Daftar isi
Suku Nias merupakan kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Nias. Masyarakat Nias menamai diri mereka sendiri yaitu Ono Niha, yang memiliki arti sebagai anak manusia dan menyebut Pulau Nias sebagai Tano Niha yang berarti tanah manusia.
Jumlah masyarakat Suku Nias sekitar 480.000 jiwa. Suku ini masih hidup dengan adat dan kebudayaan yang tinggi.
Sejarah Perkembangan Suku Nias
Sebenarnya tidak diketahui secara persis kapan orang yang pertama kali datang ke Pulau Nias. Namun, pada sekitar 700 tahun yang lalu ada sekelompok orang atau suku lain yang menghuni Pulau Nias. Hal ini dibuktikan dengan bukti arkeologi.
Pada tahun 1999 ekskavasi pertama Museum Pusaka Nias terdapat gua besar yang jaraknya 4 km dari Gunung sitoli dan sekitar 130 meter di atas permukaan laut. Sisa sisa dan alat-alat juga ditemukan di dalam gua tersebut.
Diperkirakan telah dihuni sekitar lebih dari 12.000 tahun yang lalu. Ekskavasi berikutnya dilakukan oleh Balai Arkeologi Medan menjelaskan bahwa gua tersebut telah berpenghuni oleh manusia sampai dengan 700 tahun yang lalu.
- Menurut Penelitian Ilmiah
Menurut penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti yang berasal dari Belanda menduga bahwa orang Nias mewarisi gen dari orang Taiwan yang bermigrasi ke Indonesia melalui Filipina menuju Kalimantan dan Sulawesi.
Hal tersebut dibuktikan berdasarkan kemiripan sampel DNA masyarakat Suku Nias dengan masyarakat Filipina. Masyarakat berasal dari Taiwan sekitar 4000 sampai dengan 5000 tahun yang lalu.
- Menurut Mitologi
Menurut Mitologi Nias berasal dari pohon kehidupan yang sering disebut Sigaru Tora’a. Letak pohon tersebut berada di sebuah tempat.
Menurut mitologi mengatakan bahwa kedatangan manusia pertama kalinya ke Pulau Nias dimulai sejak zaman Raja Sirao yang memiliki 9 putra. Dan ke 9 putra itulah yang pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Nias.
Pakaian Adat Suku Nias
Pakaian adat masyarakat Suku Nias dibedakan menjadi dua, yaitu untuk laki-laki dan juga perempuan. Untuk laki-laki pakaian adatnya dinamakan baru ohalu, dan untuk pakaian adat perempuannya diberi naman oroba si’oli.
Pakaian adat masyarakat Suku Nias biasanya memiliki warna emas yang dipadukan dengan warna lainnya, contohnya hitam, putih dan merah. Warna pada pakaian adat masyarakat Suku Nias memiliki filosofi tersendiri, yaitu:
- Warna kuning yang biasanya dipadukan dengan corak persegi empat dan bunga kapas sering digunakan oleh bangsawan. Hal tersebut menggambarkan kekuasaan, kekayaan, kemakmuran dan juga kejayaan.
- Warna merah yang dipadukan dengan corak segitiga, sering digunakan oleh para prajurit. Hal tersebut menggambarkan keberanian para prajurit.
- Warna hitam sering digunakan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Hal tersebut menggambarkan kesedihan, kewaspadaan dan ketabahan.
- Warna putih yang digunakan oleh para pemuka agama. Hal tersebut menggambarkan kemurnian dan kedamaian.
Agama yang Dianut Suku Nias
Kepercayaan yang dianut Suku Nias saat ini adalah injil. Namun, sebelum itu agama asli Suku Nias yaitu fanambo adu yang juga biasa disebut palebegu.
Palebegu memiliki arti yaitu penyembahan roh leluhur atau nenek moyang. Kemudian kata “adu” memiliki arti yaitu gambaran orang tua yang terbuat dari pahatan kayu atau juga bisa terbuat dari batu.
Tujuan dari memahat kayu tersebut yaitu untuk disembah dan dijadikan sebagai Tuhan mereka. Kepercayaan Suku Nias sendiri sangat beragam, contohnya kepercayaan kepada kekautan gaib dan roh halus, kepercayaan kepada arwah nenek moyang dan sebagainya.
Suku Nias membuat kepercayaan ini terwujud dalam suatu hal yang bisa diraba dan dilihat oleh mata manusia misalnya patung, pohon, sungai dan sebagainya. Pada masa sekarang ini kebanyakan masyarakat Suku Nias sudah memeluk agama kristen protestan, katolik, islam, hindu dan budha.
Rumah Adat Suku Nias
Rumah adat masyarakat Suku Nias ada beberapa jenisnya, yaitu Omo Sebua dan Omo Hada.
Omo Sebua
Rumah adat Omo Sebua ini biasanya dibangun untuk kepala desa dan letaknya berada di pusat desa. Rumah ini merupakan rumah tradisional dari masyarakat Suku Nias.
Omo sebua dibangun di atas tumpukan kayu ulin yang besar. Atap dari rumah adat ini menjulang dan curam yang memiliki ketinggian hingga mencapai 16 meter.
Akses masuk ke dalam rumah adat ini yaitu dengan menggunakan tangga sempit yang langsung menuju ke sebuah pintu.
Rumah adat ini diyakini memiliki pertahanan yang sangat kuat, terbukti bahwa rumah adat ini tahan terhadap gempa. Atap dari omo sebua juga memiliki perlindungan yang sangat baik terhadap hujan.
Omo Hada
Omo hada merupakan rumah dari rakyat jelata yang memiliki bentuk persegi. Pada 7000 tahun yang lalu ada imigran yang berasal dari Asia Tenggara dan menghuni bagian tengah dari Pulau Nias.
Namun, mereka tidak dapat bersatu dikarenakan tidak memahami perpetaan. Hingga pada akhirnya mereka terpecah menjadi tiga bagian, yaitu:
- Rumah Nias Utara
Rumah Nias Utara ini memiliki atap loteng yang lebar dan jendela yang besar, hal ini dapat memberikan penerangan di siang hari dan juga ventilasi yang baik untuk penghuni rumahnya.
Pada lantai utama dibagi menjadi tiga ruangan, yaitu ruang pertemuan, talu salo dan juga kamar tidur. Dapur beserta kamar mandi terletak di bagan belakang rumah. Rumah adat ini didirikan di atas pondasi batu bukan diatas tanah.
Hal tersebut merupakan teknik perlindungan yang berguna untuk menghindari kontak langsung antara tanah dengan kayu, agar dapat bisa bertahan dengan lama.
- Rumah Nias Tengah
Keistimewaan dari Nias Tengah terdapat pada dekorasi dan juga seni hiasnya. Di bagian depannya terdapat replika binatang yang terbuat untuk perlindungan dari si penghuni rumahnya.
- Rumah Nias Selatan
Perkampungan dari Nias Selatan ini letaknya berada di atas perbukitan. Setiap pemukimannya terdapat halaman yang lumayan luas dan di bagian jalan ke arah kampung terdapat tempat guna meletakkan batu-batu megalit.
Bentuk dari Nias Selatan yaitu persegi panjang dan juga atapnya yang mengarah ke jalan. Rumah Nias Selatan ini tidak bertumpu pada tanah, melainkan sama yang lainnya yang menumpu di atas batu. Hal tersebut berguna untuk mencegah pelapukan pada bangunan rumah.
Bahasa dan Kebudayaan Suku Nias
Bahasa dari masyarakat Suku Nias adalah li niha yang merupakan salah satu bahasa dunia yang unik. Mengapa bahasa Nias unik? Hal tersebut dikarenakan pada bahasa li niha selalu berakhiran dengan huruf vokal.
Sedangkan kebudayaan suku Nias, diantaranya:
- Lompat Batu
Lompat batu atau yang dikenal dengan naman fohombo berasal dari bahasa Indonesia yaitu kata “hombo” yang berarti batu. lompat batu sendiri merupakan olahraga tradisi dari Suku Nias.
Biasanya susunan bangunan batu memiliki tinggi 2 meter dengan ketebalannya 40 cm, dan kemudian masyarakat Nias harus melompati susunan bangunan tersebut.
Tradisi lompat batu ini digunakan untuk menentukan kedewasaan seorang pemuda apabila berhasil melompati bangunan batu tersebut.
- Sapaan Ya’ahowu
Ya’ahowu merupakan sapaan salam yang berasal dari bahasa Nias. Apabila kita hendak bertamu ke masyarakat Suku Nias maka harus memberi salam ya’ahowu.
Ya’ahowu berasal dari dua kata yang digabungkan menjadi satu. Yaitu ya’a yang berarti terimalah dan howu yang berarti berkat.
Sapaan ya’ahowu ini telah membudaya dan juga turun temurun yang digunakan sebagai sapaan salam kepada masyarakat Suku Nias.
- Pernikahan
Pernikahan atau dalam masyarakat Suku Nias sering disebut dengan fame ono nihalo adalah suatu kebudayaan yang menarik. Yang menjadi unik dari kebudayaan pernikahan ini yaitu mahar dan jujur pernikahannya yang sangat tinggi.
Perbedaan dari pernikahan ini terdapat pada gadis yang perawan atau bukan yaitu dengan cara adatnya.
Jika gadis perawan maka adatnya akan luar biasa dan dijadikan sebagai ratu. Sedangkan yang bukan perawan, adatnya biasa saja, cukup dengan doa dan nyanyian saja.
- Pemberian Nama bagi Perempuan yang Sudah Menikah
Setelah dilakukan adat pernikahan, hal selanjutnya yang dilakukan yaitu acara pemberian nama bagi perempuan yang sudah sah menjadi istri tersebut.
Pemberian nama tersebut dilakukan di rumah pria. Hal ini dilakukan untuk meresmikan bahwa perempuan sudah menjadi hak miliki sepenuhnya dari pria tersebut.
Biasanya nama pengantin perempuan yang baru menikah selalu berakhiran dengan kata Jauso. Dalam melaksanakan adat pemberian nama ini, pihak pria bisa mengeluarkan uang puluhan juta bahkan lebih, hanya untuk adat pemberian nama saja.
Kesenian Suku Nias
Kesenian dari masyarakat Suku Nias yaitu menyaksikan pertunjukan tarian perang yang sakral dan membuat tegang para penontonnya.
Tari tersebut ditarikan oleh puluhan pria, baik yang tua maupun yang muda. Berlarian mengelilingi lapangan dengan menggunakan pakaian adat berwarna hitam dan kuning.
Tari ini disebut sebagai tari Fataele yang merupakan tarian perang khas masyarakat Suku Nias. Pada zaman dahulu, konon katanya masyarakat antar desa di Nias sering terlibat dalam perang antar desa.
Tarian ini berisi teriakan dan nyanyian dengan hentakan yang mengiringi langkah kaki para penari tersebut.