Daftar isi
Seperti manusia yang tinggal di Bumi, para astronot di ruang angkasa juga memerlukan tempat untuk tinggal dan bekerja. Salah satu tempat mereka melakukan misi mereka adalah Stasiun Antariksa Internasional atau International Space Station (ISS).
Stasiun Antariksa Internasional dibangun di orbit jauh di atas Bumi, dengan ketinggian orbit sekitar 400 km dari permukaan Bumi. Pembangunan Stasiun Antariksa Internasional merupakan proyek besar yang melibatkan 16 negara.
Stasiun ini terdiri atas beberapa modul yang saling dihubungkan. Modul adalah kabin-kabin silinder bertekanan, yang disambungkan dengan kerangka atau tiang penopang.
Bagian-bagian Stasiun Antariksa Internasional ini dikirim ke ruang angkasa dan disatukan di sana. Di dalam modul terdapat laboratorium ilmiah dan tempat tinggal para astronaut. Selain astronaut, banyak ilmuwan dari berbagai bidang telah tiba dan mengadakan penelitian di sana.
Pada tahun 1998, dua modul pertama Stasiun Antariksa Internasional diluncurkan dan digabungkan di orbitnya. Bagian pertama disebut modul Zarya yang diluncurkan oleh roket Proton milik Rusia pada November 1998.
Selanjutnya, pada bulan Desember 1998, modul kedua yaitu modul Unity diangkut dengan menggunakan pesawat ulang-alik. Pada bulan Juli 2000, modul servis Zvesda ditambahkan pada stasiun ini.
Awak pertama yang tiba di Stasiun Antariksa Internasional dinamai Expedition One yang tiba pada November 2000. Stasiun Antariksa Internasional bisa menampung tujuh orang ilmuwan dan astronot selama enam bulan.
Volume bagian dalam Stasiun Antariksa Internasional hampir sama dengan volume kabin pesawat jet. Di dalam stasiun ini ada enam laboratorium, dua modul habitasi untuk tempat tinggal para astronot dan ilmuwan, serta dua modul logistik.
Stasiun Antariksa Internasional memanfaatkan panel surya sebagai sumber energi. Panel surya ini dapat berayun mengikuti posisi Matahari. Energi Matahari inilah yang menghasilkan listrik di stasiun ini.
Spesifikasi Stasiun Antariksa Internasional:
Sebelum melakukan misi ke antariksa, para astronot harus melakukan pelatihan terlebih dahulu selama beberapa tahun. Mereka adalah orang-orang terpilih dari ribuan orang yang mendaftar. Para astronot menjalani latihan intensif dengan menggunakan simulator.
Ada tiga jenis astronot yang berangkat ke antariksa, yaitu astronot pilot, spesialis misi, dan spesialis kabin muatan.
Karena kondisi ruang angkasa tidak memiliki gravitasi, para astronot berlatih dengan kondisi tanpa bobot dengan menggunakan pesawat udara. Pesawat akan terbang ke atas kemudian menukik berulang kali.
Ketika mencapai puncak penerbangan, segala sesuatu di dalam pesawat akan jatuh bebas dan menjadi tidak memiliki bobot selama lebih dari 25 detik.
Selain berlatih di simulator penerbangan, para astronot juga melakukan latihan pertahanan saat keadaan darurat.
Latihan ini meliputi terjun payung, cara mengenakan pakaian pertahanan, dan juga latihan untuk berjaga-jaga jika mereka terdampar ketika mendarat atau terlempar ke luar pesawat.
Ketika berada di antariksa, para astronot juga perlu makan, tidur, membersihkan diri, bahkan berolahraga seperti di Bumi. Namun, semua kegiatan itu dilakukan dengan cara yang berbeda.
Setiap misi ruang angkasa direncanakan secara detail jauh-jauh hari sebelum para astronot meninggalkan Bumi. Setelah berada di antariksa pun, para awak misi selalu berkomunikasi dengan para pengendali di Bumi tentang kegiatan dan pekerjaan yang mereka lakukan di Stasiun Antariksa Internasional.
Setiap pagi, para astronot bangun dari tidurnya dan mandi. Namun, mereka tidak menggunakan pancuran air seperti di Bumi. Air dari pancuran tidak bisa jatuh ke bawah karena tidak ada gravitasi dan penggunaan air pun dibatasi.
Oleh karena itu, biasanya astronot menggunakan kain basah dan cairan pembersih yang tidak perlu dibilas. Mereka pun menyikat gigi seperti biasa karena kebersihan menjadi salah satu faktor penting yang harus diperhatikan.
Sebelum meninggalkan Bumi, biasanya para awak memilih menu makanan yang mereka inginkan. Makanan yang biasa dibawa ke antariksa biasanya berupa makanan kaleng, makanan kering, atau makanan segar seperti buah-buahan yang dikemas hampa udara agar bisa bertahan lama.
Makanan yang dikeringkan biasanya memiliki tabung kecil dalam kemasannya untuk mengalirkan air pada makanan. Sementara itu, minuman akan dikemas dalam botol atau dibuat berbentuk bubuk yang kemudian dicampur dengan air.
Setelah makan, para astronot tidak perlu mencuci wadah tempat mereka makan. Kemasan makanan biasanya akan dibuang. Pakaian yang mereka kenakan juga tidak perlu dicuci karena biasanya para astronot memakai pakaian sekali pakai. Sampah yang mereka hasilkan ini biasanya akan disatukan dan dibuang ke dalam atmosfer hingga semua sampah ini terbakar habis.
Setiap hari, para astronot pun perlu beristirahat. Mereka biasanya bekerja dan tidur secara bergiliran. Para astronot tidur di dalam kantong tidur yang ditempelkan ke dinding agar mereka tidak melayang ketika tertidur.
Ketika berada di dalam stasiun, para astronot bisa memakai baju biasa karena kondisi dalam stasiun sudah disesuaikan sehingga tubuh manusia bisa bertahan di sana. Namun ketika melangkah ke luar untuk bekerja, para astronot memerlukan baju ruang angkasa.
Ada dua macam baju ruang angkasa, yaitu baju untuk peluncuran dan kembali ke Bumi serta baju untuk berjalan di ruang angkasa (spacewalk).
Baju yang dikenakan saat para astronot berangkat dan kembali dari antariksa biasanya berwarna oranye, yang akan melindungi mereka dari tekanan udara dan temperatur di kabin pesawat yang mengangkut mereka.
Saat bekerja di Stasiun Antariksa Internasional, para astronot tidak selalu berada di dalam laboratorium. Mereka juga sering kali harus berjalan keluar di ruang angkasa (spacewalk). Kegiatan ini sangatlah berbahaya sehingga mereka memerlukan baju khusus.
Baju ini bukan hanya menjadi baju kerja, tetapi juga sebagai sistem pertahanan hidup di sana. Baju ruang angkasa menyediakan oksigen bagi astronot serta melindungi mereka dari kondisi hampa udara, suhu ekstrem, dan partikel meteorit.
Perlu waktu sekitar 15 menit untuk memakai baju ruang angkasa. Sebagian besar baju memiliki 11 lapisan berbeda. Di dalam lapisan inilah terdapat sistem pendingin, kantong minum, dan alat pengumpul urine.
Berat baju ruang angkasa di Bumi mencapai 47 kg. Bahkan dengan sistem pelindung kehidupan lainnya dan kamera, beratnya bisa mencapai 117 kg. Namun, baju ini akan jauh lebih ringan di antariksa karena tidak ada gravitasi di sana.
Baju ruang angkasa juga dilengkapi dengan sistem komunikasi. Helm yang mereka kenakan memiliki mikrofon dan earphone untuk berkomunikasi.
Para pengendali di Bumi senantiasa memonitor kegiatan di Stasiun Antariksa Internasional. Oleh karena itu, mereka tentu perlu untuk berkomunikasi dengan astronaut.
Salah satu pekerjaan astronot di Stasiun Antariksa Internasional adalah memelihara satelit. Saat melakukan pengecekan pada satelit, tubuh para astronot biasanya dihubungkan dengan tali pengaman agar mereka tidak melayang menjauh dari stasiun.
Kondisi tanpa gravitasi di antariksa membuat mereka mampu melakukan banyak pekerjaan yang luar biasa, seperti memindahkan bagian satelit yang berbobot besar hanya dengan menggunakan tangan.
Para astronot memiliki perkakas khusus yang mereka gunakan saat bekerja. Perkakas seperti palu tampak mirip dengan yang digunakan di Bumi, tetapi gagangnya biasanya dibuat lebih besar agar bisa digenggam dengan tangan yang mengenakan sarung tangan.
Awak Stasiun Antariksa Internasional juga terdiri atas ilmuwan yang bekerja di dalam laboratorium. Mereka mengerjakan bermacam-macam penelitian di sana.
Salah satu penelitian yang dilakukan adalah menanam tanaman di antariksa. Para ilmuwan ingin mengetahui apa yang terjadi jika tanaman ditanam di kondisi tanpa bobot.
Di Bumi, gravitasi membuat akar tanaman tumbuh ke bawah dan batang tumbuh ke atas. Sementara itu, di antariksa tanaman tumbuh ke segala arah. Cara menyiram tanaman pun berbeda karena air akan melayang di sana.
Penelitian ini bisa berguna di masa depan ketika para astronot mungkin bergantung pada tanaman untuk menyediakan oksigen di antariksa.
Penelitian-penelitian lain juga dilakukan di laboratorium Stasiun Antariksa Internasional. Para ilmuwan melakukan eksperimen untuk mempelajari materi, organisme, serta efek kondisi tanpa gravitasi pada tubuh manusia.
Manusia terbiasa bertahan hidup dengan kondisi atmosfer dan gravitasi Bumi. Di ruang angkasa, para astronot melakukan adaptasi dengan keadaan tanpa gravitasi.
Kondisi ini membawa perubahan bagi otot, tulang, jantung, dan darah ketika para astronot menjalani misi antariksa yang panjang.
Efek biologis kondisi tanpa gravitasi:
Selama di ruang angkasa, tulang akan menjadi mudah rapuh karena tidak menopang bobot tubuh. Astronot kehilangan lebih dari 6% massa tulang selama berada di ruang angkasa.
Para astronot yang menjalani misi panjang di ruang angkasa bisa mengalami keretakan tulang saat kembali ke Bumi.
Ruas tulang belakang biasanya sedikit meregang di ruang angkasa sehingga memperpanjang tulang punggung. Kondisi ini membuat astronot menjadi lebih tinggi sekitar 3-6 cm. Ketika pulang ke Bumi, tinggi mereka akan normal kembali.
Karena tidak harus melawan gravitasi, otot para astronot mengalami atropi (pelemahan otot). Lebih dari 20% massa otot berkurang.
Otot kaki biasanya mengalami efek paling besar karena jadi lebih jarang digunakan. Namun, sebagian besar otot yang rusak bisa tumbuh kembali setelah para astronot berada di Bumi.
Gravitasi di Bumi menarik darah ke arah kaki, sedangkan di ruang angkasa peredaran darah ditarik ke seluruh tubuh. Tubuh akan mengurangi jumlah darah di kepala dengan mempercepat detak jantung. Sekitar 20% sel darah merah para astronot juga berkurang sehingga mereka mengalami anemia.
Organ dalam dapat mengalami perubahan akibat kondisi tanpa gravitasi. Jantung yang biasanya memompa darah melawan gravitasi menjadi bekerja lebih ringan di antariksa. Ukurannya bisa menyusut hingga memperlambat dan memompa darah lebih sedikit setiap jantung berdetak.
Awak pesawat dapat dipasangi sensor di tubuhnya untuk memantai kondisi kesehatannya. Hasil pemantauan ini dapat dikirimkan ke dokter-dokter ahli yang ada di Bumi sehingga kondisi mereka selalu terjaga selama bekerja di ruang angkasa.
Setelah misi selesai dan para astronot kembali ke Bumi, mereka terus dipantau agar dapat menyesuaikan kembali ke keadaan Bumi.
Para astronot kembali ke Bumi dengan pesawat ruang angkasa. Pesawat ini bisa melaju dengan kecepatan hingga 25.000 km/jam. Setiap pesawat dilengkapi proteksi agar tidak terbakar ketika melewati atmosfer Bumi.
Pesawat ulang-alik memiliki pelindung panas yang dapat digunakan kembali. Selama memasuki atmosfer Bumi, temperatur permukaan pesawat ruang angkasa bisa mencapai lebih dari 1.000°C.
Ketika memasuki atmosfer Bumi, hambatan akan menjadi lebih besar dan pesawat ruang angkasa akan menjadi lebih lambat. Setelah berhasil mendarat, pesawat akan melepaskan parasut untuk membantu mengurangi kecepatan.
Setelah pesawat berhenti, akan ada tim penyelamat yang memeriksa apakah ada gas beracun dan mudah meledak di sekitar pesawat. Para awak misi ruang angkasa pun akan segera mendapatkan pemeriksan kesehatan sebelum meninggalkan pesawat.