Kepulauan Riau merupakan salah satu daerah di Indonesia yang dekat dengan Malaysia. Hal inilah yang kemudian membuat sejarah di wilayah ini masih berkaitan erat dengan negara Malaysia. Pada zaman dahulu, beberapa kesultanan menganggap wilayah Riau dan Johor Malaysia merupakan satu kesatuan.
Kedua wilayah tersebut disatukan di dalam wilayah kesultanan. Saat Belanda melakukan penjajahan pun kedua wilayah ini bersatu untuk melawannya. Untuk melawan tentara Belanda, banyak melahirkan tokoh-tokoh heroik.
Tokoh-tokoh tersebut sebagian besar merupakan Sultan yang menjabat di kesultanan Riau. Adapun tokoh pahlawan dari kepulauan Riau adalah sebagai berikut.
Nama Sultan Mahmud Riayat Syah sudah pasti tidak asing lagi. Sultan Mahmud Riayat Syah atau Sultan Mahmud Syah II merupakan salah satu pahlawan nasional asal Kepulauan Riau. Ia dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan Kesultanan Riau Linggau pada tahun 1760. Saat berusia 14 tahun, ia dilantik menjadi seorang Sultan.
Ia diangkat menjadi Sultan menggantikan kakaknya yang bernama Ahmad Riayat Syah. Sejak kecil, ia sudah ditinggalkan oleh ayahnya karena ayahnya meninggal dunia sejak ia berumur 2 tahun. Pelantikan Sultan Mahmud Riayat Syah digambarkan dalam Tuhfat al-Nafis dengan suasana yang begitu meriah.
Ia digendong menuju kursi kebesarannya oleh seorang Bugis yang bernama To Kubu. Pada saat pelatikan, Pihak Bugis dan Melayu sepakat mengakui Sultan Mahmud Riayat Syah sebagai raja Johor-Riau-Lingga yang harus disegani.
Pada awal pemerintahannya, jabatan Yang Dipertuan Muda dipegang oleh kepala suku Bugis yakni Daeng Kemboja. Kemudian, jabatan tersebut digantikan oleh Raja Haji Fisabilillah pada tahun 1777.
Meskipun, tak mendapatkan pengajaran dari ayahnya, Sultan Mahmud Riayat Syah, mendapatkan bimbingan dari paman-pamannya seperti Daeng Kamboja dan Raja Haji. Bahkan sejak kecil, ia sudah ikut berperang melawan Belanda yang saat itu ingin menguasai Riau Lingga.
Pada bulan Agustus 1784, Tentara Belanda mulai melakukan penyerangan pada Pusat pemerintahan Johor yang ada di Hulu Riau.
Keinginan Belanda untuk menguasai Riau akhirnya pecah juga dengan adanya perang pada tanggal 6 Januari 1784. Sultan Mahmud Riayat Syah beserta pasukannya berhasil mengalahkan Belanda.
Pertempuran ini kemudian dikenal dengan perang Riau I. Sebab, masih ada perang Riau berikutnya. Perang Riau II meletus pada tahun 1787. Namun, pada perang yang kedua ini Sultan Mahmud Riayat Syah memutuskan untuk bergabung bersama para pejuang dari daerah lain.
Secara rahasia, ia meminta bantuan kepada Raja Tempasuk di Kalimantan. Bantuan tersebut diminta guna untuk memperkuat pasukan laut. Bantuan tersebut berupa 90 kapal perang dengan kekuatan prajurit yang mencapai 7000 orang.
Kemudian, bantuan tersebut digunakan untuk menghadapi perang Riau II. Perang Riau II dipimpin secara langsung oleh Sultan Mahmud Riwayat Syah sendiri. Dengan berkat bantuan dan dibawah kepemimpinan Sultan Mahmud Riayat Syah, perang Riau II berhasil dimenangkan dan memukul mundur Belanda.
Kegigihan Sultan Mahmud Riayat Syah dalam melawan Belanda sudah tidak diragukan lagi. Hal ini terbukti dalam dua pertempuran yang terjadi di Riau. Akibat kegigihan Sultan Mahmud Riayat Syah, Riau berhasil memenangkan pertempuran.
Sebagai akibat atas kemenangan Riau, Gubernur Jenderal VOC Belanda yang ada di Batavia terpaksa mengakui kedaulatan Kesultanan Riau Linggau Johor Pahang yang berada di bawah kepemimpinan Sultan Mahmud Riayat Syah.
Tidak hanya Belanda, Inggris yang sedang menduduki Malaka pun turut mengakui kedaulatan Kesultanan Riau. Pada tanggal 9 September 1795, pasukan Belanda ditarik dari Riau. Tidak hanya itu, Benteng Belanda pun yang ada di Riau dihancurkan.
Meskipun, Belanda telah mengakui kedaulatan Riau, namun perjuangan Sultan Mahmud Riayat Syah tidak berhenti sampai di situ. Sultan Mahmud Riayat Syah turut membantu daerah lain untuk mengusir penjajah.
Ia bahkan mengirimkan sebuah kapal perang lengkap dengan prajurit serta persenjataannya. Kapal perang tersebut kemudian dikirim ke Sumatera Timur, Sumatera Selatan hingga Bangka Belitung. Sultan Mahmud Riayat Syah meninggal dunia pada tanggal 12 Januari 1812.
Ia dimakamkan di Daik Lingga, Riau. Atas semua jasanya, ia mendapatkan gelar pahlawan nasional pada tanggal 9 November 2017. Gelar tersebut diberikan juga kepada 3 pejuang nasional lainnya.
Raji Haji Fisabilillah merupakan salah satu pahlawan nasional yang ditetapkan pada tanggal 11 Agustus 1997. Raja Haji Fisabilillah lahir pada tahun 1725 di Kota Lama, Ulusungai, Riau. Raja Haji Fisabilillah terlahir dari keluarga terpandang. Ia adalah adik dari Sultan Selangor yang pertama yakni Sultan Salehuddin.
Pamannya merupakan Sultan Selangor Kedua yang bernama Sultan Ibrahim. Raja Haji Fisabilillah merupakan raja yang dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang IV. Ia terkenal gigih dalam melawan pemerintah Belanda. Tidak hanya itu, ia juga berhasil membangun sebuah pulau bernama Pulau Biram Dewa yang berada di Sungai Riau Lama.
Raja Haji Fisabilillah tidak pernah gentar dengan perlawanan yang dilakukan oleh Belanda. Oleh sebab itu, Raja Haji Fisabilillah diberikan julukan Pangeran Sutawijaya Panembahan Senopati di Jambi. Namun, ia harus gugur saat sedang melakukan penyerangan pada pangkalan maritim Belanda yang ada di Teluk Ketapang Malaka.
Penyerangan tersebut terjadi pada tahun 1784. Jenazah Raja Haji Fisabilillah kemudian dipindahkan semula dari makam di Melaka Malaysia ke Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Pemindahan makam tersebut dilakukan oleh Raja Ja’far yang merupakan putra mahkota saat beliau menjadi yang dipertuan Muda.
Atas semua jasanya, Raja Haji Fisabilillah mendapatkan gelar pahlawan nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI No 072/TK/1997. Namanya juga diabadikan sebagai nama bandar udara internasional Raja Haji Fisabilillah. Tidak hanya itu, namanya juga diabadikan menjadi nama masjid yang ada di Selangor, Malaysia yakni ada di Kota Cyberjaya Masjid Raja Haji Fisabilillah.
Raja Ali Haji merupakan ulama, sejarawan dan pujangga yang merupakan keturunan dari Bugis dan Melayu. Pada tahun 1840, ia mulai aktif menjadi seorang pengarang dan cendikiawan. Banyak karya yang telah dilahirkannya. Raja Ali Haji menjadi pelopor perjamuan monolingual Melayu. Hampir semua karyanya mengungkapkan kecintaannya pada kehidupan serta tanah air
Raja Ali Haji kerap disebut sebagai Bapak Bahasa Melayu-Bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan ia berperan besar dalam meletakkan dasar terbentuknya bahasa Indonesia.
Itulah tokoh pahlawan nasional yang berasal dari Kepualaun Riau. Pahlawan nasional dari kepualaun riau merupakan Sultan dari Kesultanan Riau pada saat itu. Mereka adalah Sultan Mahmud Riayat Syah dan Raja Haji Fisabilillah.
Keduanya masih memiliki hubungan saudara. raja Haji Fisabilillah merupakan paman dari Sultan Mahmud Riayat Syah. Sedangkan Sultan Mahmud Riayat Syah sudah diangkat menjadi Sultan sejak masih belia yakni berusia 14 tahun.
Sejak kecil ia sudah ditinggalkan oleh sang ayah. Namun, bukan berarti itu membuat dirinya kehilangan pengajaran. Ia tetap mendapatkan pengajaran dan kasih dari paman-pamannya. Salah satunya yakni Raja Haji Fisabilillah.
Sultan Mahmud Riayat Syah dan Raji Haji Fisabillah merupakan sosok pahlawan yang tidak takut dengan Belanda. Bentuk perjuangan keduanya memiliki kesamaan yakni melakukan gerilya kepada Belanda. Kegigihan keduanya membuat keduanya ditakuti oleh Belanda.
Keduanya begitu gigih melakukan perlawanan dan berusaha memukul mundur Belanda dari tanah Riau. Kiranya, sifat mereka inilah yang patut kita contoh sebagai generasi muda. Sudah seharusnya kita menjaga negara ini dengan penuh tanggung jawab dan tak pernah takut dengan apapun.