalah seekor anjing titisan dewa yang bernama Tumang. Pada suatu hari, Dayang Sumbi ingin memakan hati menjangan (rusa). Sangkurian berburu ditemani Tumang. Tumang diperintahkannya untuk mengejar hewan buruannya yang ternyata adalah babi hutan titisan sang dewi. Tumang tidak mau menuruti perintah tersebut. Dibunuhnya lah Tumang dengan anak panah. Diambilnya lah hati si Tumang.
Hati Tumang diberikan kepada Dayang Sumbi dan dimakanlah hati tersebut. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa hati yang dimakannya adalah hati suaminya sendiri ia marah besar dan tidak sengaja memukul kepala Sangkurian dengan sendok nasi yang sedang dipegangnya. Oleh karena itu, Sangkuriang terluka di kepalanya dan pergi mengembara. Dayang Sumbi yang merasa menyesal selalu berdoa dan bertapa dan hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah sehingga tetap cantik dan muda.
Setelah dewasa, Sangkuriang kembali ke tanah airnya, dan melihat gadis cantik yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Ia pun kemudian melamar Dayang Sumbi dan diterima oleh Dayang Sumbi.
Suatu hari, ketika Sangkuriang bersandar di Dayang Sumbi dan Dayang Sumbi menyisir rambut Sangkuriang, betapa terkejutnya Dayang Sumbi melihat luka yang mirip dengan luka anaknya di kepala Sangkuriang. Dayang Sumbi kemudian mencoba mencari segala alasan untuk menggagalkan pinangan Sangkurang. Dayang Sumbi kemudian mengjaukan syarat kepada Sangkuriang. Sangkuriang harus membuat perahu dan telaga dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum.
Sangkuriang menyanggupinya dan bertapa. Dengan kesaktiannya Sangkuriang meminta bantuan guriang (makhluk halus). Dayang Sumbi kemudian mencari cara untuk menggagalkan pekerjaan Sangkurian. Dayang Sumbi memerintahkan seluruh pasukannya untuk menggelar kain putih hasil tenunannya di sebelah timur kota agar kain tersebut tampak bercahaya seperti fajar yang mulai terbit. Ia juga berulang-ulang memukulkan alu ke lesung, seolah-olah sedang menumbuk padi.
Para makhluk halus ketakutan karena mengira hari sudah pagi, mereka menghilang dan pergi. Bendungan pun tidak terselesaikan dan Sangkurian gagal memenuhi syarat dari Dayang Sumbi. Snagkuriang marah dan menendang perahu buatannya dan menjadi Gunung Tangkuban Perahu. Dijebolnya bendungan, lubang tembusan air Citarum dikenal sebagai Sanghyang Tikoro. Air Tlaga menjadi surut dan menjadi lokasi Kota Bandung. Sumbat aliran Citarum menjadi Gunung Manglayang.