Daftar isi
Perlawanan rakyat Aceh terhadap pasukan Belanda merupakan salah satu perlawanan yang sangat lama. Perang Aceh merupakan perlawanan rakyat Aceh atas kekuasaan Belanda di Aceh. Perlawanan tersebut terjadi pada tahun 1873 hingga 1904. Perlawanan Aceh berjalan sangat sengit sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam penyelesaiannya.
Perang itu dilatarbelakangi adanya keinginan Belanda untuk dapat menguasai kerajaan Aceh. Letak kerajaan Aceh yang strategis dianggap sangat cocok bagi Belanda mengembangkan perekonomiannya disitu. Kerajaan Aceh terletak di pelabuhan Malaka.
Posisi itu menjadi gerbang perdagangan nusantara. Selain itu, kekayaan alam yang dimiliki oleh Aceh menambah daya tarik Belanda untuk menguasainya. Berikut pemaparan mengenai perang Aceh.
Kerajaan Aceh merupakan satu satunya kerajaan yang merdeka pada abad itu. Kerajaan Aceh terbebas dari penjajahan masa pemerintahan Rafless ataupun kolonial Inggris. Hal tersebut telah dijamin oleh Inggris kebenarannya.
Namun, dalam perkembangannya Belanda dan Inggris menandatangani sebuah perjanjian. Perjanjian yang diputuskan pada tanggal 2 November 1871 itu dikenal dengan nama Traktat Sumatra. Perjanjian itu berisikan mengenai pemberian kebebasan bagi Belanda untuk melakukan perluasan wilayah.
Perluasan wilayah yang dimaksud ialah daerah kekuasaan Belanda yang ada di Sumatra termasuk Aceh.
Keputusan tersebut menjadi sebuah ancaman bagi keberlangsungan kekuasaan kerajaan Aceh. Sehingga untuk mengatasinya, Kerajaan Aceh berupaya untuk mencari dukungan kepada negara negara asing.
Negara yang dimintai bantuan kerajaan Aceh ialah Turki, konsul Italia, serta Konsul Amerika Serikat yang berada di Singapura.
Dalam perkembangannya, langkah yang dibuat oleh Kerajaan Aceh mendapat pertentangan dari Kolonial Hindia Belanda.
Kolonial Belanda merasa geram dan marah atas tindakan yang dilakukan oleh Kerajaan Aceh. Atas tindakan kerajaan Aceh, Belanda menyatakan perang terhadap kerajaan Aceh pada tanggal 26 Maret 1873.
Dalam perkembanganya, Belanda melakukan dua kali penyerangan terhadap wilayah Aceh. Berikut pemaparan mengenai penyerangan yang dilakukan oleh Belanda.
Pada awal kedatangannya di Aceh, Belanda tidak berniat sama sekali untuk menyerang wilayah tersebut.
Hal itu ditunjukan dengan Belanda yang tidak mengetahui sama sekali mengenai kondisi perwilayahan di Aceh. Dengan alasan itu,Belanda mulai mengadakan pengintaian pada wilayah Aceh.
Strategi yang mereka terapkan pun terbilang sederhana. Kohler beranggapan bahwa apabila mereka sudah mendarat di pantai Aceh, mereka dapat melakukan penyusupan menuju pusat pemerintahan kesultanan. Medan yang harus mereka tempuh saat menuju Aceh tidaklah mudah.
Sehingga untuk dapat mencapai Aceh mereka memerlukan waktu yang cukup lama. Kedatangan Namun, sebelumnya kedatangan Belanda ini telah diketahui oleh rakyat Aceh.
Rakyat Aceh berinisiatif untuk menyabotase jalur perjalanan belanda. Dan strategi tersebut dapat dibilang berhasil.
Saat belanda mulai menginjakkan kakinya di Aceh, Belanda langsung melancarkan serangannya. Sasaran pasukan Belanda saat itu ialah Masjid Baiturrahman.
Pasukan Aceh berupaya untuk mempertahankan masjid tersebut, seolah olah terdapat sultan di dalamnya.
Berbagai bom, api serta peluru sudah mulai menghujami masjid. Hal itu menimbulkan kegembiraan bagi pasukan Belanda. Saat Belanda mulai memasuki masjid, pasukan Aceh barulah melancarkan serangannya.
Mereka melakukan penyergapan pada pasukan Belanda. Serangan yang dilakukan oleh pihak Aceh mampu membuat pihak Belanda merasa terdesak.
Serangan Belanda yang pertama ini,berakhir dengan kekalahan pihak Belanda. Kekalahan itu disebabkan karena melemahnya pihak Belanda akibat kematian Kohler.
Dalam serangan kedua,Belanda belum mengetahui secara spesifik mengenai strategi yang dilakukan oleh rakyat Aceh.
Selain itu, Belanda juga belum menemukan sebuah celah untuk mengalahkan pasukan Aceh. Dalam pelaksaannya rakyat Aceh sangat gigih dalam melakukan perlawanan pada Belanda.
Untuk dapat mengalahkan pasukan Aceh, Belanda menggunakan beberapa strategi. Sebab, Belanda beranggapan apabila hanya menggunakan strategi perang, mereka tidak akan mampu mengalahkan pasukan Aceh.
Sehingga pasukan Belanda melakukan serangan luar dan dalam. Dalam perkembangannya pasukan Belanda menggunakan taktik politik devide et impera. Taktik licik ini mampu memecah belah pasukan Aceh.
Perlawanan rakyat Aceh pada saat melawan pemerintah Kolonial Belanda, tidak terlepas dari peran para tokoh perjuangan Aceh. Walaupun harus menelan kekalahan pada akhirnya. Perlawan para tokoh tokoh Aceh perlu diacungi jempol.
Dalam peperangan mereka sangat gigih dalam melakukan serangan terhadap pos pos Belanda. Berikut merupakan tokoh tokoh perjuangan Aceh dalam perang Aceh.
Teuku Umar merupakan pemimpin pasukan Aceh yang bergabung dengan pasukan militer Belanda. Peluang tersebut dimanfaatkan beliau untuk dapat mengambil persediaan senjata Belanda.
Walaupun, pada akhirnya Teuku Umar harus gugur ditangan Belanda dalam upaya perlawananya.
Teuku Umar tewas pada tanggal 11 Februari 1899. Hal itu disebabkan karena ia tertembak pada pertempuran yang terjadi pada dini hari.
Teuku Cik Di Tiro merupakan pimpinan pasukan Aceh yang gugur pada tahun 1891. Kematian Teuku Cik Di Tiro disebabkan karena beliau lalai memakan makanan yang sebelunya telah diberi racun.
Cut Nyak Dien adalah seorang pelopor pergerakan wanita,khususnya yang berada di Aceh. Beliau mampu menginspirasi para wanita, berkat kegigihannya dalam menyerang Belanda. Cut Nyak Dien merupakan isteri seorang pimpinan perang Aceh yang bernama Teuku Umar.
Setelah kematian Teuku Umar ditangan Belanda, Cut Nyak Dien semakin gigih dalam melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda.
Cut Nyak Meutia merupakan sosok pejuang yang berasa dari Aceh. Sama seperti yang dilakukan oleh Cut Nyak Dhien, Meutia juga berpartisipasi secara aktif dalam perlawanan terhadap kolonial Belanda yang berusaha menguasai wilayahnya.
Teuku Muhammad Hasan merupakan salah satu tokoh yang juga berpartisipasi dalam perang melawan Belanda di Aceh. Beliau merupakan tokoh cendikiawan yang terpelajar. Seperti yang kita tahu, Teuku Muhammad Hasan merupakan lulusan dari sekolah di Belanda.
Berbagai serangan coba dilakukan oleh kerajaan Aceh yang berada di Aceh. Serangan itu menyasar pos pos yang didirikan Belanda di Aceh. Serangan semakin membrutal semenjak kedatangan Habib Abdurrachman di Aceh.
Habib Abdurrachman merupakan seorang utusan Aceh yang didatangkan dari Turki.
Untuk dapat mengusir Belanda di Aceh, Habib Abdurrachman, Cik Di Tiro serta Imam Leung Bata berupaya untuk menyusun strategi. Strategi itu ditujukan untuk mengalahkan kekuasaan Belanda.
Pihak kerajaan Aceh mulai menyerah kolonial Belanda melalui serangan terhadap mental para pasukan Belanda terlebih dahulu.
Semakin hari, perlawanan rakyat Aceh semakin sulit untuk dipadamkan oleh pasukan Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pun mulai menyusun strategi lain dengan mencari kelemahan dari pihak Kerajaan Aceh.
Guna menjalankan segala strateginya, Pemerintah Hindia Belanda mengutus seorang sastrawan Belanda. Mereka memerintahkan sastrawan itu untuk mempelajari sejarah mengenai masuknya Islam ke dalam masyarakat Aceh. Toko sastrawan tersebut bernama Snouck Hurgronye.
Dalam melakukan upaya penelitiannya itu, ia mengganti namanya menjadi Abdul Gafar. Dalam penelitiannya, untuk dapat mengalahkan pasukan Aceh dalam perang diperlukannya sebuah taktik politik. Taktik itu disebut dengan politik Devide et Impera atau politik adu domba.
Hal tersebut dilatarbelakangi karena semua keputusan Sultan tidak mempunyai kekuatan tanpa persetujaun dari bawahannya dan para ulama.
Oleh karena itu, kaum ulama yang rela mengorbankan dirinya dalam semangat jihad harus dilawan dengan perang bersenjata.
Hasil penelitiannya tersebut ditulis oleh Dr. Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul De Atjehers.
Atas saran yang diajukan oleh Dr. Snouck Hurgronje , belanda mulai merayu bangsawan Aceh guna melancarkan strateginya. Banyak bangsawan Aceh yang diperdaya oleh pemerintah Kolonial Belanda.
Namun, tanpa sepengetahuan pihak Belanda strategi yang dijalankan berhasil dimanfaatkan oleh Teuku Umar.
Celah itu dipergunakan oleh Teuku Umar untuk mendapatkan senjata dari pasukan Belanda. Dalam perkembangannya, Teuku Umar memutusakan untuk bergabung dengan pasukan milter Belanda.
Teuku Umar diangkat sebagai salah satu Panglima militer Belanda, tanpa sepengetauan siapapun.
Jabatan itu dipergunakan Teuku Umar untuk dapat membela pasukan Aceh. Teuku Umar pernah diperintahkan oleh Belanda untuk melakukan penyerangan terhadap pasukan Aceh. Belanda juga membekali Teuku Umar dengan 250 orang yang dipersenjatai secara lengkap.
Namun dalam pelaksanaannya, Teuku Umar membelot kepada Belanda dan masuk kembali kedalam pasukan Aceh. Hal tersebut semakin memancing kemarahan Pemerintah Kolonial Belanda.
Namun, di bawah kepemimpinan J.B van Heuts, Pasukan Belanda berhasil melakukan penyerangan terhadap benteng benteng pertahanan Aceh.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya perpecahan pada pasukan Aceh. Pasukan Aceh terbelah menjadi dua kubu.
Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Polim menyingkir ke Aceh Timur, sedangkan Pasukan lainnya yang dipimpin oleh Teuku Umar menyingkir ke arah Aceh Barat.
Dalam pertempuran itu, pemerintah Belanda menyasar Teuku Umar yang dijuluki sebagai pembelot. Yang berakibat pada gugurnya Teuku Umar pada 11 Februari 1899.
Setelah gugurnya Teuku umar dalam perang Aceh. Pasukan yang berada di Aceh Timur semakin membabi buta dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Namun, semangat perlawanan rakyat Aceh dimanfaatkan oleh pemerintah Belanda untuk melancarkan startegi liciknya. Pihak Belanda berupaya meniru taktik perang gerilya Aceh yang dilakukan oleh pasukan Aceh.
Taktik perang gerilya ini ditiru persis oleh Van Heutz. Beliau membentuk sebuah pasukan marechaussee. Pasukan tersebut dipimpin oleh Hans Christoffel.
Pasukan marechaussee yang dibantu oleh pasukan Colone Macan mampu menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh.
Hal itu bertujuan untuk mencari dan mengejar para gerilyawan Aceh. Dalam strategi itu Belanda berniat menyudahi peperangan ini dengan strategi licik itu.
Pemerintah Belanda mulai melakukan penahanan terhadap keluarga keluarga pimpinan Aceh secara satu persatu. Dalam startegi tersebut, Belanda mampu membuat Panglima Polim beserta dengan 150 pasukan lainnya menyatakan kekalahannya. Hal serupa juga dilakukan oleh Sultan Muhamada Daud Syah yang menjabat sebagai Sultan Aceh pada waktu itu.
Penyerahan diri tersebut menjadi akhir perlawanan rakyat Aceh. Dalam akhir peperangan Aceh dan Belanda melakukan penandatanganan sebuah perjanjian. Perjanjian itu berisi mengenai pengakuan kedaulatan Belanda atas wilayah Aceh.
Aceh tidak diperbolehkan untuk menjalin hubungan dengan bangsa lain, selain Belanda. Serta Aceh harus senantiasa mematuhi dan menuruti perintah Belanda.
Perang Aceh menimbulkan berbagai dampak baik bagi Belanda maupun Aceh. Dampak tersebut dapat dilihat dari segi finansial maupun korban jiwa. Berikut dampak dampak yang muncul akibat perang Aceh.