Daftar isi
Kritik sastra adalah salah satu dari cabang ilmu sastra yang berupa penilaian dan ulasan mengenai sebuah karya sastra. Krtitik sastra diberikan oleh seorang kritikus dengan mempertimbangkan berbagai unsur-unsur yang ada dalam sebuah karya sastra.
Pengertian Kritik Sastra
Istilah kritik sastra terdiri dari dua kata, yaitu kritik dan sastra. Kritik berasal dari bahasa Yunani “Krites” yang memiliki makna Hakim. Secara umum, kritik sastra adalah cabang ilmu sastra yang melakukan kajian, analisis, telaah, penilaian, dan juga pertimbangan mengenai kelebihan dan kekurangan dari sebuah karya sastra.
Berikut ini adalah beberapa pengertian kritik sastra yang diungkapkan oleh para ahli:
- Pradotokusumo (2005) menyatakan kritik sastra merupakan salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni.
- Abrams dalam Pengkajian sastra (2005) mendeskripsikan kritik sastra sebagai cabang ilmu yang berkaitan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian karya sastra.
- Menurut H.B. Yasin, kata kritik dalam kritik sastra bermakna pertimbangan baik buruknya suatu karya sastra, pertimbangan kelemahan dan keunggulan karya sastra. Melalui kritik sastra, penulis akan mengembangkan dirinya menjadi penulis yang menyadari kelemahan dan sekaligus keunggulan dirinya dalam menghasilkan karya sastra
- Andre Hardjana (1981) mendefinisikan kritik sastra sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran secara sistemik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis.
- Menurut Graham Hough, kritik sastra itu bukan hanya terbatas pada penyuntingan dan penetapan teks, interpretasi , dan pertimbangan nilai, melainkan kritik sastra meliputi masalah yang lebih luas tentang apakah kesusastraan itu, untuk apa, dan bagaimana hubungannya dengan masalah-masalah kemanusiaan yang lain.
- Rene Wellek dan Austin Warren menyatakan kritik sastra sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra.
Ciri-ciri Kritik Sastra
Beberapa ciri dari kritik sastra adalah sebagai berikut:
- Berupa tanggapan atau ulasan terhadap sebuah karya sastra
- Berisi pertimbangan baik dan buruk atau kelebihan dan kekurangan dari sebuah karya sastra
- Meskipun berupa penilaian pribadi, akan tetap kritik sastra haruslah bersifat objektif
- Kritik yang diberikan bersifat konstruktif atau kritik membangun
- Kritik didasarkan pada teori-teori ilmiah, bukan hasil menduga-duga.
Fungsi Kritik Sastra
Kritik sastra memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
- Kritik sastra yang diberikan seorang kritikus bisa membantu perkembangan ilmu sastra itu sendiri.
- Sebagai pedoman atau penjelas bagi penikmat karya sastra untuk mengetahui nilai dari sebuah karya sastra, berupa keunggulan dan juga kelemahan dari sebuah karya yang akan dinikmatinya.
Manfaat Kritik Sastra
Adapun manfaat dari kritik sastra adalah:
Bagi Penulis
- Sebagai masukan untuk bisa menghasilkan karya yang lebih berkualitas kedepannya.
- Memperkaya dan memperluas wawasan penulis mengenai karya sastra.
- Memberikan motivasi untuk menulis.
Bagi Pembaca
- Memberi informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dari sebuah karya sastra
- Membantu pembaca dalam meningkatkan kemampuannya untuk mengapresiasi sebuah karya sastra
- Memberikan wawasan mengenai nilai-nilai dalam karya sastra.
Bagi Penerbit
- Sebagai media promosi karya sastra yang diterbitkannya.
Bagi Perkembangan Sastra
- Membantu peningkatan kualitas kesusastraan
- Memperluas cakrawala pengetahuan di bidang sastra.
Jenis Kritik Sastra
Berikut adalah beberapa jenis kritik sastra:
1. Kritik Mimetik
Kritik mimetik memandang sebuah karya sastra sebagai tiruan dari alam, yakni bahwasanya sastra merupakan penggambaran dari kehidupan. Dalam kritik mimetik, untuk menilai sebuah karta sastra kritikus menggunakan kriteria sejauh mana sebuah karya mampu menggambarkan keadaan atau objek yang sebenarnya.
2. Kritik Pragmatik
Kritik pragmatik menganggap karya sastra sebagai alat yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan, sehingga kritik jenis ini akan menilai karya sastra berdasarkan keberhasilannya dalam mencapai tujuan pembuatannya.
3. Kritik Ekspresif
Kritik ekspresif lebih menfokuskan kritiknya kepada para pengarang atau sastrawan yang merupakan unsur pokok bagi lahirnya sebuah karya sastra melalui pemikiran-pemikiran, persepsi-persepsi, dan juga perasaan mereka.
4. Kritik Objektif
Kritik objektif lahir dengan pandangan bahwa sebuah karya sastra merupakan suatu hal yang mandiri dan berdiri sendiri serta terbebas dari pengaruh penyair, pembaca, maupun segala hal yang ada di sekitarnya. Sehingga kritikus akan menilai sebuah karya sastra dengan berdasarkan pada karya itu sendiri, baik dalam hal unsur-unsur intrinsik yang memabngunnya maupun hal yang menghubungkan bagian-bagian dalam karya seperti kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dan sebagainya.
Contoh Kritik Sastra
Kebangkitan Tradisi Sastra Kaum Bersarung
Penulis: Purwana Adi Saputra
Selama ini, entah karena dinafikan atau justru karena menafikan fungsinya sendiri, kaum pesantren seolah tersisih dari pergulatan sastra yang penuh gerak, dinamika, juga anomali. Bahkan, di tengah-tengah gelanggang sastra lahir mereka yang menganggap bahwa kaum santrilah yang mematikan sastra dari budaya bangsa. Di setiap pesantren, kedangkalan pandangan membuat mereka menarik kesimpulan picik bahwa santri itu hanya percaya pada dogma dan jumud. Mereka melihat tradisi hafalan yang sebenarnyalah merupakan tradisi Arab yang disinkretisasikan sebagai bagian dari budaya belajarnya, telah membuat kaum bersarung ini kehilangan daya khayal dari dalam dirinya. Dengan kapasitasnya sebagai sosok yang paling berpengaruh bagi transfusi budaya bangsa ini, dengan seenaknya ditarik hipotesis bahwa pesantrenlah musuh pembudayaan sastra yang sebenarnya. Kaum bersarung adalah kaum intelektualis yang memarjinalkan sisi imaji dari alam pikirnya sendiri. Pesantren adalah tempat yang pas buat mematikan khayal. Pesantren adalah institut tempat para kiai dengan dibantu para ustadnya menempa kepala para santri dengan palu godam paksa. (Dikutip seperlunya dari Solopos, 5 Desember 2007)