Daftar isi
Indonesia memiliki banyak perbedaan, mulai dari agama, suku, makanan, minuman, kebudayaan dan yang lainnya. Begitu pula suatu suku satu dengan yang lainnya, yang pasti memiliki suatu perbedaan.
Suku yang akan kita bahas kali ini yaitu Suku Minahasa yang terdapat di Provinsi Sulawesi Utara. Peradaban Suku Minahasa lebih maju dibandingkan dengan suku lainnya pada masa lampau.
Suku Minahasa merupakan suatu kelompok etnis yang berasal dari Semenanjung Minahasa tepatnya di Pulau Sulawesi. Suku Minahasa ini merupakan suku yang terbesar di Pulau Sulawesi.
Menurut orang yang awam, Suku Minahasa sering disamakan dengan sebutan orang Manado. Suku Minahasa sendiri merupakan gabungan dari kelompok sub etnis, yaitu Ponosakan, Tombulu, Tondano dan yang lainnya.
Kata Minahasa sendiri berasal dari Minaesa, Mahasa dan Minhasa yang memiliki arti menjadi satu. Hal ini merujuk pada suatu musyawarah tertinggi di Minahasa dalam rangka penyelesaian konflik diantara mereka.
Menurut pendapat A.L.C Baekman dna M.B Van Der Jack, mereka mengatakan bahwa masyarakat Suku Minahasa berasal dari ras Mongolscheplooi yang sama dengan pertalian dengan Jepang dan juga Mongol. Ada persamaan bangsa Mongol dengan masyarakat Minahasa dalam sistem kepercayaannya.
Persamaan lainnya Suku Minahasa tidak memiliki sistem kerajaan, adanya hanya pemimpin kelompok tertentu yang telah terpilih. Nenek moyang masyarakat minahasa di dalam perkembangannya telah bercampur dengan bangsa Eropa.
Orang Eropa telah menjalin suatu hubungan dengan masyarakat Minahasa dan juga membentuk suatu komunitas yang diberi nama, Komunitas Borgo.
Jadi asal dari Suku Minahasa yaitu dari Cina-Mongol yang kemudian bercampur dengan bangsa Eropa. Lalu perkembangannya juga bercampur dengan etnis lainnya.
Ciri khas dari Suku Minahasa yaitu memiliki alat musik tradisional khas yang bernama Kolintang. Alat musik ini biasanya dimainkan dalam bentuk orkes dan sudah mulai diajarkan sejak kanak-kanak.
Kolintang terbuat dari kayu belar atau yang juga dikenal sebagai wunut. Namun, seiring dengan perkembangan zaman kolintang terbuat dari kayu cempaka.
Masyarakat Suku Minahasa ini dikenal sebagai masyarakat yang memiliki keterampilan dalam proses pemintalan kapas menjadi sebuah kain. Dan kain hasil pemintalan kapas tersebut digunakan sebagai bahan pembuatan baju adat Suku Minahasa.
Pakaian adat Suku Minahasa sendiri sering disebut dengan Bajang. Baju Bajang ini digunakan untuk berapakaian sehari-hari.
Pakaian Adat
Untuk kaum laki-laki menggunakan baju bajang dengan bawahan sarung yang dilengkapi dengan aksesoris yang mendukung lainnya.
Aksesoris pendukung yang lain misalnya, dasi, penutup kepala yang memiliki bentuk segitiga
Sedangkan untuk kaum wanita menggunakan kebaya dengan bawahan kain yang berwarna. Selain itu juga menggunakan perhiasan yang diselipkan pada sanggulan rambut, telinga dan juga leher.
Pakaian Pernikahan
Dalam upacara pernikahan Minahasa, calon pengantin wanita menggunakan kebaya yang berwarna putih yang sering disebut dengan baju ikan duyung.
Bawahannya menggunakan sarung yang disulam hingga membentuk motif menyerupai sisik ikan yang berwarna putih. Namun, tidak hanya menggunakan motif ikan tetapi juga motif hewan lainnya.
Sedangkan busana pengantin pria menggunakan jas tertutup dan juga celana panjang yang sering disebut dengan busana tatutu. Aksesoris lainnya pun juga ditambahkan, seperti selendang, topi atau porong.
Suku Minahasa pada awalnya menganut sistem kepercayaan tradisional yang memiliki sifat monotheisme.
Agama dari suku Minahasa yaitu agama yang memuja salah satu pencipta yang superior yang sering disebut Opo Wailan Wangko.
Selain agama di atas, masyarakat Suku Minahasa juga mengenal adanya kekuatan dewa, orang yang memiliki kekuatan spiritual yang harus disegani dan juga dihormati.
Pada saat bangsa eropa tiba di Minahasa, mereka membawa agama kristen. Agama kristen ini juga diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat Suku Minahasa.
Rumah adat Suku Minahasa merupakan rumah adat yang sangat unik. Terdapat dua jenis rumah adat Sulawesi utara, yaitu rumah adat Walewangko dan juga Rumah adat Bolaang Mongondow.
Kata Walewangko pada rumah adat Sulawesi Utara berasal dari kata wale atau bale yang memiliki arti sebuah rumah yang digunakan untuk melakukan aktivitas dengan anggota keluarga.
Jika disatukan, rumah walewangko memiliki arti rumah pewaris. Walewangko juga merupakan nama dari sebuah desa yang berada di Sulawesi Utara.
Rumah adat ini tidak hanya dihuni oleh satu keluarga saja, melainkan beberapa keluarga. Setiap keluarga ada kepala keluarganya sendiri dan juga mengurus rumah tangganya masing-masing.
Kontruksi rumah adat ini menggunakan kayu yang sangat kokoh, kemudian atapnya terbuat dari daun rumbia. Rumah adat ini merupakan rumah panggung yang ditopang menggunakan tiang penyangga.
Tiang yang terpasang pada rumah adat ini tidak boleh disambungkan dengan apapun. Rumah adat walewangko ini juga memiliki banyak jendela dan membuat sirkulasi udara berjalan dengan lancar dan merasa nyaman.
Rumah adat ini dahulunya hanya terdiri dari satu ruangan saja dan seiring perkembangan jaman rumah adat ini dibagi menjadi beberapa ruangan.
Bagian Depan Rumah
Lesar letaknya di bagian paling depan yang dilengkapi dengan dinding. Lesar memiliki fungsi sebagai tempat kepala suku dan juga pemangku adat pada saat memberikan pidato kepada masyarakatnya.
Sekay merupakan serambi yang juga letaknya di bagian depan rumah. Pada sekay dindingnya terletak persis di belakang pintu rumah. Sekay memiliki fungsi sebagai ruang tamu guna tempat menjamu tamu.
Pores merupakan ruangan untuk menerima tamu, yang membedakannya yaitu tamunya hanya yang memiliki hubungan kerabat dengan pemilik rumah. Pores juga memiliki fungsi untuk tempat berkumpulnya seluruh keluarga.
Bagian Belakang Rumah
Pada bagian belakang rumah digunakan sebagai penyimpanan dari peralatan masak dan juga peralatan makan. Ada juga ruang untuk mencuci piring, baju dan lainnya.
Ada ruangan yang dinamakan soldor di bagian atas, yang berbentuk loteng. Fungsi dari soldor ini yaitu sebagai tempat menyimpan hasil panen.
Bagian Kolong Rumah
Rumah adat ini adalah rumah adat panggung, dan pastinya memiliki kolong di bawahnya.
Masyarakat Suku Minahasa memanfaatkan bagian kolong untuk penyimpanan peralatan pertanian dan benda benda lainnya. Selain itu, kolong juga digunakan sebagai kandang hewan ternak.
Rumah adat ini juga menggunakan konsep rumah panggung dan memiliki banyak tiang yang berguna untuk menopang rumah.
Bentuk atap dari rumah adat ini memiliki bentuk yang melintang dan bentuknya cukup curam.
Rumah adat ini tidak memiliki banyak ruangan yang berada di dalamnya. Rumah adat ini lebih sederhana dari rumah adat walewangko dan hanya memiliki satu tangga saja.
Bahasa daerah Minahasa sangat beragam dan merupakan bahasa daerah asli Minahasa yang terdiri dari bahasa rumpun induk Minahasa, diantaranya:
Bahasa tombolu memiliki dua dialek yang besar yaitu yang memakai awalan ini dan yang memakai sisipan ni. Bahasa ini adalah bahasa yang dikenal pertama kali oleh para pendatang yaitu orang barat.
Bahasa ini digunakan di Minahasa yang letaknya dibagian selatan. Bahasa ini juga terdiri dari dua dialek besar, yaitu dialek makela’i dan dialek matana’i. Bahasa ini merupakan bahasa penutur yang paling banyak yang berada di Minahasa.
Bahasa tondano memiliki tiga dialek, yaitu dialek induk tondano, dialek kakas dan juga dialek remboken.
Dialek unduk tondano merupakan dialek yang terbesar dalam daerah dan jumlah penuturnya berada di bagian utara yaitu kota Tondano dan Eris-kombi.
Sedangkan, dialek kakas terdapat di kecamatan Kakada dan dialek rembokan terdapat di kecamatan Rembokan.
Bahasa tonsea terdiri dari dua dialek, yaitu induk tonsea dan dialek kalabat atas. Dialek induk tonsea digunakan di sekitar Tatelu, Airmadidi dan juga Minawerot.
Sedangkan dialek kelabat atas digunakan di sekitaran Maumbi dan Likupang.
Bahasa bantik merupakan bahasa sub-etnis bantik dan juga berkerabat dengan bahasa sangir.
Bahasa ini memiliki persamaan dengan bahasa sangir dan digunakan di sekitaran kota Ratahan.
Bahasa ini digunakan oleh satu satunya sub-etnis di Minahasa yang memeluk agama islam.
Mata pencaharian Suku Minahasa
Daerah Minahasa terkenal dengan penghasil kopra dan juga cengkeh. Mata pencaharian mereka yaitu bertani dengan menanam beraneka ragam tanaman, misalnya padi, ubi, kacang-kacangan dan padi.
Sedangkan masyarakat Minahasa yang bertempat tinggal di sekitaran perairan laut, bermata pencaharian sebagai nelayan dan penangkap ikan. Sebagian ada juga yang masih mempertahankan kegiatan berburu dan meramu.
Namun, pada zaman sekarang sudah banyak pekerjaan yang mereka tekuni misalnya sebagai guru, pengusaha, pedagang dan lain sebagainya.
Waruga
Masyarakat Suku Minahasa memiliki ritual pemakaman yang khas yang masih dijalankan hingga saat ini, yaitu waruga.
Waruga sendiri berasal dari kata waru dan raga yang memiliki arti rumah bagi jasad seseorang yang rohnya kembali ke sang pencipta atau Tuhan.
Bentuk dari waruga yaitu batu kecil dan kemudian jasad dari orang yang sudah meninggal tersebut akan diposisikan menghadap ke arah utara.
Arah utara sendiri memiliki nilai yang sangat simbolik, arah utara dipercaya sebagai asal dari nenek moyang masyarakat Suku Nias.
Kondisi tubuh si jenazah juga diatur terlipat, dengan bagian tumit menyentuh bokong dan kepalanya mencium lututnya.
Kesenian dari masyarakat Suku Minahasa yaitu masambo. Masambo ini berhubungan dengan nilai-nilai yang religi dan pengetahuan dari masyarakat Minahasa. Arti dari masambo sendiri yaitu meminta.
Isi dari masambo yaitu berupa doa permohonan kepada sang kuasa agar tetap memelihara, menjaga, memberikan restu dan juga memberkati, yang berhubungan dengan pertanian, perkawinan dan lain sebagainya.
Selain itu, isinya juga mengandung nasihat dan juga anjuran sebagai pedoman hidup.