Sejarah

Sejarah Kerajaan Melayu – Raja dan Peninggalannya

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pada sekitar abad ke-7 sebelum kerajaan Sriwijaya mulai bangkit menuju masa kejayaannya, ada sebuah kerajaan yang berdiri di daerah Sumatra.

Dahulu kala pulau Sumatera memiliki nama lain yang disebut dengan Swarnadwipa atau Swarnabumi. Pulau ini memiliki tambang emas yang begitu besar.

Di pulau inilah tepatnya berdiri Kerajaan Melayu yang pusatnya berkaitan dengan situs Muaro Jambi.

Latar Belakang Kerajaan Melayu

Kerajaan Melayu muncul pada tahun 671 hingga 1375 M.

Tidak ada yang tau menau bagaimana Melayu muncul. Hanya bukti berupa prasasti dan juga catatan-catatan kunjungan utusan Melayu ke Tiongkok dan sebaliknya.

Catatan-catatan ini disebut sebagai sumber berita Tiongkok.

Dalam sumber berita Tiongkok disebutkan bahwa pada tahun 430 M, utusan Tiongkok mengunjungi Sumatera dan singgah di Sriwijaya selama setengah tahun.

Lalu beliau dikirimkan oleh raja Sriwijaya menuju ke Melayu selama 2 bulan.

Dia bercerita bahwa selanjutnya dia berkeliling dan berlayar ke berbagai negeri dan kembali ke melayu lagi selama sebulan.

Dimana ketika ini, Melayu sudah menjadi satu kesatuan dengan Sriwijaya.

Tak hanya itu saja, terdapat catatan lainnya yang berasal dari T’ang-Hui-Yao dimana ketika masa-masa pemerintahan Melayu berdiri sekitar tahun 645 M, utusannya selalu dikirim datang ke Tiongkok.

Namun sekitar tahun 670 M, pada masa munculnya kerajaan Sriwijaya, Melayu sudah tidak lagi mengirimkan utusannya ke Tiongkok.

Ada beberapa bukti yang menjelaskan bahwa Melayu akhirnya bersatu dengan Sriwijaya.

Raja-raja Yang Pernah Menjabat di Kerajaan Melayu

Berikut ini adalah beberapa daftar raja-raja yang menjabat ketika masa pemerintahan Melayu.

1. Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa (1183-1285 M)

Raja Trailokyaraja memimpin Melayu pada masa ketika Sriwijaya dan Melayu telah bersatu dan Sriwijaya mulai mengalami masa-masa kemunduran.

Oleh karenanya, pada masa itu beliau juga dianggap sebagai raja Sriwijaya.

Hal ini diperkuat ketika ditemukannya sebuah prasasti Grahi di selatan Thailand.

Pada prasasti tersebut tertulis bahwa tahun 1183, Melayu memiliki seorang raja bernama Trailokyaraja.

Prasasti lain yang ikut andil dalam memberikan bukti adanya kepemimpinan adalah pada prasati Pada Roco.

Prasasti ini menyebutkan bahwa tahun 1286 M, ada seorang raja yang memimpin Melayu dimana pada masa kepemimpinannya, Sriwijaya mulai digantikan kembali oleh kerajaan Melayu.

2. Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa (1286-1316 M)

Raja selanjutnya yang menggantikan Trailokyaraja adalah Tribhuwanaraja.

Tribhuwanaraja memimpin pada tahun 1286 hingga 1316 M, ketika ibukota pemerintahan masih berada di Dharmasraya.

Nama Tribhuwanaraja juga ditemukan pada prasasti Padang Roco.

Dalam masa kepemimpinannya, beliau mampu memperluas pengaruh kerajaan Melayu hingga ke Jawa.

Oleh karena itu, muncullah Ekspedisi Pamalayu tahun 1286 dengan Arca Amoghapasa sebagai hadiah kerja sama dari kerajaan Singasari kepada raja Melayu.

Melayu pada akhirnya membalas kebaikan Singasari dengan menjodohkan 2 putri raja Tribhuwanaraja dengan raja Singasari.

Namun sayangnya, pada masa kepulangan putri-putrinya kembali ke negeri Melayu, Singasari telah runtuh digantikan oleh kerajaan Majapahit.

3. Akarendrawarman (1316-1347 M)

Setelah Tribhuwanaraja turun, ia digantikan oleh keturunan di bawahnya yakni Akarendrawarman.

Raja Akarendrawarman memimpin Melayu pada tahun 1316 hingga 1347 M dengan ibukota yang masih berada di Dharmasraya. Lalu selanjutnya ibukota Melayu pindah ke Suruaso.

Di Suruaso inilah, ditemukan sebuah prasasti peninggalan raja setelah Akarendrawarman. Prasasti ini bernama prasasti Suruaso.

Pada prasasti Suruaso tertulis bahwa raja Akarendrawarman membangun saluran pengairan untuk pertanian di Suruaso dan dilanjutkan oleh penerus berikutnya yaitu raja Adityawarman.

4. Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa (1347-1375 M)

Raja Adityawarman merupakan cucu dari raja Tribhuwanaraja dan merupakan keponakan dari raja Akarendrawarman.

Adityawarman merupakan anak dari putri raja Tribhuwanaraja yang dijodohkan oleh raja Singhasari. Karena itulah, dia besar di jawa tepatnya di kerajaan Majapahit.

Raja Adityawarman memimpin Melayu pada tahun 1347 hingga 1375 M dimana ibukota ketika itu sudah berada di Suruaso dan selanjutnya pindah ke Pagaruyung.

Pada masa pemerintahannya, raja Adityawarman sempat diutus ke Tiongkok selama 6 kali dari tahun 1371 hingga 1377 Masehi.

5. Ananggawarman (1375-1417 M)

Raja selanjutnya setelah Adityawarman adalah anaknya yaitu Ananggawarman.

Ananggawarman memimpin pemerintahan Melayu pada tahun 1375 hingga 1417 Masehi.

Ketika masa pemerintahannya, kerajaan sudah berpindah ibukota di Pagaruyung.

Pada masa itu, tahun 1409, kerajaan Majapahit berusaha untuk menjatuhkan Melayu demi memperluas wilayahnya.

Sayangnya, pasukan raja Ananggawarman berhasil mengalahkan Majapahit dalam pertempuran di Kabupaten Sijunjung.

Sepeninggal raja Ananggawarman, pada akhirnya pengaruh Majapahit mulai berkurang di Melayu.

Namun hal ini juga membuat Melayu mengalami keruntuhan karena tidak adanya penerus raja Ananggawarman.

Masa Kejayaan Kerajaan Melayu

Kerajaan Melayu ketika itu mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh raja Adityawarman.

Adityawarman merupakan sosok yang gagah berani yang membantu kerajaan Majapahit dalam penaklukan berbagai wilayah.

Selanjutnya Adityawarman pulang ke Melayu dan memimpin kerajaan tersebut. Ketika itulah pusat kerajaan dipindah ke pedalaman Minangkabau.

Meski terjadi perpindahan ibukota, namun hubungan dengan negeri di luar Melayu tetap berjalan dalam hal perdagangan.

Hal ini terbukti dengan adanya sumber berita Tiongkok, dimana ketika itu raja Adityawarman mengirim utusannya hingga 6 kali ke Tiongkok.

Beliau juga mengontrol pusat tambang emas yang ada di Swarnabhumi, serta melanjutkan beberapa pembangunan dari raja-raja sebelumnya.

Contohnya seperti melanjutkan pembangunan saluran irigasi untuk memperkuat ekonomi rakyat Melayu di bidang pertanian.

Tak hanya itu, beliau juga membangun vihara di Swarnabhumi karena ketaatannya akan agama.

Raja Adityawarman juga meninggalkan banyak prasasti-prasasti selama masa pemerintahannya.

Namun prasasti-prasasti tersebut belum semuanya diterjemahkan.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Melayu

Pemerintahan Melayu telah berganti menjadi kerajaan Pagaruyung sepeninggal raja Ananggawarman.

Meski pada saat pemerintahan raja Adityawarman dan raja Ananggawarman, ibukota Melayu sudah berada di Pagaruyung.

Namun ketika itu kerajaan tetap bernama kerajaan Melayu.

Pada masa pemerintahan raja Ananggawarman, Melayu mulai perlahan melepaskan diri dari pengaruh kerajaan Majapahit.

Bahkan rumor beredar bahwa alasan kepindahan ibukota adalah untuk melepaskan diri dari pengaruh Majapahit.

Sempat muncul peperangan antara Majapahit dan Melayu dan dimenangkan oleh pasukan raja Ananggawarman.

Namun sayangnya, sepeninggal raja Ananggawarman, Melayu mulai goyah. Hal ini dikarenakan beliau tidak dikaruniai putra mahkota.

Meski begitu, akhirnya pengaruh Majapahit pun ikut menghilang.

Dalam waktu yang lama ibukota Pagaruyung tidak memiliki raja, akhirnya menantu raja Ananggawarman, Wijayawarman, meneruskan tahta kerajaan.

Namun beliau memimpin sebagai raja Pagaruyung, bukan lagi raja Melayu. Pada saat inilah, Melayu sudah digantikan menjadi kerajaan lainnya.

Peninggalan Kerajaan Melayu

Setelah runtuhnya Melayu, ada beberapa peninggalan-peninggalan yang masih tersisa, diantaranya:

  • Prasasti Grahi

Prasasti Grahi ditemukan di selatan Thailand, daerah Chaiya. Prasasti ini dibuat pada tahun 1183 menggunakan bahasa Khmer Kuno.

Disebut sebagai Grahi karena lokasinya yang berada di Chaiya, dimana dulunya daerah ini diberi nama Grahi.

Pada prasasti ini, tertulis bahwa raja Melayu pada saat itu adalah Trailokyaraja meminta raja Grahi untuk membuatkan arca Buddha.

Arca ini didirikan untuk beribadah dan menimba ilmu agama.

Oleh karena itu prasasti ini ditemukan pada lapik arca Budha yang berada di vihara Wat Hua Wiang.

Kemungkinan arca Budha inilah yang dibuat oleh raja Grahi atas permintaan raja Trailokyaraja.

  • Prasasti Padang Roco

Prasasti Padang Roco saat ini terletak di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

Prasasti ini dibuat menggunakan batu andesif tahun 1286 Masehi dan ditemukan tahun 1911 di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.

Prasasti ini dibuat sebagai lapik dari arca Armoghapasa yang diberikan oleh raja Singhasari kepada raja Melayu, Tribhuwanaraja.

  • Prasasti Suruaso

Prasasti ini ditemukan di Suruaso yang sekarang disebut dengan Kabupaten Tanah Datar.

Prasasti Suruaso merupakan peninggalan raja Adityawarman yang menceritakan dibangunnya saluran irigasi di daerah Suruaso sejak jaman pemerintahan raja Akarendrawarman.

Pembangunan saluran irigasi ini dilanjutkan oleh raja Adityawarman demi meningkatkan ekonomi rakyatnya terhadap hasil pertanian.

Prasasti Suruaso ini dibuat sekitar tahun 1375 Masehi dan disebut juga sebagai Prasasti batu Bapahek.

  • Arca Armoghapasa

Arca Armogaphasa adalah sebuah patung yang diukir sedemikian rupa dan merupakan hadiah dari raja Singhasari kepada raja Melayu yang ketika itu merupakan raja Tribhuwanaraja.

Arca ini diberikan sekitar tahun 1286 Masehi. Armogaphasa sendiri merupakan salah satu perwujudan lambang belas kasihan.

Pada arca ini terukir gambaran dari 14 murid Armogaphasa yang mana 4 orang berdiri menengadahkan tangan demi melambangkan rasa hormat dan kemuliaan.

Sedangkan gambaran 10 murid lainnya adalah dengan duduk.

Dalam prasasti ini, terdapat pula ukiran tulisan dari raja Adityawarman yang menyatakan bahwa arca ini merupakan lambang dirinya.

  • Prasasti Batusangkar

Prasasti Batusangkar merupakan salah satu peninggalan pemerintahan Melayu yang ditemukan di kawasan Bukit Gombak, nagari Baringin tahun 1910.

Prasasti ini menceritakan tentang putra raja Adityawarman yang awalnya merupakan putra mahkota.

Raja Ananggawarman pada akhirnya menggantikan tahta ayahnya menjadi raja Melayu.