Kerajaan Bone merupakan kesultanan Islam yang ada di Sulawesi dan berdiri pada tahun 1330 Masehi. Manarunge Ri Matajang merupakan sosok pendiri dari kerajaan yang mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama Islam di Sulawesi.
Semula, kerajaan ini bukan bercorak Islam. Namun, karena dianggap tidak sederajat oleh Kerajaan Gowa, maka kerajaan ini berubah menjadi kesultanan. Kala itu, kerajaan Gowa memberikan syarat jika ingin dianggap maka kerajaan harus memeluk ajaran agama Islam.
Syarat tersebut pada mulanya ditolak sehingga mengakibatkan peperangan antara kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa. Namun, dalam peperangan tersebut kerajaan Bone kalah dan membuat seluruh anggota kerajaan memeluk agama Islam.
Kerajaan Bone sempat ditarik status kemerdekaannya karena berhasil ditaklukkan oleh kerajaan Gowa. Bahkan raja beserta petinggi kerajaan pernah dijadikan pelayan pada masa tersebut. Namun, di tangan Arung Palakka status kemerdekaan kerajaan Bone berhasil kembali direbut.
Bahkan Kerajaan Bone berhasil menggantikan kerajaa Gowa sebagai kerajaan terkuat di Sulawesi. Arung Palakka begitu berjasa bagi kerajaan Bone sehingga untuk mengenang jasanya dibuatlah salah satu peninggalan sejarah.
Selain hal tersebut, masih banyak benda bersejarah peninggalan Kerajaan Bone yang masih ada hingga saat ini. Apa saja peninggalan sejarah tersebut? Selengkapnya akan dibahas berikut ini.
1. Museum La Pawawoi
Museum La Pawawoi adalah bangunan bekas istana Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim Raja Bone ke XXXII. Bangunan ini berdiri di atas sebuah lahan dengan luas 600 m². Adapun luas bangunan ini memiliki luas 150 m² dan berada di Jl K.H Thamrin No 9 Watampone, Kecamatan Tenete Riantang Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.
Museum ini didirikan pada tanggal 5 Januari 1971 oleh Bupati Bone yang saat itu menjabat yakni H. Suaib. Nama museum ini diambil dari salah satu nama Pahlawan Nasional yakni La Pawawoi Karaeng Sigeri. La Pawawoi sendiri lahir pada tahun 1935 dan merupakan pahlawan Bone I, II, III dan IV melawan Belanda. Museum ini kemudian diresmikan pada tanggal 14 April 1982 oleh Menteri Pendidikan Daud Yusuf.
Museum Lapawawoi memiliki koleksi kurang lebih 331 buah benda bersejarah. Adapun benda-benda yang terdapat di museum lapawawoi ini adalah :
- Besi sikkoi atau besi berupa cincin yang saling terikat
- Lansereng atau landasan untuk menempa besi milik raja Bone kedua
- Koleksi peralatan milik raja dan istana, duplikat rambut raja Bone yakni Arung Palakka dan foto-foto raja Bone beserta keturunannya.
Selain itu, museum ini juga dilengkapi dengan ruang pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang konservasi dan ruang khusus koleksi emas.
2. Makam Raja-Raja Bone
Peninggalan dari kerajaan Bone berikutnya adalah makam para raja yang pernah memimpin kerajaan Bone. Makam bersejarah ini berlokasi di belakang Masjid Tua Al-Mujahidin yang berada di Jalan Sungai Citarum, Watampone.
Bangunan bersejarah ini merupakan peninggalan raja pertama dari kerajaan Bone yakni Manunurunge Ri Matajang yang memerintah pada tahun 1330-1365 Masehi. Salah satu makam raja yang berada di komplek pemakaman situs bersejarah ini adalah raja Bone ke-16 yakni Lapatau Matanna Tikka.
3. Bola Soba
Bola Soba merupakan bangunan bersejarah peninggalan raja Bone ke-30 yakni La Pawawoi Karaeng Sigeri. Bola Soba kira-kira sudah memiliki usia 100 tahun lamanya. Dulunya, bangunan bersejarah ini dibuat untuk kediaman raja.
Sama seperti kerajaan lainnya yang memiliki istana, kerajaan Bone pun demikian dengan memiliki bola soba. Namun, saat Belanda masuk dan menguasai Bone, Bola Soba beralih fungsi. Semula hanya sebagai tempat tinggal raja menjadi tempat penginapan untuk para tamu Belanda yang berkunjung.
Bola Soba memiliki panjang sekitar 40 meter yang terdiri dari beberapa bagian seperti teras rumah induk, Selasar penghubung dan juga dapur.
4. Patung Arung Palakka
Arung Palakka atau yang kerap dikenal dengan nama Aru Palaka merupakan Sultan Bone yang ke-16 dan berkuasa sejak tahun 1672 hingga 1696 masehi. Ia pernah memerdekakan kerajaan Bone dari Kesultanan Gowa-Tallo. Saat menjabat, Arung Palakka berhasil membawa Kerajaan Bone menuju ke puncak kejayaan. Namun, sayangnya ia kerap dianggap sebagai sosok pemberontak dan pengkhianat karena bekerja sama dengan VOC.
Arung Palakka lahir pada tanggal 15 September 1634 di Soppeng. Ia merupakan anak dari raja Bone ke-13 yakni La Maddaremmeng Matinroe RI Bukaka. Saat masa pemerintahan ayahnya, kerajaan Bone berhasil ditaklukkan oleh kerajaan Gowa sehingga status kerajaan ini bukan lagi menjadi kerajaan merdeka.
Akibat dari perubahan status ini, raja beserta keluarganya dibawa ke Makassar sebagai tahanan dan diperlakukan sebagai budak. Saat itu, Arung Palakka berusia 11 tahun. Ia melihat keluarganya diperlakukan seperti pesuruh di istana Karaeng Pattingalloang, Mangkubumi, Kerajaan Goa.
Namun, nasib Arung Palakka lebih baik karena Karaeng Pattingalloang menyukainya bahkan ia diperlakukan seperti seorang pangeran dan diberi pendidikan.
Seiring waktu berjalan, Arung Palakka ternyata menyimpan dendam kepada raja Gowa yang baru naik tahta yakni Sultan Hasanuddin. Hal ini dikarenakan kerja paksa. Saat itu, Sultan Hasanuddin memerintahkan orang Bugis untuk menggali parit di sepanjang Pelabuhan Makassar.
Arung Palakka bertekad untuk membebaskan rakyat dari kerja paksa yang dilakukan oleh Raja Gowa. Selain itu, untuk ia juga mempunyai keinginan untuk membebaskan kerajaan Bone dari cengkraman kerajaan Gowa.
Pada tahun 1660, upaya pemberontakan yang dilakukan Arung Palakka belum membuahkan hasil. Hal ini membuat ia beserta terpaksa melarikan diri ke Batavia. Saat melarikan diri ke Batavia, kedatangannya disambut baik oleh VOC. Di Batavia, Arung Palakka membantu VOC untuk menaklukkan berbagai wilayah di Nusantara.
Hal inilah yang kemudian membuat dirinya dicap sebagai pengkhianat. Pada tahun 1666, Arung Palakka beserta 1000 pasukan berlayar ke Gowa. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Arung Palakka untuk membalaskan dendamnya.
Misinya pun berhasil, satu tahun kemudian Sultan Hasanuddin menyerah dan terpaksa menandatangani perjanjian Bongaya. Kejadian ini sekaligus menjadi peristiwa pembebasan Kerajaan Bone dari kekuasaan kerajaan Gowa.
Setelah berhasil melawan kerajaan Gowa, Arung Palakka kemudian naik tahta menjadi Sultan Bone yang ke-15. Di bawah pemerintahannya, ia berhasil membawa Kerajaan Bone kepada puncak kejayaan. Tidak hanya itu, bahkan kerajaan Bone berhasil menggantikan posisi kerajaan Gowa sebagai kerajaan terkuat di Sulawesi Selatan.
Selama masa pemerintahannya, keadaan rakyat di wilayah Kerajaan Bone sangat makmur karena kerajaan berhasil memanfaatkan potensi yang ada seperti bidang pertanian, perkebunan, dan kelautan. Selain itu, kekuatan di bidang militernya juga tidak diragukan lagi. Mereka belajar dari kekalahan saat menghadapi Kerajaan Gowa.
Arung Palakka melakukan serangkaian aktivitas militer agar memperkuat dominasinya di Sulawesi Selatan. Ia bahkan berhasil menyatukan kerajaan Bugis yang ada. Hal inilah yang kemudian membuat dia diberi julukan De Koning der Boeginesen dari VOC.
Keterlibatannya dengan VOC terus berlanjut sekalipun ia telah menduduki posisi di Kerajaan Bone. Hal inilah yang kemudian semakin mempertegas dirinya dianggap sebagai pengkhianat. Meskipun begitu, kontribusinya bagi Kerajaan Bone begitu besar.
Ia telah mengembalikan kemerdekaan Kerajaan Bone yang semula berada di cengkraman Kerajaan Gowa. Selain itu, ia juga telah berhasil membawa rakyat Bone pada puncak kejayaan dengan hidup makmur. Lantas, hal inilah yang kemudian mendasari pembuatan patung Arung Palakka. Patung tersebut kini berada di taman bunga Kota Watampone.