Daftar isi
Suku Baduy merupakan suku asli yang terdapat di daerah Banten. Saat ini jumlah Suku Baduy sekitar 26.000 jiwa. Sebenarnya Suku Baduy ini merupakan suku minoritas yang terdapat di Indonesia.
Hingga pada saat ini masyarakat Suku Baduy hidup dengan mengisoli diri di perkampungan. Hal ini dilakukan oleh masyarakat Suku Baduy dalam, sedangkan kawasan luar Baduy masyarakatnya lebih terbuka.
Masyarakat Suku Baduy menyebut dirinya sendiri sebagai orang Kanekes, karena panggilan tersebut merupakan nama wilayah mereka tinggal. Namun nama Baduy merupakan sebutan dari masyarakat luar Suku Baduy.
Ada juga yang berpendapat bahwa penamaan Baduy tersebut karena adanya gunung dan sungai yang bernama Baduy di sekitar tempat mereka tinggal.
Suku Baduy sendiri dibagi menjadi dua bagian, yaitu Suku Baduy dalam dan Suku Baduy Luar. Suku Baduy dalam masih menjalankan aturan adat dengan baik, sedangkan Suku Baduy luar sudah tidak menjalankan aturan adat.
Suku Baduy dalam tidak mau bertemu dengan masyarakat yang bukan dari suku Baduy dalam sendir. Sedangkan Suku Baduy luar masih mau menerima tamu yang berasal dari luar Indonesia.
Tujuan dari warga negara asing berkunjung ke masyarakat Baduy luar yaitu guna untuk mempelajari kehidupan Suku Baduy secara mendalam.
Masyarakat Suku Baduy bertempat tinggal di daerah pegunungan, tepatnya di kaki pegunungan Kendeng yang berada di Desa Kanekes. Sebutan Baduy sendiri berasal dari peneliti Belanda yang menyamakan masyarakat Suku Baduy dengan kelompok Arab Badawi yang termasuk masyarakat yang hidupnya berpindah-pindah.
Masyarakat Suku Baduy sering dikaitkan dengan Kerajaan Sunda pada abad ke 16. Pada saat itu Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Di daerah Banten terdapat sungai yang begruna untuk perdagangan.
Pangeran penguasa wilayah tersebut memerintahkan para prajuritnya untuk menjaga dan mempertahankan kebersihan dari sungai tersebut.
Hal tersebut yang menjadi cikal bakla masyarakat Suku Baduy berkembang sampai dengan sekarang ini.
Suku Baduy terbagi menjadi dua, yaitu Suku Baduy dalam dan juga Suku Baduy luar. Mereka memiliki ciri khas tersendiri dan tentunya berebda satu dengan yang lainnya.
Ciri khas Suku Baduy dalam
Ciri khas Suku Baduy luar
Pakaian adat Suku Baduy dalam
Pakaian adat Suku Baduy dalam dan Suku Baduy luar juga berbeda. Suku Baduy dalam memiliki pakaian yang identik dengan warna putih. Baju tersebut sering disebut dengan jamang. Bawahannya mengenakan sarung loreng hitam yang disebut samping aros.
Para laki-laki Suku Baduy dalam umumnya menggunakan ikat yang disebut telekung sebagai pelengkap dari pakaiannya, ikatnya berwarna putih senada dengan baju nya.
Ada juga sabuk putih yang dililitkan di pinggang nya. Dan satu lagi mereka mengenakan gelang yang terbuat dari benang kapas. Gelang ini berguna sebagai penolak bala.
Gelang masyarakat Suku Baduy terbuat dari bahan yang bermacam-macam, ada yang terbuat dari logam, rotan dan juga akar pohon. Gelang tersebut terus dikenakan oleh masyarakat Baduy dalam sampai ia meninggal dan tidak boleh dilepas.
Kaum perempuan Suku Baduy dalam tidak mengenal model pakaian. Apabila kaum perempuan hendak bepergian keluar dari kampung mereka, kaum perempuan mengenakan kebaya hitam yang dikenal dengan sebutan jamang dugan.
Pakaian yang dikenakan oleh masyarakat Suku Baduy dalam merupakan murni hasil dari tenunan mereka sendiri, tidak ada yang membeli dari luar wilayah Suku Baduy dalam.
Pakaian adat Suku Baduy luar
Pakaian adat Suku Baduy luar untuk kaum laki-laki menggunakan kemeja yang disebut kampret rangkap dua. Warna putih di bagian dalam dan warna hitam dibagian luar. Warna dari pakaian adat ini yang membedakan antara Suku Baduy dalam dan luar.
Bawahannya menggunakan sarung poleng hideung dengan ikat pinggang adu mancung. Suku Baduy luar juga mengenakan ikat kepala yang memiliki morif batik dan berwarna gelap, yang disebut lomar.
Apabila sedang pergi keluar rumah, mereka mengenakan bedog yaitu benda logam yang diselipkan di pinggangnya. Mereka juga mengenakan tas hasil rajutan mereka sendiri.
Kaum wanita pada Suku Baduy luar terbiasa menggunakan kebaya hitam, kudung soet songket, sabuk bodas dan juga bersarung kacang herang. Mereka juga mengenakan perhiasan yang terbuat dari logam seperti, cincin, gelang dan anting-anting.
Pakaian yang digunakan dan dipakai oleh Suku Baduy luar ini ada yang buatan sendiri ada juga yang dibeli dari Pasar Tanah Abang, Jakarta.
Masyarakat Suku Baduy menganut Sunda Wiwitan sebagai aliran kepercayaan yang sudah dilestarikan dari jaman dahulu, dari leluhur Sunda di masa lampau.
Sunda wiwitan merupakan kepercayaan terhadap alam dan juga arwah dari leluhur, atau biasa disebut animisme dan dinamisme.
Ada tiga tingkatan dari aliran Sunda Wiwitan ini, yaitu:
Di Suku Baduy terdapat tradisi perayaan Kawalu. Pada saat tradisi tersebut masyarakat Suku Baduy juga melakukan ibadah dan puasa. Mereka berpuasa selama 3 bulan, berpuasa dari jam 6 sore hingga 4 sore keesokan harinya.
Pada tradisi Kawalu mereka juga melakukan ibadah yaitu berdoa secara khusyuk. Aliran Sunda Wiwitan memang belum diakui sebagai agama oleh pemerintah.
Rumah adat Suku Baduy sering disebut dengan rumah Nyanda. Rumah ini terbuat dari kayu dan juga bambu yang diambil dari alam. Untuk membuat rumah adat ini harus dengan cara bergotong-royong.
Kayu digunakan sebagai pondasi rumah, sedangkan bagian dasar dari rumah ini menggunakan batu kali sebagai bahan dasarnya. Atap dari rumah Suku Baduy ini terbuat dari ijuk daun kelapa yang sudah dikeringkan.
Rumah adat tersebut memiliki tiga bagian, yaitu bagian depan, tengah dan juga belakang. Pada bagian depan digunakan untuk menerima tamu.
Bagian tengah, digunakan untuk beristirahat, tidur dan juga pertemuan keluarga. Sedangkan bagian belakang rumah digunakan untuk menyimpan hasil dari ladang dan beras.
Rumah Suku Baduy tidak dilengkapi dengan jendela, oleh karena itu ada lubang di lantai rumah masyarakat Suku Baduy. Gunanya yaitu untuk sirkulasi udara.
Pada umumnya, masyarakat Suku Baduy apabila sedang berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda. Ada juga yang menggunakan bahasa Indonesia, namun tidak semua bisa dan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia.
Suku Baduy dalam dan luar berbeda. Suku Baduy dalam tidak mengenal tulisan, karena mereka percaya apa yang disampaikan oleh nenek moyang mereka melalui lisan secara turun-temurun bukan tulisan.
Mereka juga tidak mengenal sekolah, karena mereka menganggap sekolah bertentangan dengan adat istiadat Suku Baduy dalam.
Berbeda dengan Suku Baduy dalam, Suku Baduy luar mengenal sekolah dan juga tulisan.
Kesenian yang ada disekitar masyarakar Suku Baduy sangat bermacam-macam, contohnya:
Kesenia Suku Baduy yang pertama kali ada yaitu angklung buhun. Kesenian ini merupakan kesenian tradisional yang mengandung unsur magis dan saklar.
Kesenian ini hanya dipentaskan setahun sekali, bukan yang setiap hari bisa ditonton.
Angklung Buhun memiliki arti penting yaitu sebagai penyambung amanat kepada keturunannya dan juga guna mempertahankan kelangsungan keturunan Suku Baduy.
Rendo Pengiring Pantung merupakan alat kesenian tradisional dari masyarakat Suku Baduy. Rendo dipentaskan setiap setahun sekali, yaitu setelah selesai musim ngored, saat tanaman padi mulai berbunga.
Biasanya pada waktu senggang tersebut masyarakat Suku Baduy memiliki kesibukan yaitu membaca pantun. Kegiatan membaca pantun biasanya dipimpin oleh tokoh masyarakat yang lebih paham mengenai pantun. Biasanya mantun ini dilakukan dari rumah ke rumah, sudah merupakan sebuah upacara kecil, yang dilakukan pada malam hari.