Daftar isi
Kali ini kita akan membahas mengenai pelajaran pendidikan kewarganegaraan tentang pluralisme. Berikut pembahasannya.
Pengertian Secara Umum
Secara umum pluralisme merupakan suatu pemahaman yang bersedia menerima berbagai perbedaan yang ada antar manusia satu dengan yang lain.
Dilihat dari segi susunan harfiahnya, pluralisme tersusun dari dua kata yaitu plural yang berarti beraneka ragam dan isme yang artinya adalah paham.
Pengertian Menurut KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pluralitas atau pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dalam sistem sosial dan politiknya), berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat.
Pengertian Menurut Para Ahli
Berikut adalah beberapa tokoh dari pluralisme:
Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau dikenal sebagai Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940.
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur.
Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H.
Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan pernah menjadi Menteri Agama.
Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Selain Gus Dur, adiknya Gus Dur juga merupakan sosok tokoh nasional.
Romo Mangun lahir di Ambarawa, Jawa Tengah, pada 6 Mei 1929. Rm. Mangun menamatkan Sekolah Rakyat di HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan (1936-1943).
Setelah itu, Mangun meneruskan ke Yogyakarta dan menamatkan SMP pada tahun 1947.
Berpindah-pindah kota sepertinya sudah menjadi kebiasaan untuk Mangun. Setelah menamatkan SMP, Mangun pindah ke Malang dan menamatkan SMA di kota itu pada tahun 1951.
Setelah itu, Mangun kembali ke Yogyakarta dan menempuh pendidikan di Sekolah Filsafat Teologi Sandi Pauli pada tahun 1959.
Fransiskus Xaverius Seda lebih dikenal dengan sebutan Frans Seda. Ia lahir pada tanggal 4 Oktober 1926 di Flores, NTT.
Sesudah tamat SD di Flores (1940), Frans Seda merantau studi ke Muntilan, masuk kolese Xaverius yang didirikan oleh Romo Van Lith.
Sambil belajar, ia menjadi tukang rumput, pengaduk makanan dan pemeras susu pada sebuah peternakan di lereng gunung Merapi.
Setelah dari Muntilan, pendidikannya dilanjutkan di Yogyakarta (1946) dan di Surabaya (1950), dan menyelesaikan doktornya di Katholieke Economische Hogenschool Tilburg, Negeri Belanda (1956).
Berikut adalah contoh dari sikap pluralisme: