Pajak Objektif: Pengertian – Contohnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tahukah kalian bahwa terdapat beberapa jenis pajak di Indonesia yang dikelompokkan menurut cara pemungutannya, sifatnya, serta lembaga pemungutnya. Berdasarkan cara pemungutannya pajak dibagi menjadi dua yakni pajak langsung dan pajak tak langsung.

Sedangkan berdasarkan sifatnya, pajak dibagi menjadi dua yakni pajak subjektif dan pajak objektif. Pada artikel kali ini kami akan membahas khusus mengenai apa itu pajak objektif, apa saja contohnya, serta apa bedanya pajak objektif dan pajak subjektif. Mari kita simak pembahasan berikut ini.

Pengertian Pajak Objektif

Pajak objektif merupakan pajak atau pungutan yang menitikfokuskan pada nilai objek pajak misalnya Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang berasal dari barang yang dikenakan pajak.

Pajak objektif merupakan jenis pajak yang bukan fokus pada kondisi wajib pajak atau WP, melainkan yang diperhatikan dan difokuskan adalah sifat dari objek pajak itu sendiri.

Yang mana pajak objektif ini hanya fokus pada sebuah objek pajak mulai dari benda, keadaan, perbuatan, hingga peristiwa yang terjadi yang menyebabkan terjadinya pajak terutang untuk kemudian ditetapkan subjek pajaknya.

Tarif yang dikeluarkan dari pajak objektif biasanya bergantung pada kebijakan Undang – Undang yang berlaku dengan beberapa kriteria penghasilan tertentu. Berikut beberapa kriteria pajak objektif.

  • Pajak ditujukan untuk orang pribadi maupun badan usaha yang menggunakan serta melaksanakan sebuah transaksi atas benda yang kena pajak.
  • Pemungutan pajak berkaitan erat dengan proses pemindahan harta dari Indonesia menuju ke luar negeri.
  • Pemungutan pajak berdasarkan atas kekayaan, kepemilikan barang mewah, hingga aset yang dimiliki oleh negara lain.

Contoh Pajak Objektif

Pajak yang fokus pada pengenaannya ini sangat memperhatikan objek pajaknya. Yang difokuskan adalah benda, keadaan, sehingga perbuatan yang menyebabkan terjadinya utang pajak untuk nantinya ditetapkan subjeknya apakah di Indonesia atau di luar negeri.

Berikut beberapa contoh pajak objektif antara lain sebagai berikut.

  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pajak yang dipungut atas barang maupun jasa yang dihasilkan dari transaksi yang terjadi antara para pelaku Pengusaha Kena Pajak (PKP).

  • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah pajak atau pungutan yang dibebankan pada Wajib Pajak berdasarkan atas kepemilikan maupun pemanfaatan tanah hingga sebuah bangunan dengan nilai yang cukup ekonomis.

  • Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

Pajak penjualan atas barang mewah merupakan pungutan yang dibebankan secara khusus kepada Wajib Pajak yang melakukan transaksi barang mewah maupun apapun dengan nilai yang sangat fantastis.

Perbedaan Pajak Objektif dan Subjektif

Dalam bidang akuntansi, kita akan sering menjumpai istilah – istilah yang berkaitan dengan pajak terutama dalam proses perpajakan. Adapun dua jenis pajak yang dapat disebut juga dengan pungutan antara lain pajak objektif dan pajak subjektif.

Bagi masyarakat awam, tentunya kedua istilah tersebut masih jarang disebut sehingga sebagian orang kurang memahami keduanya. Sebenarnya, pajak objektif dan pajak subjektif sama – sama wajib untuk dibayarkan sesuai dengan tenggat waktu dengan sejumlah tarif yang telah ditentukan.

Namun, kedua jenis pajak tersebut memiliki perbedaan, yang mana pada pajak objektif biasanya tidak melihat dan tidak fokus pada Wajib Pajak, melainkan ditentukan dari sifat objek pajaknya.

Objek di sini maksudnya adalah benda, keadaan, perbuatan, hingga sebuah peristiwa yang mendorong terjadinya utang pajak, yang kemudian nantinya akan ditetapkan subjeknya tanpa mempermasalahkan atau mempertimbangkan apakah subjek tersebut memiliki tempat tinggal di Indonesia maupun bertempat di luar negeri.

Selain itu, berdasarkan UU adapun kriteria pajak objektif terkait dengan tarif lain perseorangan atau badan usaha dengan benda kena pajak, pungutan terkait pemindahan harta di Indonesia ke luar negeri, dan juga pungutan terhadap kekayaan serta kepemilikan barang mewah maupun aset yang ada di luar negeri.

Lain halnya dengan pajak objektif, pajak subjektif ini berfokus pada proses pemungutan terhadap orang pribadi. Pajak subjektif telah ditentukan menjadi Wajib Pajak yang dilengkapi dengan adanya NPWP. NPWP itu sendiri berguna sebagai syarat pelengkapan administrasi dalam melakukan pelaksanaan hak dan juga kewajiban terkait dengan perpajakan.

Karena pada dasarnya, pada pajak subjektif memiliki fokus terkait dengan pengenaan pajak yang mementingkan dan memperhatikan setiap pribadi yang memiliki Wajib Pajak sebagai subjeknya sebagaimana telah ditentukan pada Undang – Undang. Setelah itu, dapat dilanjutnya dengan menetapkan objek pada pajak.

Karena keduanya berbeda, pajak objektif dan pajak subjektif pastinya memiliki contoh implementasi yang berbeda satu sama lain.

Jika sebelumnya telah disebutkan bahwa contoh dari pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), beberapa contoh dari pajak subjektif antara lain PPh Pasal 21, PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, dan juga PPh Pasal 23.

Di mana perlu kita ketahui bahwa PPh merupakan Pajak Penghasilan yang dipungut sesuai dengan penghasilan yang didapatkan oleh para wajib pajak dengan beberapa ketentuan berdasar Undang – Undang antara lain subjek pajak dalam negeri dari perseorangan pribadi maupun badan usaha, subjek pajak luar negeri yang berkaitan dengan Badan Usaha Tetap dan lainnya, serta warisan yang belum terbagi.

fbWhatsappTwitterLinkedIn