Sejarah Lenong yang Perlu diketahui

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info
Lenong betawi

Lenong adalah salah satu bentuk kesenian yang berasal dari Jakarta khususnya masyarakat Betawi. Lenong merupakan seni pertunjukan perpaduan antara gambang kromong dan unsur humor atau lawakan. Lenong juga dikenal dengan istilah teaterisasi gambang kromong. Sama seperti dengan ludruk maupun ketoprak, lenong juga ditampilkan dalam bahasa dan dialek asli suku Betawi. Lenong biasanya ditampilkan secara spontan atau improvisasi tanpa menggunakan naskah cerita.

Meskipun berasal dari Betawi namun seni pertunjukan lenong mendapat pengaruh dari budaya China. Hal tersebut dapat dilihat dari nama “lenong” yang berasal dari kata “Lien Ong” yang merupakan nama dari seorang pedagang asal negeri tirai bambu. Lien Ong kerap menggelar acara teater untuk menghibur diri, keluarga, serta masyarakat lainnya.

Selain namanya, pengaruh lainnya terlihat pada penggunaan alat musik gambang kromong, seperti yang khim, su kong, ho siang, the hian, gi hian, kong ahian, sembian, dan pan atau kecrekan. Lenong ini diperkirakan muncul pada awal abad ke 20 an dan dipentaskan di tengah keramaian seperti di pasar.

Namun ada pendapat lainnya yang mengatakan bahwa teater rakyat Betawi ini berasal dari Persia. Pementasan dan sastra yang angkat dalam teater lenong memiliki kesamaan dengan teater komedi yang ada di Persia. Diperkirakan teater komedi Persia tersebut masuk ke Sumatera yang dibawa oleh para pedagang Persia.

Pada tahun 1866 muncul sebuah teater yang mirip dengan lenong di Riau yang diketahui didirikan oleh pria bernama Abdul Muluk. Abdul Muluk kemudian pindah ke Batavia dan menggelar pementasan lenong di sana.

Terlepas dari teori mana yang paling tepat, lenong terus mengalami perubahan mengikuti arah perkembangan zaman. Semakin majunya zaman, teater lenong tergerus mulai surut. Salah satu usaha untuk mempertahankan lenong yaitu dengan mementaskannya semalam suntuk dengan konsep dramaturgi.

Selain itu lenong juga dipentaskan di Taman Ismail Marzuki selama beberapa tahun dan diberi kesempatan untuk melakukan pementasan sebanyak mungkin.

Lenong tidak lepas dari ciri khasnya yaitu pantun yang terselip dalam pementasan. Pantun-pantung tersebut biasanya diucapkan antar sesama pemain dan saling bersahutan. Sebelum memasuki inti cerita lenong dibagi ke dalam beberapa babak yaitu babak ungkup sebagai babak pertama yaitu pembacaan doa untuk kelancaran acara.

Babak selanjutnya adalah babak sepik yaitu penjelasan tentang alur cerita yang kemudian dilanjutkan dengan pengenalan pemeran dan masuk ke inti cerita.

Dalam pementasan lenong para pemain menggunakan kostum sesuai dengan jenis lenong yang sedang dimainkan. Pada lenong jenis “denes” pakaian yang digunakan yaitu formal seperti kostum kerajaan serta bahasa yang digunakan yaitu bahasa Melayu. Sedangkan pada lenong jenis  “preman”  atau disebut juga “lenong jago” para pemain mengenakan pakaian biasa sebab pada lenong jenis ini berlatar belakang tentang kehidupan sehari-hari.

Biasanya cerita yang dibawakan pada lenong preman tentang seorang jagoan. Kisah paling terkenal yang dibawakan oleh lenong yaitu cerita kepahlawanan “si pitung”, “Jampang”, “Mirah Macan Marunda”. Jumlah pemeran dalam seni lenong tidak terbatas atau menyesuaikan tokoh yang dibutuhkan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn