Hukum

Hukum Perikatan: Pengertian – Asas dan Contohnya

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Dalam hubungan interaksi antar manusia seringkali bersinggungan dengan aspek perikatan yang kemudian memunculkan adanya hal dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang terlibat. Untuk itu diperlukan sebuah hukum yang mengatur hal tersebut guna mencegah dan mengatasi berbagai masalah yang mungkin muncul dalam hubungan perikatan tersebut.

Pengertian Hukum Perikatan

Istilah perikatan adalah padanan dari istilah dalam bahasa Belanda Verbintenis (Munir Fuady, 1999: 1). Istilah hukum perikatan (verbintenissen recht) sendiri dimaknai sebagai seperangkat hukum yang mengatur segala hal terkait perikatan.

Hukum perikatan juga diartikan sebagai hubungan hukum antara dua atau lebih orang yang menyangkut harta kekayaan, dimana satu pihak berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhinya.

Berikut adalah beberapa pengertian perikatan dan hukum perikatan menurut para ahli:

  • Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan bahwa perikatan dimaknai sebagai hubungan (hukum) yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak di bidang harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut (1994: 3).
  • Hofmann berpendapat bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.
  • Menurut Vollmar, jika ditinjau dari isinya, perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim.
  • Prof. Subekti menyatakan perikatan sebagai suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
  • Menurut Abdulkadir Muhammad, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan.

Asas Hukum Perikatan

ada tiga jenis asas dalam hukum perikatan, yaitu:

Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak berpedoman pada Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka pihak yang membuat perjanjian memiliki kebebasan untuk:

  • Membuat maupun tidak membuat perjanjian;
  • Membuat perjanjian dengan pihak yang diinginkan;
  • Menentukan isi, persyaratan, dan pelaksanaan perjanjian;
  • Menentukan bentuk perjanjian yang akan dibuat.

Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme berarti bahwa sebuah perjanjian akan lahir bersamaan dengan tercapainya kata sepakat diantara phak-pihak yang terlibat tentang hal-hal pokok meski tanpa adanya formalitas.

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dinyatakan bahwa ada empat syarat kata sepakat diantara pihak-pihak yang terlibat dalam perikatan, yaitu:

  • Kata sepakat diantara para pihak yang mengikatkan diri terhadap hal-hal pokok dari perjanjian yang dibuat.
  • Cakap menurut hukum dalam membuat suatu perjanjian, yakni telah berusia dewasa (21 tahun) dan tidak sedang berada di bawah pengampuan.
  • Adanya kejelasan yang rinci mengenai apa yang diperjanjikan dan juga penjelasan tentang hak dan kewajiban dari masing-masing pihak agar tidak terjadi perselisihan dikemudian hari.
  • Perjanjian dibuah dengan tujuan yang diperbolehkan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda adalah asas yang menunjukkan adanya kepastian hukum terhadap perjanjian perikatan yang dibuat, dimana perjanjian tersebut menjadi undang-undang yang berlaku bagi para pihak yang terlibat di dalamnya.

Asas Pacta Sunt Servanda berpedoman pada  Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Dasar Hukum Perikatan

Berdasarkan KUH Perdata ada tiga sumber dasar hukum perikatan, yaitu sebagai berikut:

  • Perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian
  • Perikatan yang timbul dari undang-undang
  • Perikatan yang timbul karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )

Adapun sumber hukum perikatan berdasarkan undang-undang adalah:

  • Perikatan ( Pasal 1233 KUHPerdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang
  • Persetujuan ( Pasal 1313 KUHPerdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
  • Undang-undang ( Pasal 1352 KUHPerdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang, timbul dari undang-undang atau sebagai akibat perbuatan orang.

Unsur Hukum Perikatan

Unsur-unsur dalam hukum perikatan adalah sebagai berikut :

Hubungan hukum (legal relationship)

Hubungan hukum dalam hukum perikatan bisa terjadi karena kehendak dari pihak-pihak yang terlibat maupun karena perintah undang-undang.

Pihak-pihak yang terlibat (parties)

Subjek dari hukum perikatan adalah :

  • Debitur, yaitu pihak yang wajib melakukan suatu prestasi atau Pihak yang memiliki utang (kewajiban)
  • Kreditur, yaitu Pihak yang berhak menuntut pemenuhan suatu prestasi  atau pihak yang memiliki piutang (hak)

Harta kekayaan (patrimonial)

Prestasi (performance)

Prestasi adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, bentuk-bentuk prestasi adalah :

  • Memberikan sesuatu;
  • Berbuat sesuatu;
  • Tidak berbuat sesuatu.

Contoh Hukum Perikatan

Seseorang yang telah sepakat untuk membeli rumah dengan harga tertentu, kemudian dia membayar DP (Down Payment) sebesar 10% dari harga yang telah disepakati. Maka, adanya kesepakatan tersebut telah sah dimata hukum sebagai sebuah perjanjian perikatan antara pembeli dan pemilik rumah meskipun tidak ada perjanjian tertulis, sebagaimana diatur di Pasal 1320 KUHPerdata.