Daftar isi
Hampir sebagian besar dari kita tentu sudah tidak asing dengan karya sastra berupa puisi. Tahukah kalian jika puisi mempunyai banyak jenisnya? Mulai dari puisi lama hingga puisi baru yang masing-masing diantaranya terdapat perbedaan.
Seloka adalah salah satu jenis puisi lama yang harus kita ketahui terutama dalam mempelajari karya sastra Indonesia. Dan untuk mengetahuinya lebih lanjut, mari disimak penjelasannya di bawah ini!
Kata seloka berasal dari bahasa Sansekerta yakni “sloka” yang merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisi tentang pepatah atau perumpamaan yang mengandung sindirian, hingga ejekan. Biasanya seloka ditulis empat baris dengan bentuk pantung atau syair, namun tidak jarang pula seloka dengan bentuk lebih dari empat baris.
Menurut Hooykaas, seloka adalah pantun yang didalamnya mengandung ibarat atau kiasan, berisi nasihat-nasihat. Selain itu seloka atau pantun ialah pantun yang bersajak sama seperti syair yakni a-a-a-a.
Menurut Simorangkir, seloka adalah peribahasa atau pepatah yang didalamnya diberi sampiran atau seloka, tidak lain dari pada bridal atau pepatah yang berirama.
Menurut Sutan Moh. Zain, dalam zaman baru seloka boleh terdiri atas 2 baris, 4 baris, 6 baris, atau lebih. Seloka yang jumlah barisnya lebih dari 2, mempunyai sajak pasang (aa, bb, cc, dd). Semua kalimatnya mengandung arti serta mempunyai hubungan yang logis seperti syair.
Secara umum fungsi seloka yakni mengkritik semua sikap negatif dari anggota masyarakat tanpa harus menyinggung perasaannya. Selain itu, seloka juga berfungsi sebagai panduan atau pengajaran bagi individu terkait.
Fungsi dari seloka tergantung dari isinya, apakah untuk menyindir, mengejek, atau melahirkan rasa benci, memberi pelajaran ataukah sebagai alat protes sosial.
Adapun ciri-ciri seloka terbagi menjadi 2 jenis, yakni:
Ciri Seloka Secara Umum:
Ciri-ciri Seloka Asli India:
Teknik Penulisan Seloka
Secara umum pembuatan seloka tidak berbeda jauh dengan jenis puisi lama lainnya seperti talibun atau pantun. Seloka juga mempunyai sampiran dan juga isi serta bersajak a-b-a-b.
Namun hal yang membedakannya dengan jenis puisi lama yang lain yakni setiap barisnya terdiri dari 4 suku kata di mana setiap rangkaian saling berkaitan.
Ada suatu burung merak
Lehernya panjang suaranya serak
Tuan umpama emas dan perak
Hati yang mana boleh bertolak
Lubang digali semakin dalam
Ibu membeli sekilo teri
Saya menangis setiap malam
Berharap abang datang kemari
Pergi ke pasar membeli nanas
Saat dijalan ketemu trantib
Selalu taatilah lalu lintas
Supaya jadi pengendara yang tertib
Kalau boleh tentu ku mau
Namun sayang itu milikmu
Adakah besok nasi dan lauk
Walau sekedar pengganjal perut
Anak ayam turun sepuluh
Mati satu tinggal sembilan
Tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh
Supaya engkau tidak ketinggalan
Anak ayam turun sembilan
Mati satu tinggal delapan
Ilmu boleh sedikit ketinggalan
Tapi jangan sampai putus harapan
Anak ayam turun sepuluh
Mati satu tinggal sembilan
Tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh
Supaya engkau tidak ketinggalan
Anak ayam turun sembilan
Mati satu tinggal delapan
Ilmu boleh sedikit ketinggalan
Tapi jangan sampai putus harapan
Sesama burung saling sahuti
Janganlah sampai ada kelahi
Sesama teman saling hormati
Janganlah malah saling memaki
Janganlah sampai ada kelahi
Nantinya malah ada yang mati
Janganlah malah saling memaki
Nantinya malah saling membenci
Cendawan berduri robekkan kain
Ambil tambang diikat sebelah
Pikirkan diri yang belum kawin
Adakah kumbang bersedia singgah
Ambil tambang diikat sebelah
Robek menganga si kain perca
Adakah kumbang bersedia singgah
Taman bunga mekar ceria
Robek menganga si kain perca
Buat tambalan kain pengganti
Taman bunga mekar ceria
Sudah tentukan si hari jadi
Untuk apa punya belati
Jika tak pernah jua diasah
Untuk apa beranak istri
Jika tak pernah dikasih nafkah
Jika tak pernah jua diasah
Si belati pun akan menumpul
Jika tak pernah dikasih nafkah
Nanti dapur pun takkan mengepul
Si belati pun akan menumpul
Jadi tak bisa memotong lada
Nanti dapur pun takkan mengepul
Anak istri pun kosong perutnya