Daftar isi
Jika mengacu pada ilmu pengetahuan sains maka sejatinya manusia modern saat ini adalah hasil evolusi dari manusia purba pada zaman prasejarah. Salah satu spesies manusia purba yang pernah ditemukan di dunia adalah Australopithecus Afarensis yang akan menjadi topik dalam pembahasan berikut.
Apa itu Australopithecus Afarensis?
Australopithecus Afarensis adalah spesies manusia purba yang ditemukan di Afrika tepatnya di Ethiopia dan Tanzania. Kelompok primata yang kerap dianggap sebagai nenek moyang manusia ini diperkirakan hidup pada 4,4 juta hingga 1,4 juta tahun yang lalu.
Dari sekian banyaknya penemuan fosil di berbagai belahan Bumi, kerangka dari Australopithecus Afarensis adalah yang paling baik dan cukup lengkap. Ini lah yang menjadikannya sebagai fosil manusia purba paling terkenal dengan sebutan “Lucy, the mother of Africa” atau “Lucy, ibu darI Afrika.
Sejarah Penemuan Australopithecus Afarensis
Penemuan kerangka fosil dari Australopithecus Afarensis tidak lepas dari peranan Donald Carl Johanson yang merupakan seorang ahli paleontologi asal Amerika Serikat. Ia bersama dengan timnya berhasil menemukan kerangka manusia purba ini pada tahun 1970 di Hadar, Ethiopia. Fosil pertama yang ditemukan adalah tulang skeleton dari seorang wanita.
Tiga tahun berikutnya penemuan di Hadar kembali terjadi yaitu berupa tulang lutut. Penemuan ini lah yang menguatkan dugaan bahwa nenek moyang manusia berjalan dengan kedua kakinya. Setelah dua kali penemuan di tempat yang sama, Johansson kembali melakukan pencarian di wilayah ini dan berhasil menemukan ratusan fosil dari manusia purba Australopithecus afarensis
Penemuan kembali terjadi pada tahun 1974 di Laetoli, Tanzania. Kali ini ditemukan oleh tim yang dipimpin oleh arkeolog dari Inggris yang bernama Mary Leakey. Leakey menemukan fosil rahang bawah yang semakin melengkapi temuan sebelumnya. Setahun berikutnya di Hadar kembali mengejutkan dunia dengan ditemukannya 9 kerangka dewasa dan 4 kerangka anak-anak. Fosil ini kemudian dijuluki sebagai “Keluarga Pertama”.
Dari tulang-tulang yang berhasil ditemukan dan kemudian diteliti, hasilnya tidak menunjukkan kecocokan antara fosil ini dengan fosil spesies yang lebih dahulu ditemukan. Pada tahun 1978 , fosil ini resmi diberi nama Australopithecus afarensis yang diambil dari kata “Australopithecus” yang artinya “Kera Selatan” dan “afarensis” adalah nama dari lokasi ditemukannya fosil ini yakni di wilayah depresi Afar, Ethiopia, Afrika.
Penemuan-penemuan fosil Australopithecus afarensis masih berlanjut yakni pada tahun 2000 dan 2005. Pada tahun 2000 di Dikika ditemukan sebua tulang skeleton milik balita sekitar tiga tahun. Fosil yang dijuluki “baby’s Lucty” ini diperkirakan hidup pada 3,3 juta tahun yang lalu. Sedangkan temuan pada tahun 2005 dan 2009 di tempat yang sama ditemukan tulang lengan, tulang belikat, tulang rusuk, tulang leher, panggul, tulang kaki milik pria dewasa yang diberi nama “Lucy’s big brother”
Siapa itu Lucy?
Sejak awal pembahasan kalian pasti menyadari nama yang selalu disebutkan yaitu “Lucy”. Lalu siapa itu Lucy sebenarnya? Lucy adalah nama yang diberikan kepada fosil homonim yang paling lengkap. Kelengkapannya mencapai angka 40 persen yakni 47 buah dari total 207 tulang. Tulang-tulang tersebut meskipun berbentuk pecahan-pecahan namun berdasarkan penelitian para ahli mereka berasal dari individu yang sama.
Tulang belulang ini diketahui milik seorang perempuan berdasarkan bentuk tulang panggul nya. Lucy digambarkan sebagai wanita dengan tinggi 105 cm dengan berat tubuh 28 kg yang hidup pada 3,8 juta tahun lalu. Para ahli menyimpulkan Lucy adalah seorang wanita dewasa berdasarkan kerangka gigi bungsu dan beberapa bagian tulangnya telah menyatu yang artinya dia bukan lagi seorang anak-anak.
Para peneliti pun mencoba mencari tahu bagaimana Lucy meninggal dengan menggunakan CT scan. Hasilnya menunjukkan Lucy mengalami cedera yang cukup parah. Dari hasil ini ditarik kesimpulan kemungkinan Lucy meninggal adalah akibat jatuh dari ketinggian seperti pohon atau mungkin jurang. Namun kesimpulan tersebut dibantah oleh sang penemu pertama yaitu Donald Johanson yang berpendapat bahwa cedera tersebut bisa saja didapatkan dari binatang-binatang yang menginjak Lucy setelah kematiannya.
Alasan pemberian nama Lucy pada kerangka fosil ini sangatlah sederhana yakni terinspirasi dari lagu dari grup musik The Beatles yang berjudul “Lucy in the Sky with Diamonds’‘. Lagu ini adalah lagu yang mengiringi tim arkeolog selama pencarian fosil.
Ciri Fisik Australopithecus afarensis
Setelah dilakukan berbagai pengamatan pada fosil yang telah ditemukan, Australopithecus afarensis memiliki ciri fisik seperti berikut ini.
- Ukuran dan Bentuk Tubuh
Ukuran tubuh antara Au. afarensis wanita dan laki-laki cukup jauh perbedaannya yakni 105 meter pada wanita dan 150 meter pada laki-laki. Berat tubuh Au. afarensis yang paling kecil adalah 25 kg dan yang paling besar adalah 60 kg.Manusia ini juga digambarkan memiliki bulu atau rambut yang cukup lebat di sekujur tubuhnya.
- Tengkorak
Pada bagian tengkorak lebih tepatnya pada ruang tengkorak sedikit seperti kubah. Bentuk tersebut mengindikasikan bahwa mereka adalah spesies pengunyah yang baik. Sementara itu struktur wajah menonjolkan tulang pipi yang menonjol keluar terutama pada wanita.
Dahi Au. afarensis cenderung miring dan sedikit menonjol seperti bagian alisnya. ada bagian tulang hyoid berukuran kecil dan saluran telinganya berbentuk setengah lingkaran serupa dengan spesies Au. africanus.
Otak Au. Afarensis diketahui memiliki volume yang cukup besar yaitu 430 cc dan menunjukkan adanya pembesaran di bagian korteks serebral.
- Tulang
Tulang Au. Aferesis pada bagian rusuk berbentuk kerucut an soket tulang belikat menghadap ke atas mirip seperti milik kera modern. Namun bentuk tulang belakang, panggul, dan lutut lebih mirip manusia.
Tulang paha berukuran pendek dan relatif miring ke tulang lutut dan tulang tumit melebar. Tulang lengannya tergolong panjang dan kuat. Bentuk tulang jari memanjang dan melengkung serta posisi jempol sejajar dengan jari-jari lainnya.
- Rahang dan Gigi
Bentuk rahang dari A. afarensis cenderung panjang dan sempit. Gigi bagian bawah yang tersusun pada rahang bawah lebih lebar daripada gigi depan. Sedangkan pada rahang atas terdapat gigi geraham dan gigi lainnya yang tersusun ke bagian belakan dalam.
A.afarensis memiliki gigi seri yang cukup lebar terutama bagian depan dan taring yang lebih panjang dan runcing dari gigi lainnya.
Kehidupan Australopithecus afarensis
Dengan segala kecanggihan dan ilmu pengetahuan yang sudah maju, kita bisa memperkirakan kehidupan dari jutaan tahun lalu melalui fosil maupun artefak yang ditemukan. Berdasarkan kerangka yang telah diamati, Australopithecus afarensis memiliki gaya kehidupan seperti berikut.
- Kebudayaan
Setiap genus pada umumnya memiliki kebudayaannya sendiri yang diterapkan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pada Australopithecus afarensis tidak ditemukan adanya bentuk kebudayaan yang kompleks atau masih sangat sederhana. Diperkirakan mereka menggunakan alat dari kayu atau bebatuan yang belum dimodifikasi menjadi bentuk lainnya.
Artefak yang diduga merupakan alat-alat yang digunakan oleh Au. aferesis ditemukan di Kenya. Alat tersebut berupa batuan-batuan yang terbuat dari batu vulkanik dan juga potongan tulang.
- Pola Kehidupan
Para arkeolog berhasil menemukan sekumpulan fosil yang terdiri dari beberapa kerangka manusia dewasa dan anak-anak baik berjenis kelamin pria ataupun wanita. Dari penemuan ini ditarik kesimpulan bahwa Au. aferesis hidup berkelompok meski dalam skala tidak begitu besar. Hipotesis ini diperkuat dengan adanya fosil jejak kaki yang menunjukkan miliki individu dewasa di depan dan individu yang lebih kecil di belakangnya.
- Tempat Tinggal
Fosil manusia Australopithecus afarensis ditemukan di Ethiopia dan Tanzania yang berjarak 1.500 km. Dari sini peneliti menyimpulkan bahwa manusia purba ini hidup menyebar di berbagai tempat seperti di dekat danau, hutan yang jarang maupun lebat, dan juga di sabana.
- Pola Makan
Berdasarkan struktur giginya, Au. aferesis diperkirakan mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan, buah, kacang-kacangan, biji-bijian dan bahan makanan yang keras lainya. Pada penelitiannya salah satu kerangka memiliki luka pada bagian rongga mulut yang diduga didapatkan ketika mencoba memakan daging.
- Perilaku
Kerangka-kerangka Au. afarensis mengindikasikan bahwa individu ini berjalan dengan tegak dan menggunakan dua kaki atau dikenal dengan istilah bipedal. Langkah yang dibuat mereka pun cukup teratur seperti manusia modern.
Fitur bahu dan lengannya menunjukkan kemampuan mereka dalam memanjat dan bergelantungan. Kemungkinan, kemampuannya tersebut digunakan untuk mencari makan di kanopi pohon dan memanjat untuk menghindari hewan buas ataupun untuk tidur.
Hubungan Australopithecus afarensis dengan Spesies Lain
Ada beberapa teori yang mengatakan tentang hubungan antara Au. afarensis dengan manusia purba lainnya. Beberapa berpendapat mereka adalah nenek moyang dari Australopithecus anamensi. Pendapat lainnya mengatakan mereka adalah nenek moyang dari spesies Paranthropus, Australopithecus, dan spesies Homo berikutnya.