Daftar isi
Kerajaan Galuh merupakan kerajaan yang berada di tanah Sunda. Kerajaan ini tepatnya terletak di sisi barat antara Sungai Citarum dan sisi utara Sungai Ci Serayu Cipamali Brebes. Kerajaan ini adalah penerus dari kerajaan Kendan yang merupakan bawahan dari kerajaan tertua di Jawa Barat.
Sebagai salah satu kerajaan di Nusantara, kerajaan Galuh telah meninggalkan banyak situs sejarah yang menarik untuk dipelajari dan dikunjungi. Apa saja situs sejarah dari kerajaan Galuh ini? Selengkapnya akan dibahas berikut ini.
Prasasti Galuh merupakan salah satu peninggalan dari Kerajaan Galuh. Prasasti ini memiliki ukuran tinggi 51 cm, lebar 33 cm dan tebal 4-19 cm. Prasasti Galuh sendiri berbentuk seperti prasasti pada umumnya yakni batu yang telah dipahatkan dengan tulisan tertentu.
Saat ini, prasasti Galuh berada di Museum Nasional. Prasasti ini terdiri dari 3 baris tulisan dengan menggunakan bahasa Sunda Kuno. Prasasti ini diperkirakan berasal dari abad ke-14 atau 15 Masehi sebab di dalam prasasti tersebut tidak dituliskan berapa tanggal dibuatnya.
Keadaan prasasti ini sudah tidak utuh. Di mana pada bagian awal tulisan keadaannya sudah patah sehingga menyebabkan beberapa aksara hilang. Meskipun begitu, kita dapat mengetahui isi prasasti ini berdasarkan transkip singkat yang dibuat oleh J.L.A Brandes.
Prasasti rumatak ditemukan di Gunung Gegerhanjuang, Desa Rawagirang, Singaparna. Prasasti ini diperkirakan berasal dari tahun 1877 Masehi. Prasasti rumatak memiliki ukuran sekitar 85 x 62 cm ². Adapun bentuk dari prasasti ini alah berupa batu pipih. Prasasti rumatak terdiri dari 3 baris tulisan dengan menggunakan bahasa Sunda Kuno.
Terdapat beberapa orang tokoh yang melakukan penelusuran terhadap salah satu peninggalan kerajaan Galuh ini. Pada tahun 1877 Masehi, K.F Holle melakukan penelusuran mengenai prasasti rumatak. Penelusuran tersebut kemudian dilanjut oleh Saleh Danasasmita pada tahun 1975 sampai 1984 Masehi.
Kemudian ada tahun 1990 Masehi, Atja melanjutkan penelusuran tersebut dan setahun kemudian Hasan Djafar melakukan hal yang sama. Terakhir pada tahun 1991 Masehi, penelusuran dilakukan oleh Richardiana Kartakusuma.
Adapun transkip dari tulisan yang ada di prasasti rumatak adalah tra ba I gune Apuy na STA gomati sakakala rumatak disusuk ku batari hyang pun. Adapun arti dari tulisan tersebut adalah mengenai pendirian pusat kerajaan nu nyusul di rumatak oleh Batara Hutang.
Kemudian tanggal di prasasti tersebut dituliskan dalam kalimat Candrasangkala yang isinya gune apuy nasta gomati. Menurut Saleh Danasamita dan Atja memiliki arti bahwa prasasti tersebut berangka 1033 saka atau 1111 Masehi. Sementara itu, menurut Hasan Djafar, kalimat tersebut dibaca dengan ba guna apuy diwwa yang berarti 1333 saka atau 1411 Masehi.
Prasasti ini ditemukan pertama kali di wilayah perkebunan Teh di Cikajang, di lereng barat daya Gunung Cikuray. Sama seperti prasasti sebelumnya, prasasti ini terdiri dari 3 baris yang ditulis menggunakan aksara dan bahasa Sunda Kuno.
Ada kemiripan aksara yang digunakan pada prasasti ini dengan prasasti Kawali. Namun, keberadaan prasasti ini diragukan keasliannya, sebagaimana yang diucapkan oleh J. Noorduyn seorang pakar Sunda berkebangsaan Belanda.
Ia menyatakan bahwa prasasti ini kemungkinan besar dibuat oleh K. F. Holle saat menyabut kehadiran tamunya. Saat itu, H.N Van der Tuuk akan melakukan kunjungan ke kebun teh milih K. F. Holle yang berada di kawasan Waspada di daerah Garut.
Prasasti ini ditemukan di Desa Cipadung, Kecamatan Cisaga, Ciamis pada tahun 1985 Masehi. Prasasti ini terbuat dari batu alam yang memiliki tinggi sekitar 70 cm, lebar 14-26 cm dan tebal 4-5-10 cm. Pada bagian atas prasasti sudah tidak utuh karena terdapat patahan. Saat ini, prasasti ini berada di Museum Negeri Sri Baduga, Bandung.
Prasasti Mandiwunga pertama kali diinformasikan oleh Dirman Surachmat pada agenda Seminar Sejarah Nasional yang keempat di Yogyakarta pada tahun 1985 Masehi. Meskipun begitu transkip dan ulasan mengenai prasasti ini belum sempurna. Kemudian, prasasti ini dilakukan transkip lagi oleh Richardiana Kartakusuma pada tahun 1991 Masehi. Hasil transkip tersebut kemudian diberikan kepada pihak museum setempat.
Situs bersejarah ini terletak di perbukitan Dusun Sodong, Desa Tambaksari, Ciamis. Situs ini berbentuk bebatuan yang tersusun rapi dan teratur. Di sekelilingnya terdapat beberapa pohon mahoni yang membuat udara semakin sejuk.
Dahulunya, situs ini merupakan tempat persembunyian Aki Balangantrang atau Bimaraksa ketika menyembunyikan Ciung Winara. Saat kerajaan Galuh akan dikudeta dan diambil alih oleh Barmawijaya. Di tempat persembunyian ini pula para prajurit dari kerajaan Galuh dilatih untuk berperang sehingga dapat mengambil kembali kerajaan Galuh yang telah dikudeta.
Di situs bersejarah ini pula ditemukan patilasan batu yang konon pernah dipakai oleh Ciung Wanara dan pengikutnya. Batu tersebut berbentuk seperti kursi dan meja yang diperkirakan menjadi tempat pertemuan dilakukannya musyawarah.
Situs bersejarah ini terletak di Desa Karangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis. Situs bersejarah ini memiliki luas 25 hektar dan menyimpan beberapa benda bersejarah yang berkaitan erat dengan kerajaan Galuh. Benda-benda memiliki bahan dasar batu.
Batu-batu tersebut diletakkan secara tersebar dan tidak berdekatan satu dengan yang lainnya. Selain itu, bentuk batu juga berbeda antara satu batu dengan batu lainnya. Di mana batu-batu tersebut terdapat dalam sebuah bangunan yang memiliki struktur seperti tumpukan batu.
Struktur bangunan tersebut terdapat sebuah pintu bahkan bentuknya menyerupai seperti sebuah kamar. Selain itu, batu-batu yang ada di bangunan tersebut memiliki nama dan juga kisahnya tersendiri. Pemberian nama tersebut diberikan oleh warga setempat yang dikaitkan dengan mitos mengenai kerajaan Galuh seperti pangcalikan atau tempat duduk, tempat sabung ayam, Cikahuripan, dan lainnya.
Situs bersejarah ini memiliki cerita tersendiri yakni mengisahkan sosok yang bernama Ciung Wanara. Garis besar dari cerita ini mengisahkan kesaktian atau keperkasaan seorang Ciung Wanara. Semua bermula dari kisah seorang raja Galuh bernama Prabu Adimulya Sanghyang Cipta Permana Di Kusumah yang mengasingkan diri saat mendekati ajalnya.
Saat mengasingkan diri ia memberikan kekuasaan tersebut kepada Patih Bondan Sarati dikarenakan Raja belum memiliki anak. Setelah pemberian kekuasaan tersebut ternyata Patih Bondan tidak mementingkan rakyat. Ia justru mencari keuntungan untuk dirinya sendiri.
Suatu saat, Dewi Naganingrum isteri dari Prabu Adimulya diberikan anugerah berupa seorang anak laki-laki. Anak laki-laki tersebut kemudian memiliki nama Ciung Wanara. Ciung Wanara inilah yang kemudian menjadi sosok penerus kerajaan Galuh yang sah dan memiliki sikap adil serta bijaksana dalam memimpin.
Situs ini masih berada dalam kawasan Situs Karangkamulyan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Situs ini berada di deretan pertama setelah melewati gerbang utama Situs Karangkamulyan. Pangcalikan merupakan sebuah batu yang bertingkat dan memiliki bentuk persegi empat dengan warna putih.
Pangcalikan ini termasuk ke dalam Yoni yakni tempat pujaan karena letaknya terbalik dan dipakai untuk altar. Di bawah Yoni tersebut memiliki batu kecil sebagai penyangga. Situs ini terletak di sebuah struktur tembok yang memiliki panjang 17,5 meter dan lebar 5 meter.
Sahyang Bedil merupakan sebuah ruangan yang dikelilingi tembok sekitar 6,20 x 6 meter dan tinggi sekitar 89 cm. Ruangan ini memiliki pintu yang menghadap ke arah Utara. Di bagian depan pintu masuk dapat ditemukan struktur batu yang fungsinya sebagai sekat.
Di ruangan sahyang bedil ini terdapat dua buah menhir yang berbeda ukuran. Ada yang berukuran 60 x 40 cm dan ada yang berukuran 20 x 8 cm. Jika dilihat dari bentuknya, jelas bentuk ini menunjukkan zaman megalitikum.
Menurut kepercayaan warga, Sanghyang bedil sendiri bisa dijadikan sebagai sebuah tanda saat akan terjadi sesuatu. Seperti di tempat tersebut mengeluarkan bunyi suara letusan. Sayangnya, saat ini di tempat ini tidak lagi mengeluarkan tanda-tanda seperti itu.
Selain itu, bedil merupakan salah satu jenis senjata yang syarat akan makna bagi warga sekitar. Senjata diidentikkan dengan sebuah simbol hawa nafsu. Maknanya, bahwa senjata ini kerap kali menyeret manusia kepada kecelakaan sebagaimana hawa nafsu yang sering mengajak manusia untuk berbuat dosa.
Salah satu situs yang berada di Situs Karangkamulyan lainnya adalah peribadatan. Situs ini sama seperti situs lainnya yang berbentuk batu. Batu tersebut dianggap sebagai lambang peribadatan yang terdiri dari beberapa kemuncak. Ada pula yang mengatakan bahwa batu tersebut sebagai fragmen candi. Sementara itu, warga setempat menyebutnya sebagai sebuah stupa.