Kiai Bisri Syansuri dikenal sebagai salah satu ulama di nusantara sebagai ahli dan pecinta fiqh. Kiai Bisri berasal dari Pati Jawa Tengah dan pernah menjabat sebagai Rais Aam NU.
Beliau dikenal tidak hanya fokus dalam menyebarkan agama Islam melainkan juga memiliki semangat tinggi dalam nasionalisme dan kebangsaan.
Kiai Bisri lahir pada tanggal 23 Agustus 1887 atau bertepatan pada 05 Dzulhijjah 1304 H di Desa Tayu Wetan, Pati, Jawa Tengah. Ia lahir dari pasangan Siti Rohmah dan ayah yang bernama Syansuri. Ia merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Kiai Bisri memulai belajar agama Islam pada usia tujuh tahun. Ia belajar Al-Quran dengan aturan tajwid yang baik dan benar. Ia belajar dengan kiai yang juga satu lingkup dengannya yaitu Kiai Saleh. Kemudian ia pergi ke Kajen untuk mendalami ilmu Al-Quran pada Kiai Abdul Salam.
Setelah itu, ia belajar tafsir kumpulan hadist nabi berukuran kecil dan sedang. Kiai Abdul Salam membimbingnya dengan sangat terampil dan disiplin hingga Kiai Bisri Syansuri menjadi salah seorang ulama yang dihormati di negeri ini.
Di usia 15 tahun, Kiai Bisri pergi ke pulau garam, Madura. Di sana ia juga menimba ilmu pada salah seorang kiai termahsyur se-Jawa, yaitu Kiai Kholil. Di sinilah ia bertemu pemuda yang bernama Wahab Hasbullah yang pada akhirnya menjadi kakak iparnya.
Tahun 1906, Bisri muda melanjutkan perjalanannya ke Pesantren Tebuireng di bawah asuhan KH. Hasyim Asy’ari. Di pesantren tersebut ia bertemu orang-orang yang menjadi kiai kondang juga.
Seperti, Abdul Manaf dari Kediri, As’ad Syamsul Arifin dari Situbondo, Nahrawi dari Malang, dan Ma’shum Ali dari Pesantren Maskumambang di Sedayu.
Kiai Bisri menimba ilmu di Pesantren Tebuireng selama enam tahun. Ia mendapatkan ijazah dari gurunya untuk mengajarkan kitab-kitab agama yang terkenal seperti Fiqh Al-Zubath dan Bukhari Muslim.
Tahun 1914, adik Wahab Hasbullah yang bernama Nur Khadijah menunaikan ibadah haji bersama ibunya. Momen inilah yang menjadikan Kiai Bisri kemudian dijodohkan dengan adik Wahab.
Pada tahun tersebut pula Bisri menikah dengan Nur Khodijah. Sepulangnya dari tanah suci, Bisri tinggal di rumah mertuanya di Tambakberas, Jombang. Di sana ia membantu mertuanya untuk mengajar para santri. Dari pernikahannya dengan Nur Khodijah ia dikaruniai enam orang anak.
Hal apa saja yang dapat dijadikan teladan dari Kiai Bisri Syansuri? Berikut beberapa contohnya:
Pada tahun 1919, Kiai Bisri Syansuri melakukan suatu gebrakan baru mengenai hal yang dirasa tabu oleh masyarakat yaitu mendirikan kelas khusus bagi perempuan di pesantrennya.
Hal tersebut merupakan hal pertama yang terjadi di lingkungan pesantren khususnya di Jawa Timur. Mendengar hal tersebut, Kiai Hasyim langsung berangkat menuju Denanyar, Jombang.
Ia melihat, langsung proses pembelajaran kelas perempuan dan berkesimpulan bahwa hal tersebut tidak dilarang.
Di abad 20 saja Kiai Bisri mampu membangun pendidikan perempuan yang sangat mulai. Banyaknya kasus asusila dan pelecehan pada perempuan sangat kontras dengan usaha yang dilakukan oleh Kiai Bisri.
Kita patut mencontoh ide Kiai Bisri. Sebab dari perempuan cerdas akan melahirkan generasi yang cerdas pula.
Kiai Bisri merupakan seseorang yang teguh pendirian. Ia akan mati-matian untuk mempertahankan apa yang menjadi prinsipnya. Seperti dijelaskan sebelumnya, Kiai Bisri merupakan seseorang yang mencintai fiqh sepanjang hayatnya. Maka, itulah yang akan ia pegang hingga maut tiba.
Meskipun ia berbeda prinsip dengan Kiai Wahab yang merupakan kakak iparnya, namun mereka tetap berjalan tanpa bermusuhan. Keduanya tetap memegang apa yang telah menjadi keteguhan hidupnya.
Pada masa penjajahan Belanda, Kiai Bisri bergabung dengan pasukan sabilillah. Ia tidak gentar berjuang melawan penjajah dengan kiai lainnya untuk mempertahankan NKRI.
Ia malah ikut aktif dalam pertahanan negara dengan menjadi Kepala Staf Markas Oelama Djawa Timur (MODT). Meskipun akhirnya MODT dibubarkan karena TNI menjadi satu satunya yang bertanggung jawab atas keamanan negara. Selain itu, Kiai Bisri pernah menjadi anggota DPR hingga ia wafat pada Sang Pencipta.