Sejarah

Sejarah Kerajaan Landak : Pendiri, Raja-raja dan Keruntuhan

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kerajaan Ismahayana Landak merupakan kerajaan yang bertempat di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Kerajaan ini memiliki sejarah yang cukup panjang mengingat kerajaan ini terbagi menjadi dua fase yakni fase Hindu dan Islam. Selain itu, kerajaan ini juga kerap berganti ibu kota kerajaan. Sayangnya, sumber sejarah pada kerajaan ini masih terbatas.

Namun, dengan adanya beberapa peninggalan kerajaan menjadi bukti sejarah yang memperkuat keberadaan kerajaan Landak. Selain itu, ditambah pula dengan buku yang berjudul Indoek Lontar Keradjaan Landak karangan Gusti Soeloeng Lelanang yang merupakan raja ke-19 semakin menjadi bukti yang memadai untuk mengungkapkan keberadaan kerajaan Landak.

Wilayah kekuasaan kerajaan Landak mencakup seluruh kabupaten Landak. Pada masa 3 periode awal kerajaan, wilayah yang dikuasai kerajaan Landak meliputi daerah sepanjang sungai landak dan sungai kecil di sekitarnya.

Namun, dalam perkembangannya wilayah kekuasaan kerajaan semakin meluas bahkan hingga daerah di pedalaman. Kerajaan Landak bertempat di bantaran sungai. Pemilihan lokasi ini dikarenakan di sepanjang sungai yang ditempati kerajaan memiliki potensi kekayaan alam yang luar biasa terlebih intan dan emasnya.

Konon, intan terbesar yang pernah dimiliki oleh Kerajaan Landak ini memiliki berat 367 karat dan bernama Palladium Intan Kubi. Namun, setelah adanya penemuan intan tersebut diberi nama Intan Danau Raja.

Intan ini ditemukan oleh Raden Nata Tua Pangeran Sanca Kusuma Tua yang merupakan Raja Landak ke-19 yang saat itu memiliki ibu kota di Bandong. Keberadaan intan ini menimbulkan perselisihan dengan kerajaan sebelah yakni kerajaan Sukadana.

Kerajaan Landak tidak pernah menutup diri sekalipun berada di bantaran sungai. Ia justru menjalin hubungan kerja sama dengan kerajaan kerajaan lain yang ada di sekitarnya. Kerja sama yang dibangun ini bersifat kekerabatan. Contohnya seperti kerja sama dengan Kesultanan Sambas Alwazikhubillah, Kerajaan Mempawah Amantubillah, Kerajaan Matan, Kerajaan Tayan dan Kerajaan Sanggau.

Terdapat cerita dari seorang raja Landak ke VII yakni yang memiliki gelar Sang Nata Raja Pali VII. Ia pernah bermimpi jatuh cinta kepada seorang gadis. Kemudian, ia meminta prajurit untuk mencari keberadaan gadis yang ada di mimpinya tersebut.

Setelah sekian lama mencari, pencarian yang dilakukan para prajurit kerajaan membuahkan hasil. Gadis yang berada di dalam mimpinya itu adalah Dara Itam. Sosok gadis yang berasal dari Desa Salimpat dan terkenal dengan pengobatannya. Ia menolak ajakan Raja Pali VII karena sudah memiliki kekasih.

Dara itam memiliki seorang kekasih yang bernama Ria Sinir. Dengan melakukan berbagai macam cara, akhirnya Dara itam berhasil dipersunting oleh Raja Pali VII. Namun, setelah itu, di luar kerajaan, sedang terjadi kekacauan. Kekacauan ini disebabkan oleh orang Banjer Masin yang membunuh para penduduk landak. Pembunuhan ini diduga karena sebuah tradisi yang di mana kepala penduduk landak yang sudah terbunuh akan dijadikan ritual.

Mendengar kabar tersebut, Raja Pali VII marah. Ia mengadakan sebuah sayembara, barang siapa yang berhasil membunuh dan membawa kepala pengacau tersebut, maka raja akan memenuhi permintaannya.

Kemudian, Ria Sinir lah yang tak lain merupakan kekasih istrinya, dapat memenangkan sayembara tersebut. Saat itu, Ria Sinir meminta imbalan dikembalikannya pujaan hatinya yakni Dara Itam. Dengan berat hati, Raja mengabulkan permintaan Ria Sinir. Ia mengembalikan istrinya kepada Ria Sinir.

Namun, saat Dara Itam dikembalikan rupanya ia tengah mengandung anak raja. Tak lama kemudian, ia melahirkan seorang bayi laki-laki bernama Raden Ismahayana. Setelah dewasa, ia diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya.

Ia memiliki gelar Raja Dipati Karang Tanjung Tua. Pada masa pemerintahannya inilah Islam masuk dan berkembang di kerajaan Landak. Baru setelah Islam masuk, ia mendapatkan gelar baru yakni Raja Abdul Kahar.

Setelah pergantian fase kerajaan, ia juga memindahkan ibu kota kerajaan ke kaki bukit yang langsung berhadapan dengan Sungai Menyuke. Lokasi ibu kota kerajaan ini dikenal dengan nama Mungguk Ayu.

Sayangnya, setelah pemindahan ibu kota kerajaan terjadi perselisihan dengan kerajaan Sukadana. Hal ini bermula dari masalah danau Raja yang dapat menghasilkan intan.

Pendiri Kerajaan Landak

Berdasarkan cerita dari masyarakat, pendiri kerajaan ini merupakan bangsawan dari kerajaan Singasari. Namun, secara pastinya nama pendiri kerajaan ini belum diketahui. Kemungkinan para rombongan yang dipimpin oleh bangsawan ini adalah anggota dari pasukan yang dikirim Kertanegara pada ekspedisi pamalayu.

Mereka tidak kembali ke pulau Jawa lantaran saat itu tengah terjadi gejolak di kerajaan Singasari. Kemudian, mereka merubah tujuannya menuju ke Tanjungpura. Setelahnya, mereka mendarat di Ketapang lalu mengikuti aliran sungai Kapuas hingga ke landai kecil dan mendarat di Kuala Mandor.

Sementara itu, menurut versi lain, para rombongan ini singgah di Padang Tikar sebelum mengikuti sungai Tenganap dan mendarat di Sekilap. Tempat inilah yang kemudian dikenal dengan Ningrat Bator atau Anggrat Batur.

Menurut cerita masyarakat, bangsawan ini mendapatkan kepercayaan dari masyarakat bahkan ia mendapatkan pengikutnya. Lantas ia membagikan garam kepada masyarakat. Di sinilah ia mendirikan kerajaan Landak dan bergelar Ratu Sang Nata Pulang Pali.

Raja-raja Kerajaan Landak

Kerajaan Landak terbagi ke dalam 4 periode sebagaimana lokasi yang pernah ditinggali oleh kerajaan ini. Selain itu, kerajaan ini juga terbagi ke dalam dua fase pemerintahan yakni fase Hindu dan Islam.

Oleh sebab itu, raja yang memerintah nya pun sangat banyak dan terbagi ke dalam 4 periode. Adapun raja yang pernah memerintah kerajaan Landak adalah sebagai berikut.

Fase Hindu (Kerajaan Landak di Ningrat Batur) 1472-1703

  • Ratu Sang Nata Pulang Pali I
  • Ratu Sang Nata Pulang Pali II
  • Ratu Sang Nata Pulang Pali III
  • Ratu Sang Nata Pulang Pali IV
  • Ratu Sang Nata Pulang Pali V
  • Ratu Sang Nata Pulang Pali VI
  • Ratu Sang Nata Pulang Pali VII

Fase Islam (Saat di Mungguk Ayu) 1472-1703

  • Raden Abdul Kahar
  • Raden Pati Karang Raja Adipati Karang Tanjung Muda
  • Raden Cili Pahang Tua Raja Adipati Karang Sari Gua
  • Raden Karang Tedung Tua
  • Raja Adipati Karang Tedung Tua
  • Raden Cili Pahang Muda
  • Raja Adipati Karang Sari Muda
  • Raden Adipati Karang Tedung Muda
  • Mangku Bumi Tua
  • Raden Kusuma Agung Tua
  • Pangeran Mangkubumi Muda.

Kerajaan Landak di Bandong (1703-1768)

  • Raden Kusuma Agung Muda
  • Pangeran Purba Kusuma
  • Pangeran Sanca Nata Kusuma Tua
  • Pangeran Anom Jaya Kusuma.

Kerajaan Landak di Ngabang (1768)

  • Pangeran Sanca Naya Kusuma
  • Ratu Bagus Nata Kusuma
  • Gusti Husin Suta Wijaya
  • Panembahan Gusti Muhammad Aliudin
  • Pangeran Mangkubumi Haji Gusti Ismail
  • Pangeran Tumenggung Kusuma
  • Panembahan Gusti Muhammad Amiruddin
  • Panembahan Gusti Abdul Majid Kusuma Adiningrat
  • Pangeran Wira Nata Kusuma
  • Pangeran Mangkubumi Gusti Ahmad
  • Panembahan Gusti Abdulaziz Kusuma Alamuddin
  • Pangeran Mangkubumi Gusti Bujang
  • Panembahan Gusti Abdul Hamid
  • Pangeran Mangkubumi Gusti Muhammad Appandi Ranie Setia Negara
  • Pangerna Ratu Haji Gusti Aminuddin Gamis dan Drs Gusti Suryansyah Amiruddin, M.Si (Pangeran Ratu Keraton Landak dari 2000-sekarang)

Keruntuhan Kerajaan Landak

Keruntuhan kerajaan Landak bermula dari serangan yang dilakukan oleh Kerajaan Sukadana. Pada tahun 1698, Kerajaan Sukadana berhasil membakar dan menguasai ibu kota kerajaan yang ada di Mungguk Ayu. Lantas kerajaan Landak meminta bantuan kepada Banten untuk membalaskan dendam atas perlakukan kerajaan Sukadana.

Sayangnya, pada saat itu, Banten sudah dikuasai oleh VOC. Mereka menggantungkan diri kepada kongsi dagang Belanda itu. Alhasil, VOC mengetahui masalah yang terjadi pada kerajaan Landak. Mereka pun ikut terlibat setelah mengetahui adanya potensi intan di danau Raja.

Pada tahun 1669, bersama dengan VOC dan Banten, Landak menyerang kerajaan Sukadana dan berhasil mengalahkannya. Akibatnya, Kerajaan Sukadana wajib membayar ganti rugi peperangan.

Setelah keadaan pulih, Kerajaan Landak memindahkan ibu kota kerajaan ke Bandong. Sayangnya setelah dipindahkan Kerajaan Sukadana kembali menyerang dan berhasil memenangkan pertempuran. Kemudian, kerajaan Landak kembali memindahkan ibukota kerajaan ke Ngabang.

Setelah pertempuran melawan Kerajaan Sukadana kerajaan Landak menjadi bagian dari Banten yang kemudian diserahkan kepada VOC. Kehadiran VOC membuat kerajaan Landak semakin terpojokkan. Hal ini dikarenakan kerajaan ini mengalami banyak kerugian.

Seperti semakin berkurangnya wilayah kerajaan terlebih lagi setelah kehadiran Pontianak. Selain itu, VOC kerap melakukan kerja sama politik yang merugikan Landak. Hasilnya, para pemimpin kerajaan menjadi kesal dan terjadinya perlawanan pada abad ke-19 yang dipimpin Gusti Andut. Perlawanan ini dilakukan sampai tahun 1940.

Baru setelah Belanda menyerah kepada Jepang, wilayah Kalimantan menjadi wilayah kekuasaan Jepang. Pada masa inilah, Gusti Abdul Hamid ditangkap karena telah melakukan pemberontakan.

Kemudian, kerajaan Landak melakukan perlawanan di bawah pimpinan Gusti Sotol dan digantikan oleh Gusti Mohammad Appandi Ranie. Bersama dengan rakyat Landak dan Kalimatan, ia melakukan gerilya perlawanan kepada Jepang dan mempertahankan kemerdekaan.

Namun, pada akhirnya Landak menjadi sebuah kabupaten yang ada di Kalimantan Barat. Penentuan inilah yang menandakan berakhirnya kekuasaan kerajaan Landak.