Sejarah

9 Dampak Peristiwa Agresi Militer Belanda II Setelah Perjanjian Renville

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Agresi militer II Belanda terjadi pada tanggal 19 Desember 1948. Agresi ini dikenal pula dengan istilah Operatie Kraii atau Operasi Gagak dalam bahasa Belanda. Agresi ini dilatar belakangi oleh kebuntuan pada pelaksanaan hasil perundingan renville. Belanda merasa tidak puas dengan hasil perundingan dan bersikeras untuk mempertahankan kekuasaan di Indonesia. Sedangkan Indonesia tetap mempertahankan kedaulatannya.

KTN sebagai mediator terus menawarkan solusi atas ketegangan yang terjadi. Namun, hal tersebut tidak berhasil. Kedua negara ini akhirnya sama-sama mengirimkan Nota yang berisi tuduhan pada pihak lawan yang tidak menghormati perjanjian renville.

Alhasil, pada tanggal 18 Desember 1948 tengah malam, wali tertinggi mahkota Belanda mengumumkan bahwa Belanda melepaskan diri dari hasil perjanjian renville. Kemudian Belanda melancarkan agresi dengan menggunakan taktik perang kilat.

Pasukan Belanda melakukan serangan pertama kali di terbang Maguwo. Dalam waktu yang singkat, Belanda berhasil merebut Maguwo dan menguasainya. Pasukan pertahanan di sana dapat dijebol karena minimnya persenjataan para pasukan TNI.

Dua jam kemudian dari kejadian tersebut, seluruh kekuatan tempur Belanda bergerak ke Yogyakarta. Adanya agresi militer Belanda yang kedua ini telah memberikan banyak dampak baik dampak positif maupun negatif. Dampak tersebut tidak hanya dirasakan oleh Indonesia saja, melainkan oleh Belanda itu sendiri. Berikut ini dampak adanya agresi militer Belanda II.

Dampak agresi militer Belanda II bagi Indonesia.

1. Penangkapan sejumlah tokoh penting.

Adanya agresi militer Belanda II tidak hanya melakukan serangan semata melainkan juga turut mengamankan para tokoh penting Indonesia. Mereka melakukan penangkapan pada Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya.

Selain menangkap para tokoh penting, mereka juga menangkap para menteri yang membantu presiden seperti Mohammad Roem, Agus Salin dan A. G Pringgodigdo. Para tokoh tersebut kemudian dibawa ke tempat pengasingan yakni di Prapat, Sumatera dan Pulau Bangka.

2. Pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia

Adanya agresi militer Belanda II membuat kejatuhan dari ibu kota negara Indonesia sehingga memaksa dibentuknya pemerintah Darurat Republik Indonesia. Pembentukan pemerintah darurat ini dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara seorang menteri kemakmuran.

Pemerintahan darurat republik Indonesia dibentuk di Sumatera karena kebetulan saat itu Sjarifuddin sedang ada di Bukit Tinggi. Pembentukan pemerintah darurat ini dilakukan atas surat kuasa dari presiden dan wakil presiden. Pemerintahan Sjafruddin ini kemudian dikenal dengan nama Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.

Selain memberikan perintah kepada Sjarifuddin, surat kuat juga diberikan kepada dr Sudarsono sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk India, L.N. Palar staf kedutaan RI dan A. A Maramis sebagai menteri keuangan. Pada surat kuasa tersebut presiden memerintah untuk membentuk pemerintah darurat di New Delhi, India sebagai rencana kedua jika Sjafruddin gagal membentuk pemerintahan darurat.

3. Gugurnya 128 orang TNI

Belanda telah mempersiapkan aksi penyerangan dengan matang. Penyerangan pertama kali dilakukan di Yogyakarta. Penyerangan ke Yogyakarta, yang merupakan Ibu Kota Republik Indonesia, diawali dengan pengeboman di Lapangan Terbang Maguwo. Pada pukul 05.45, pasukan Belanda menghujani Lapangan Terbang Maguwo dengan menggunakan bom dan tembakan dari lima pesawat Mustang serta 9 pesawat Kittyhawk.

Garis pertahanan TNI yang ada di Maguwo hanya berjumlah 150 pasukan saja bahkan pangkalan udara ini memiliki persenjataan yang terbatas berupa satu senapan anti pesawat dan beberapa senapan biasa. Hanya ada satu kompi TNI yang bersenjata lengkap di pangkalan udara.

Pertempuran yang berlangsung di Maguwo tidak berlangsung lama, pertempuran hanya terjadi selama 25 menit saja. Lapangan Udara Maguwo akhirnya berhasil jatuh ke tangan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Eekhout.

Banyak korban berjatuhan dari TNI, sedangkan pasukan Belanda tidak ada yang menjadi korban. Agresi militer Belanda II, telah menyebabkan sebanyak 128 orang TNI tewas dan menjadi korban agresi militer Belanda II. Mereka tewas karena serangan Belanda yang dilakukan di Bandara Maguwo.

Belanda menggunakan taktik perang kilat sehingga menyebabkan ketidaksiapan pada TNI. Hal inilah yang kemudian menyebabkan banyaknya anggota TNI yang menjadi korban dari serangan tersebut.

4. Berhasil Menguasai Maguwo

Adanya agresi militer Belanda II dengan menggunakan taktik perang kilat membuat Maguwo berhasil dikuasai Belanda. Maguwo berhasil dikuasai melalui serangan udara yang menggunakan 14 buah pesawat terbang seperti Mustang dan Kittyhawk.

Maguwo berhasil dikuasai hanya dalam waktu yang sangat singkat yakni 25 menit. Hal inilah yang kemudian membuat aksi ini dinamakan dengan perang kilat karena berlangsung sangat cepat.

5. Hancurnya beberapa bangunan.

Dampak agresi militer Belanda II tidak hanya menyebabkan tewasnya para anggota TNI melainkan juga hancurnya beberapa bangunan di Yogyakarta. Kehancuran bangunan ini dikarenakan serangan udara yang dilakukan oleh Belanda dengan menggunakan 14 pesawat. Belanda juga melakukan pengeboman pada beberapa bangunan yang ada di Yogyakarta.

Tidak hanya itu, adanya serangan ini juga berhasil membuat Yogyakarta dikuasai oleh Belanda sehingga presiden mengeluarkan surat kuasa untuk pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Pembentukan tersebut bertujuan untuk membuktikan bahwa pemerintahan Indonesia itu masih ada.

Dampak agresi militer Belanda II bagi Belanda

Adanya agresi militer Belanda II tidak hanya memberikan dampak bagi Indonesia saja melainkan bagi Belanda itu sendiri. Beberapa dampak tersebut ada yang memiliki positif adapula yang negatif. Berikut ini dampak agresi militer Belanda II bagi Belanda.

1. Tidak dapat merasakan kemenangan seutuhnya

Meskipun serangan yang dilakukan oleh Belanda di Bandara Maguwo telah berhasil membuat Yogyakarta dikuasainya, namun hal tersebut tidak serta merta membuat Belanda menang dan kembali menguasai Belanda.

Pasukan anggota TNI yang semula dikira sudah habis karena tewas ternyata pasukan tersebut masih ada. Bahkan pasukan tersebut berhasil melakukan perlawanan sengit yang mendadak kepada pasukan Belanda.

2. Pasukan Belanda berhasil dilumpuhkan

Adanya agresi militer Belanda II tidak membuat Indonesian diam saja meskipun di awal Belanda berhasil menguasai. Pada tanggal 1 Maret 1949 TNI mengadakan perlawanan balik. Perlawanan ini kemudian dikenal dengan nama Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta. Dampak dari serangan balik ini membuat pasukan Belanda kewalahan sehingga berhasil dilumpuhkan.

3. Adanya aksi gerilya di sejumlah daerah

Adanya agresi militer Belanda II membuat sejumlah daerah di luar kota Yogyakarta melakukan gerilya. Aksi gerilya ini dilakukan di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan dipimpin langsung oleh Jenderal Soedirman. Jenderal Soedirman memimpin gerilya selama delapan bulan meskipun di tengah kondisi yang sedang mengalami sakit keras.

Kolonel A. H Nasution selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat dengan tajuk Totaliter atau Perintah Siasat No 1. Tajuk ini menyatakan di antaranya tugas pasukan-pasukan daerah federal untuk melakukan penyusupan ke belakang garis musuh dan membangun kantong gerilya. Salah satu dari pasukan itu adalah pasukan Siliwangi.

Pasukan Siliwangi merupakan salah satu pasukan yang harus melakukan perpindahan tempat dari Jawa Tengah menuju lokasi yang sudah ditetapkan. Aksi pemindahan tempat ini dikenal dengan long march Siliwangi. Akibat dari adanya gerilya di sejumlah daerah membuat Belanda menghentikan agresi militernya itu.

4. Kegagalan propaganda yang digaungkan

Tujuan diadakannya agresi militer Belanda II ini adalah untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia serta tentaranya sudah tidak ada. Dengan begitu, Belanda dapat kembali mengepakkan sayapnya sebagai negara penjajah di Indonesia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Belanda melakukan sejumlah propaganda. Namun, propaganda tersebut dapat digagalkan dengan adanya serangan balik yang dilakukan oleh TNI dan adanya pemerintah darurat Republik Indonesia di Bukit tinggi. Pemerintah darurat bentukan Sjafruddin ini berhasil menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia masih ada.

Untuk menepis propaganda tersebut tidak lepas dari bantuan pada diplomat Indonesia. Perjuangan diplomasi yang dilakukan oleh Palar, Sumitro, Sudarpo dan Sujatmoko berhasil menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih ada. Mereka melakukan keliling di luar negeri untuk melakukan diplomasi kepada sejumlah negara.

Selain itu, diplomasi tersebut juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa adanya agresi militer Belanda II ini merupakan bentuk dari tindakan melanggar perjanjian Renville. Mereka juga meyakinkan bahwa Republik Indonesia merupakan negara yang mencintai kedamaian. Hal ini dibuktikan dengan kepatuhan Republik Indonesia pada hasil perundingan renville.

Selain meyakinkan kepada dunia, para diplomat juga memberikan penghargaan kepada KTN yang telah banyak membantu pemerintah Indonesia saat bersitegang dengan Belanda. Meskipun pada kenyataannya hasil dari perjanjian banyak merugikan Indonesia. Contohnya pada perjanjian Linggarjati.

Para diplomat berhasil membuktikan bahwa pemerintah Republik Indonesia masih ada. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya pemerintahan yang berlangsung melalui pemerintah darurat republik Indonesia. Selain itu juga, masih adanya Tentara Indonesia yang melakukan serangan balik pada serangan umum 1 Maret.

Keberhasilan kembali menguasai Yogyakarta selama 6 jam menjadi bukti tambahan yang diungkapkan para diplomat. Usaha yang dilakukan oleh para diplomat membuah hasil. Dunia internasional mengecam aksi yang dilakukan oleh Belanda. Amerika Serikat mendesak Belanda untuk melakukan penarikan pasukan dari wilayah Republik Indonesia.

Amerika Serikat mengancam jika Belanda tidak segera menarik pasukan maka bantuan akan dihentikan. Selain itu, dewan Keamanan PBB juga mendesak Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Indonesia yang ditahan oleh Belanda.