Daftar isi
Saat berwisata ke dataran tinggi atau pegunungan, kita biasa melihat pemandangan indah berupa hamparan sawah yang bertingkat-tingkat.
Sawah bertingkat ini biasa kita sebut degan terasering atau sengkedan. Tetapi, apakah kamu tahu apa sebenarnya terasering itu? Mari simak penjelasannya.
Menurut pakar geografis, Terasering merupakan bangunan konservasi tanah dan air yang secara mekanis dibuat untuk memperkecil kemiringan lereng dan mengurangi panjang lereng.
Pola atau teknik bercocok tanam dengan sistem bertingkat ini juga bertujuan untuk mencegah erosi tanah.
Terasering atau yang biasa disebut sebagai sengkedan adalah teras-teras yang berbentuk mirip seperti anak tangga pada lahan miring yang bertujuan untuk mengurangi kemiringan yang cukup terjal untuk memperlambat aliran air, sehingga upaya longsor dapat dicegah.
Kesimpulannya, Terasering adalah upaya manusia untuk menciptakan suatu lahan dari lahan miring yang dibuat dengan meratakan suatu lahan miring dengan membuat petak-petak lahan yang berundak layaknya tangga.
Terasering memiliki beberapa fungsi:
Ada 3 tujuan dari dibuatnya terasering yaitu:
Berikut dijelaskan manfaat dibuatnya terasering adalah:
Pembuatan terasering juga bermanfaat untuk meningkatkan proses peresapan air ke dalam tanah yang akan mengurangi jumlah aliran permukaan sehingga memperkecil risiko terjadinya pengikisan oleh air.
Dengan demikian, terasering juga bisa untuk menjaga dan meningkatkan kestabilan lereng.
Bagaimana proses pembuatan terasering?, Pembuatan terasering memiliki waktu yang cukup lama dan biasanya dilakukan dengan bahu-membahu alias banyak orang untuk membuka lahan. Bagaimana prosesnya?
Berdasarkan bentuknya, terasering dikelompokkan menjadi delapan jenis, yaitu teras kredit, teras individu, teras datar, teras guludan, teras bangku, teras batu, teras saluran dan teras kebun.
Masing-masing bentuk ini juga ditentukan oleh kemiringan lereng serta kedalaman tanah.
1. Teras Batu
Teras batu adalah penggunaan batu untuk membuat dinding dengan jarak yang sesuai di sepanjang garis kontur pada lahan miring.
Batu dapat digunakan sebagai bahan senderan yang menjaga permukaan tanah agar tidak longsor.
2. Teras Saluran
Teras saluran atau lebih dikenal dengan rorak atau parit buntu adalah teknik konservasi tanah dan air berupa pembuatan lubang-lubang buntu yang dibuat untuk meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen-sedimen dari bidang olah.
3. Teras kebun
Teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan.
Pembuatan teras hanya dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada areal tersebut terdapat lahan yang tidak diteras dan biasanya ditutup oleh vegetasi penutup tanah.
4. Teras individu
Teras individu dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang direncanakan untuk areal penanaman tanaman perkebunan di daerah yang curah hujannya terbatas dan penutupan tanahnya cukup baik sehingga memungkinkan pembuatan teras individu.
5. Teras bangku
Teras bangku dibuat pada lahan dengan kelerengan 10 – 30 % dan bertujuan untuk mencegah erosi pada lereng yang ditanami palawija.
Pembuatan teras bangku merupakan pekerjaan yang cukup berat dan memakan lebih banyak biaya dibandingkan jenis teras lainnya.
6. Teras guludan
Teras guludan dibuat pada tanah yang mempunyai kemiringan 10 – 50 % dan bertujuan untuk mencegah hilangnya lapisan tanah.
Teras guludan dibuat dengan cara menggali permukaan lereng, kemudian sisa galian tersebut digunakan untuk membuat guludan di arah miring lereng tersebut.
7. Teras kridit
Teras kridit dibuat pada tanah yang landai dengan kemiringan 3 – 10 %, bertujuan untuk mempertahankan kesuburan tanah.
Pembuatan teras kridit di mulai dengan membuat jalur penguat teras sejajar garis tinggi dan ditanami dengan tanaman seperti caliandra.
8. Teras datar
Teras datar dibuat pada tanah dengan kemiringan kurang dari 3 % dengan tujuan memperbaiki pengaliran air dan pembasahan tanah.
Teras datar dibuat dengan jalan menggali tanah menurut garis tinggi dan tanah galiannya ditimbunkan ke tepi luar, sehingga air dapat tertahan dan terkumpul. Pematang yang terjadi ditanami dengan rumput.
Sawah terasering membutuhkan banyak galengan atau pematang. Semakin banyak pematang, tentu saja berarti pula semakin sempit lahan yang bisa dipakai untuk menanam padi. Penggarapan lahannya juga relatif sulit, hanya bisa dilakukan dengan alat tradisional yaitu wluku, garu, atau cangkul.
Hal ini tentu saja berbeda dengan sawah yang menghampar di dataran rendah.
Per petaknya, lahan sawah di dataran rendah jelas lebih luas dibandingkan teras sering. Pengelolaan tanahnya juga jauh lebih mudah.
Selain tetap bisa menggunakan alat-alat tradisional, bisa juga memakai alat-alat modern berupa traktor.
Seperti terasering, sawah di dataran rendah juga butuh sistem irigasi yang bagus. Hanya saja, sawah di dataran rendah memang tidak memiliki risiko abrasi setinggi terasering.
Sawah di dataran tinggi dengan bentuk trasering atau sawah yang menghampar di dataran rendah sebenarnya punya fungsi utama yang sama, yaitu sebagai tempat untuk menanam padi.
Bahwa hamparan sawah nan indah juga bisa menjadi tempat wisata idaman, itu adalah bonus.