Daftar isi
Pulau Sumatera dibagi ke dalam beberapa provinsi dan salah satunya adalah Sumatera Selatan. Provinsi ini dihuni oleh beragam suku yang berbeda-beda seperti suku Pasemah. yang terdapat di kota Pagaralam. Berikut ini adalah rangkuman mengenai hal-hal yang berkaitan dengan suku Pasemah.
Suku Pasemah memiliki nama lain yaitu Basemah dan juga Besemah. Nama nama tersebut merujuk kepada suatu suku yang berada di Sumatera Selatan. Saat ini mereka menghuni salah satu kota Pagaralam. Suku ini diketahui memiliki hubungan dengan suku Melayu lainnya yang ada di wilayah Sumatera sebelum kehadiran mereka.
Suku Pasemah diperkirakan sudah menginjakkan kaki di tanah Sumatera sejak ratusan tahun yang lalu. Suku ini sebenarnya terdiri dari tiga sub suku yaitu Gumay, Semidang dan Pasemah. Mereka datang secara bergantian yang didahului oleh suku Gumay kemudian disusul oleh dua suku lainnya yaitu Semidang dan Pasemah.
Wilayah yang mereka pilih sebagai tempat tinggal mereka adalah di hulu sungai Lematang dan Lembah Dempo. Tempat tersebut dipilih lantaran memiliki tanah yang subur sehingga cocok untuk berkebun.
Ada pula teori lain mengatakan tentang sejarah suku Pasemah Teori tersebut berpendapat bahwa leluhur suku Pasemah adalah 7 orang anak yang masih keturunan raja Majapahit. Mereka menyeberangi sungai Lematang dan berhenti di desa Benua Keling. Ke 7 anak raja ini kemudian menikah dengan ratu Benua Keling dan mempunyai anak cucu.
Bahasa yang digunakan oleh orang-orang Pasemah adalah bahasa yang juga digunakan di wilayah Bengkulu. Bahasa tersebut masih tergolong ke dalam bahasa Austronesia rumpun bahasa Melayik. Ciri khas dari bahasa ini sama dengan bahasa Melayu lainnya yaitu dengan mengubah huruf “a” di akhir menjadi huruf “e”.
Orang-orang suku Pasemah memiliki karakteristik fisik yang berbeda dengan orang Melayu pada umumnya. Suku Pasemah memiliki ciri fisik perpaduan antara Jawa dan Lampung. Selain itu suku Pasemah pada zaman dahulu dikenal sebagai suku dengan teknologi yang lebih maju. Mereka telah menerapkan sistem irigasi untuk mengairi sawah-sawah mereka.
Orang-orang Pasemah sejak dahulu merupakan seorang petani yang cerdas. Orang-orang disekitarnya masih menggunakan sistem kuno namun suku Pasemah sudah mengenal tentang irigasi. Tanaman yang mereka tanah umumnya adalah sayur, buah-buahan, kopi, cengkeh dan lada.
Hingga saat ini bahkan suku Pasemah yang berada di kota Pagaralam menjadi penghasil kopi terbaik di Indonesia.
Suku Pasemah memiliki sistem kekerabatan yang unik yaitu ada tiga macam. Ketiga sistem tersebut antara lain matrilineal, belaki, dan bilateral. Sistem matrilineal dikenal dengan istilah ambil anak yaitu sang suami ikut ke pihak istri tanpa harus membayar mas kawin. Sistem belaki adalah pihak istri harus ikut ke pihak suami setelah mendapat mas kawin atau disebut dengan nama uang jujur. Setelah mereka punya anak, maka sang anak mewarisi garis keturunan dari pihak ayah.
Sistem yang ketiga adalah sistem patrilineal yakni baik pihak istri maupun suami memiliki hak yang sama. Dalam sistem ini ke dua pihak dibebankan biaya pernikahan yang sama besarnya.
Sumatera Selatan menjadi salah satu wilayah dengan penyebaran Islam terbanyak. Ajaran Islam juga menyentuh tanah Pagaralam yang mayoritas adalah suku Pasemah. Dengan begitu sebagian besar dari mereka memeluk agama Islam.
Pakaian adat suku Pasemah sama halnya dengan pakaian adat yang dikenakan oleh suku Melayu. Kaum pria suku Pasemah mengenakan kain songket untuk bagian bawah mereka sedangkan bagian kepala mengenakan pakaian yang terbuat dari beludru berwarna merah. Aksesoris lainnya yaitu berupa manik-manik terbuat dari uang logam dan juga tanduk kerbau yang dijadikan kalung.
Kaum wanita suku Pasemah mengenakan pakaian berbahan beludru dengan aksen warna merah. Sebenarnya antara wanita dan pria hampir sama hanya saja pada wanita ditambahkan aksesoris yang lebih meriah. Kaum wanita juga dilengkapi dengan mahkota berupa tusuk konde yang disebut dengan singal.
Setiap suku memiliki hunian yang unik dan berbeda menyesuaikan dengan budaya mereka. Rumah tradisional suku Pasemah disebut dengan Rumah Baghi atau dalam bahasa lokal disebut dengan Ghumah Baghi. Ciri khas rumah mereka adalah memiliki atap yang runcing mirip seperti tanduk. Namun atap ini tidak begitu runcing jika dibandingkan dengan atap rumah adat Toraja.
Atap rumah adat suku Pasemah memanfaatkan bahan-bahan yang disediakan oleh alam seperti ijuk atau pohon aren. Tiang-tiang rumah juga menggunakan bahan ramah lingkungan yaitu bambu. Keunikan lainnya adalah setiap sudut rangka rumah tidak menggunakan paku melainkan pasak.
Bagian dalam rumah Baghi tidak dibuat sekat-sekat kamar melainkan hanyalah ruang yang terbuka luas. Sedangkan untuk bagian depan dibuat lebih tinggi daripada lantai bagian dalam. Anggota keluarga dari garis keturunan laki-laki akan menempati bagian depan sedangkan keturunan wanita akan berada di bagian dalam. Satu lagi keunikan dari rumah ini adalah tidak memiliki jendela dan hanya terdapat satu buah pintu kayu.
Suku Pasemah hingga kini masih terus menjalankan tradisinya yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Salah satu tradisi yang sudah menjadi budaya mereka adalah ritual Bekayekan. Kata “Bekayekan” diambil dari kaya “ayek” atau ayiak” yang maknanya adalah sungai yang mengalir.
Ritual bekayekan dilakukan masyarakat suku Pasemah khususnya di desa Air Mayan untuk anak-anak mereka. Ketika putri mereka memasuki usia remaja mereka akan dibawa ke sungai dan dimandikan atau disucikan di sana. Kebudayaan lainnya adalah kayek kupik yaitu sunat untuk perempuan yang masih berusia 4-7 tahun.
Kebudayaan lain dari suku Pasemah adalah seni tari kebagh yang merupakan seni tari tertua. Tarian ini mengisahkan seorang bidadari yang tidak bisa kembali ke langit dan menikah dengan seorang manusia. Namun suatu ketika ia memaksa sang suami untuk menari dengan selendangnya yang telah disembunyikan sejak lama. Bidadari tersebut menari dengan indah dan terus naik ke atas hingga ke langit dan tak pernah kembali.
Suku Pasemah adalah sekelompok orang yang mendiami salah satu kota di Sumatera Selatan yakni kota Pagaralam. Suku ini sudah hadir ke tanah Sumatera sejak ratusan tahun dengan dua sub suku lainnya. Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa nenek moyang suku Pasemah masih memiliki garis keturunan kerajaan Majapahit.
Orang-orang Pasemah menggunakan bahasa yang juga digunakan di Bengkulu yaitu bahasa Austronesia. Ciri khas bahasa mereka adalah mengubah huruf “a” diakhir dengan bunyi “e” seperti apa menjadi ape, iyakah menjadi iyakeh. Dalam kehidupan mereka menerapkan 3 sistem kekerabatan yakni matrilineal, belaki, dan bilateral. Pada umumnya masyarakat Pasemah saat ini sudah memeluk agama yakni Islam.
Suku Pasemah memiliki tempat tinggal atau rumah adat yang disebut dengan rumah Baghi. Rumah ini memiliki berbagai keunikan mulai dari atapnya yang terbuat dari bahan alami dengan bentuk runcing, tidak memiliki kamar-kamar, tidak ada jendela dan hanya memiliki satu pintu.
Pakaian adat mereka kerap dikenakan pada acara pernikahan dimana pengantin laki-laki mengenakan bawahan kain songket dan perempuan mengenakan kain beludru merah.
Kebudayaan suku Pasemah tidak hanya terlihat dari rumah adat saja melainkan juga dari upacara dan tarian tradisional. Masyarakat Pasemah hingga kini masih menjalankan tradisi bekayakan dan kayek kupik. Kedua tradisi tersebut dilakukan khusus untuk putri mereka ketika menjelang remaja dan ketika masih kanak-kanak. Suku Pasemah juga mempunyai seni tari yang bercerita tentang bidadari yang menikah dengan manusia.