Daftar isi
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari ilmu sosial dan masyarakat. Berdasarkan sifatnya sosiologi terdiri dari sosiologi bersifat empiris, teoritis, kumulatif, dan nonetis.
Sosiologi bersifat empiris merupakan sebuah sikap atau tindakan sosiologi yang telah mengalami sebuah pengamatan atau observasi yang melibatkan akal sehat agar tidak tercipta sebuah pemikiran yang spekulatif.
Sosiologi sebagai ilmu yang nyata yang berdasarkan dengan sebuah fakta yang logis ini tidak berupa suatu khayalan, tetapi sebagai ilmu yang nyata dan diterapkan dalam sehari-hari.
Sosiologi sebagai ilmu yang bersifat empiris ini memiliki sebuah arti bahwa suatu gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat perlu diamati agar mendapatkan sebuah kesan yang dapat digunakan masyarakat sebagai hasil yang didapatkan dengan menggunakan panca indra.
Sosiologi memiliki sifat empiris ini juga memiliki ciri-ciri, terdiri dari dua ciri pokok utama berupa teori makna dan teori pengetahuan.
Adapun contoh dari sosiologi sebagai ilmu yang memiliki sifat empiris diantarannya,
Sosiologi bersifat teoritis, menitikberatkan pada hubungan kausalitas atau sebab akibat yang terjadi dalam ruang lingkup masyarakat atau gejala sosial. Sosiologi memiliki sifat teoritis ini lebih menitikberatkan pada hal yang abstrak dan dapat disusun dengan berbagai unsur yang logis juga.
Sosiologi bersifat teoritis ini memiliki ciri berupa lebih menitikberatkan pada suatu hubungan kausalitas pada gejala sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat.
Ciri-ciri sosiologi bersifat teoritis yaitu lebih menekankan pada hubungan kausalitas yang terjadi dalam lingkungan. Lingkungan tersebut berada di masyarakat terutama pada gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri.
Selain itu, sosiologi bersifat teoritis ini lebih mengedepankan abstraksi dalam implementasinya dengan menggunakan hasil observasi yang telah dilakukan sebelumnya. Jadi, sosiologi teoritis ini, menggunakan hasil dari observasi.
Observasi tersebut dilakukan untuk mendapat sebuah kesimpulan mengenai gejala sosial yang berada dalam ruang lingkup masyarakat. Gejala sosial tersebut jika sudah diketahui mengenai sebab akibat yang terjadi karena sebuah persoalan akan mendapatkan sebuah penyelesaian dari ciri sosiologi teoritis ini.
Teori sosiologi berupa adanya suatu Konflik, Teori ini muncul karena adanya suatu kasus mengenai sistem kapitalisme yang terjadi dan telah diungkapkan oleh Karl Marx.
Sistem kapitalisme ini terjadi karena adanya tumpang tindih antara kaum borjuis dan juga kaum proletar yang telah mengakibatkan munculnya konflik tersebut. Hal yang bertolak belakang antara kaum borjuis dan kaum proletar ini dapat memicu suatu pertengkaran antara kedua belah pihak.
Contoh dari Teori sosiologi bersifat teoritis ini berupa teori sosiologi pembelajaran sosial mengenai peran sosialisasi terhadap dampak atau pengaruh dari lingkungan sosial terhadap perkembangan dalam diri individu.
Teori sosiologi fungsionalisme ini menitikberatkan pada peran dari individu terhadap ruang lingkup masyarakat atau sosial secara komunal.
Hal ini dapat diartikan juga, bahwa masyarakat sebagai individu atau bagian dari masyarakat memiliki peran dan juga fungsi ya g saling berkaitan dan juga dapat bekerja sama agar dapat menciptakan suatu tatanan sosial dalam masyarakat secara baik dan juga stabil.
Teori sosiologi pelabelan ini terjadi karena adanya suatu tindakan dari masyarakat yang menyimpang sehingga membuat masyarakat bereaksi atas hal tersebut dan kemudian memberikan suatu label pada orang tersebut atau keadaan riuh tersebut. Teori pelabelan ini juga memiliki suatu fungsi untuk memahami atau mengetahui suatu tindakan kriminal yang terjadi.
Sosiologi bersifat kumulatif dapat diartikan sebagai dasar teori yang telah disusun untuk ilmu sosiologi yang sudah ada sebelumnya, yang selanjutnya dapat diperbaiki, diperkuat, ataupun juga dapat diperluas lagi.
Hal ini, membuktikan bahwa ilmu sosiologi dapat dilihat kembali dan juga ditelaah secara kritis oleh pihak yang menekuni ilmu ini secara obyektif.
Ciri sosiologi bersifat kumulatif lebih menekankan pada bagaimana sifat ini dapat menganalisis hal-hal yang sedang diteliti. Dan juga menggabungkan hasil penelitian itu menjadi sebuah kesimpulan yang baru. Sosiologi kumulatif ini memudahkan sosiolog dalam meneliti apa yang akan ditelitinya.
Dengan menggunakan sebuah bantuan berupa menggabungkan dari kesimpulan-kesimpulan yang didapatkan dari observasi yang telah dilakukan. Sehingga, kesimpulan-kesimpulan tersebut dapat menciptakan sebuah kesimpulan yang baru.
Contoh dari sosiologi yang memiliki sifat kumulatif ialah perkembangan kesetaraan gender. Di mana perempuan tidak lagi dipandang rendah atau sebelah mata dibanding dengan laki-laki. Perempuan sudah mendapatkan hak dan diakui setara dengan kaum laki-laki agar memiliki kedudukan yang sama.
Kesetaraan gender ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari di mana perempuan sudah diperbolehkan untuk menempuh pendidikan bahkan sampai dengan pada pendidikan tinggi. Selain itu, perempuan juga dapat bekerja sesuai dengan profesi yang diinginkan, sekalipun profesi tersebut dulunya hanya dibolehkan oleh kaum laki-laki saja.
Perkembangan penggunaan media sosial ini merupakan salah satu contoh dari sosiologi yang bersifat kumulatif. Dengan perkembangan media sosial yang semakin marak pada individu ini membuat media sosial sangat digandrungi bahkan untuk membuat mereka menaikkan eksistensi dalam diri individu.
Selain itu, mereka juga dapat memanfaatkan media sosial untuk membangun relasi atau jaringan yang lebih luas, bahkan tidak hanya dengan mereka yang berada dalam satu negara namun dapat juga dengan individu yang berada di luar negeri.
Pada teori evolusi yang telah dikemukakan oleh Darwin, bahwa manusia berasal dari monyet ini telah mengalami perubahan sesuai perkembangan yang terjadi pada masyarakat. Teori evolusi Darwin telah ditentang sesuai dengan perkembangan yang telah dialami oleh manusia.
Sosiologi bersifat nonetis ini memiliki pengertian bahwa sosiologi sebagai ilmu sosial tidak mempermasalahkan baik buruknya. Tetapi, sosiologi nonetis ini lebih mengarah ke penjelasan yang lebih mendalam mengenai permasalahan yang terjadi dalam lingkup sosial.
Permasalahan ini didapatkan berdasarkan fakta yang terjadi dan dapat disusun secara pola secara berurutan.
Ciri sosiologi bersifat nonetis lebih menitikberatkan mengapa masalah dapat terjadi bukan memfokuskan pada sebab baik atau buruknya persoalan tersebut. Maka dari itu, sosiologi non etis ini digunakan untuk menganalisis bagaimana suatu masalah dapat terjadi dalam masyarakat atau lingkungan sosial yang cakupannya lebih luas.
Sosiologi nonetis ini, dapat membantu kita mengidentifikasi masalah yang terjadi tanpa harus mempertimbangkan baik atau buruknya suatu masalah. Karena pada sosiologi nonetis ini lebih mengedepankan pada masalah yang sedang berlangsung, aspek baik buruknya masalah tidak dipertimbangkan sama sekali.
Indonesia sebagai negara yang memiliki beraneka ragam budaya ini tidak jauh dari suatu perbedaan didalamnya. Perbedaan tersebut dapat membuat suatu masyarakat saling bentrok, seperti halnya bentrok antar suku yang pernah terjadi.
Sebagai seorang sosiolog, kasus ini tidak dapat diambil kesimpulan dengan tidam memihak satu suku atau menilai suku tersebut lebih baik dari yang lainnya. Sebagai sosiolog, dalam melihat kasus ini harus dapat dianalisis sesuai dengan latar belakang terjadinya bentrok yang telah dilakukan.
Terjadinya tawuran antar pelajar ini juga merupakan contoh dari sosiologi bersifat nonetis yang ketika menganalisis kasus ini tidak dapat dilihat sekolah mana yang lebih baik. Namun, harus dilihat dari latar belakang terjadinya kasus tawuran oleh pelajar tersebut.
Anak jalanan yang menjadi seorang pengemis ini, sering terjadi di kota besar. Di mana hal ini dapat terjadi karena ditinjau dari beberapa faktor yang mempengaruhi. Sosiolog harus melihat fenomena ini dengan melihat faktor-faktor yang terjadi seperti halnya adanya faktor ekonomi, sehingga membuat individu tersebut melakukan hal tersebut.