Laila merupakan seorang remaja yang tengah duduk di kelas dua SMA. Laila dikenal sebagai siswa yang rajin, disiplin, dan cerdas. Sifat rajin dan disiplinya terbentuk dari didikan serta pola asuh yang diterapkan kedua orang tuanya di rumah. Sementara itu, kecerdasannya adalah warisan genetik dari orang tuanya khususnya sang ibu.
Selain memiliki sifat-sifat tersebut, Laila juga memiliki watak ceria dan mandiri. Hal tersebut terlihat saat ia dapat menyelesaikan tugas sekolah secara tepat waktu tanpa bantuan orang lain.
Ketika di rumah Laila juga sering membantu ibunya membersihkan ruangan dan mencuci baju. Semua itu ia lakukan dengan senang hati dan tanpa paksaan dari keluarganya.
Cerita tentang Laila di atas merupakan salah satu contoh kepribadian yang terbentuk karena adanya tiga faktor, yaitu keturunan, interaksi sosial, dan sosialisasi di lingkungan keluarga serta sekolah.
Kepribadian menurut M. A. W. Browercorak adalah tingkah laku sosial yang mencakup corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini, dan berbagai sikap dapat diri seseorang. Definisi lainnya berdasarkan pendapat Cuber, kepribadian diartikan sebagai gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan terlihat oleh orang lain.
Dengan demikian, kepribadian adalah sekumpulan sifat, kebiasaan, nilai, dan pola perilaku yang unik atau khas dalam setiap individu dalam masyarakat. Kepribadian tersebut berifat konsisten atau tetap sehingga sukar untuk diubah karena telah mandarah daging dalam diri individu.
Secara sosiologis, faktor pendukung terbentuknya kepribadian ada dua, yaitu faktor warisan biologis (genetik) dan faktor lingkungan. Faktor warisan biologis dapat terlihat dari ciri-ciri fisik, golongan darah, dan tingkat kecerdasan. Sementara itu, faktor lingkungan
Dalam pembentukan suatu kepribadian, tidak cukup dari satu komponen atau unsur saja. Berdasarkan faktor lingkungan sosial, terdapat lima komponen pembentuk kepribadian individu.
Anthony Giddens salah satu sosiolog berpendapat bahwa kebudayaan berhubungan dengan keseluruhan cara hidup anggota masyarakat. Contohnya, cara berpakaian, adat istiadat dalam perkawinan, pola kehidupan keluarga, pola kerja, upacara keagamaan, dan hiburan. Selain itu menurut Giddens, kebudayaan juga berkaitan dengan barang-barang yang diciptakan oleh manusia, seperti tempat tinggal, mesin, buku, dan berbagai alat pertanian.
Suatu kebudayaan memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam pembentukan kepribadian individu. Hal ini dikarenakan kebudayaan merupakan sebuah unsur yang dipelajari dan dipraktikkan secara intensif oleh masyarakat dari mulai masa kanak-kanak hingga tua.
Kebudayaan menimbulkan dampak terhadap kehidupan masyarakat, tetapi tidak secara langsung, melainkan secara lambat laun melalui kebiasaan yang ditanamkan hingga menjadi sebuah kepribadian.
Jika individu dibesarkan dan tumbuh di tempat yang memiliki kebudayaan gotong royong yang tinggi, maka besar kemungkinan individu tersebut akan memiliki karakter yang senantiasa membantu sesama, senang menyelesaikan permasalahan dengan cara kekeluargaan, dan memiliki sikap empati yang tinggi.
Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai kebenaran (fakta) atau informasi yang disadari serta dikenali oleh individu. Pengetahuan dapat diperoleh melalui aktivitas pengamatan, pengalaman, dan pembelajaran.
Pada umumnya, individu yang memiliki pengetahuan luas juga memiliki kepribadian yang baik. Pengetahuan yang dimiliki biasanya memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pola pikir dan perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini dapat terlihat dari sikap, tutur kata, dan tingkah laku ketika berada di sekitar masyarakat. Kepribadian atau karakter tersebut dapat menjadi teladan dan contoh yang baik bagi anggota masyarakat lainnya.
Contohnya seorang tokoh agama, dikenal mempunyai pengetahuan keagamaan yang luas. Selain itu, ia juga selalu memberikan nasihat serta motivasi kepada masyarakat agar rajin beribadah dan melaksanakan perintah Tuhan Yang Maha Esa. Pengaruh yang besar tersebut memberikan dampak bagi seorang tokoh masyarakat untuk berperilaku sesuai harapan masyarakat.
Komponen atau unsur ketiga pembentuk kepribadian dalam diri individu adalah sejarah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sejarah memiliki arti pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lalu.
Sementara itu, menurut Moh. Yamin, sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang tersusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan kenyataannya.
Pendapat lain berasal dari J. V. Bryce yang mengartikan sejarah sebagai catatan dari apa yang telah dipikirkan, diperbuat, dan dikatakan manusia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah catatan peristiwa yang nyata terjadi di masa lampau dan dapat dibuktikan kebenarannya.
Nilai-nilai sejarah yang diturunkan dari generasi ke generasi memberikan berbagai pelajaran yang harus dijadikan pegangan dan pedoman oleh individu dalam berinteraksi serta berperilaku dalam masyarakat.
Selain memberikan pembelajaran, sejarah juga berisi bimbingan dan tuntunan bagi generasi muda untuk tidak mengulangi tindakan yang salah / buruk yang dapat merugikan diri sendiri atau masyarakat luas.
Dengan demikian, sejarah dapat membentuk kepribadian individu yang lebih berhati-hati dalam bertindak, berani mengungkapkan kebenaran, dan terdorong untuk memiliki sikap yang lebih baik daripada generasi sebelumnya.
Pengalaman kelompok juga merupakan salah satu komponen pembentuk kepribadian yang penting. Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dilalui, dijalani, dan dirasakan baik saat ini atau di masa lalu.
Sejak lahir dan tumbuh dalam sebuah keluarga, individu sudah memiliki pengalaman yang beraneka ragam dan tidak terhitung jumlahnya. Pengalaman tidak hanya tercipta di lingkungan keluarga, tetapi juga di lingkungan sekolah, pertemanan, dan kerja.
Bertemu dan berhubungan dengan banyak orang yang memiliki berbagai karakter dan kepribadian yang berbeda membuat individu dapat memilih antara mengimitasi kepribadian orang lain atau mencari jati dirinya sendiri.
Individu yang terbiasa berada di sekitar lingkungan sosial yang teratur, kondusif, dan tertib akan terbangun kepribadian yang sesuai dengan pengalaman saat berada di lingkungan tersebut.
Dengan demikian, individu memiliki kepribadian atau sikap yang senantiasa menjaga nilai dan norma, patuh terhadap aturan yang berlaku, serta suka bergotong royong membantu sesama.
Setiap individu memiliki mempunyai pengalaman hidup yang berbeda walaupun berada di tempat atau situasi yang sama.
Contohnya, dalam sebuah ekstrakurikuler teater setiap anggota pasti mengalami pengalaman yang tidak serupa. Anggota yang terpilih memainkan peran utama dan memiliki adegan serta dialog akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan anggota yang bermain peran pendukung.
Pengalaman-pengalaman tersebut bersifat unik dan tidak didapatkan oleh anggota teater lainnya. Para anggota lain yang bertugas sebagai sutradara, tim properti dan penataan juga memiliki pengalaman unik tersendiri di sebuah pertunjukan teater.
Pengalaman-pengalaman unik yang dirasakan oleh individu memberikan makna dan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian atau sifat individu. Misalnya, anggota teater yang terbiasa menjadi pemeran dalam suatu pentas, pada umumnya akan memiliki sifat percaya diri, berani, disiplin, optimis, mudah beradaptasi, dan senang bekerja sama.