Daftar isi
Tidak hanya Tari Gending Sriwijaya, Sumatera Selatan juga memiliki tarian khas lainnya. Salah satu tarian tersebut adalah Tari Pagar Pengantin yang kental dengan unsur-unsur seni sastra dan keindahan budayanya. Tari ini biasanya ditampilkan ketika acara resepsi pernikahan adat Palembang dan Sumatera Selatan.
Untuk mengetahui lebih lanjut makna, sejarah, fungsi hingga keunikan dari Tari Pagar Pengantin, yuk simak pembahasannya di bawah ini!
Tarian tradisional ini mengisyaratkan sebuah perpisahan dari mempelai wanita kepada keluarga, sanak saudara serta teman-temannya sebab dirinya sudah dipersunting oleh pengantin pria pilihannya. Dengan kata lain, pengantin perempuan meminta izin untuk membentuk keluarga yang baru.
Tari Pagar Pengantin merupakan hasil perminataan pemerintah daerah Kabupaten Komering yakni Ogan Komering Ulu (OKU) dan Ogan Komering Ilir (OKI) di mana menginginkan bahwa terdapat tarian penyambutan sebagai ciri khas daerah yang bisa dibanggakan oleh masyarakat setempat. Dalam proses pembuatannya, telah ditemukan beberapa gerakan yang sama dengan gerakan tari penyambutan lainnya yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.
Hal itu seperti Tari Tanggai, Tari Gending Sriwijaya, Tepak Keraton, Lilin Syiwa dan juga Penguton. Atas permintaan tersebut, akhirnya Hj. Sukainah A. Rojak menciptakan tarian ini pada tahun 1960an. Beliau merupakan seorang penari sekaligus yang pertama kali menarikan Tari Gending Sriwijaya kala itu. Ketika itu Tari Pagar Pengantin ini dibawakan dengan tujuan untuk menyambut tamu undangan yang datang dalam acara resepsi pernikahan.
Secara umum, Tari Pagar Pengantin ini berfungsi sebagai simbol perpisahan pengantin wanita kepada keluarga dan saudaranya karena dirinya telah dinikahi oleh pria pujaan hatinya. Selain sebagai bentuk perpisahan pengantin wanita, ada juga fungsi lain dari ditampilkannya Tari Pagar Pengantin ini yaitu:
Gerakan dalam Tari Pagar Pengantin ini terbagi menjadi 3 bagian utama antara lain:
Gerakan awal
Gerakan inti
Gerakan inti ini dimulai saat pengantin wanita telah dipakaikan tanggai dan mulai melakukan koreografi. Adapun gerakan inti tersebut sebagai berikut:
Gerakan penutup
Pola lantai pada Tari Pagar Pengantin terlihat ketika para penari memasuki arena pertunjukan yang dilakukan sembari bergerak lurus beriringan. Sementara penari dayang akan membentuk pola lantai persegi empat. Kemudian peari dayang merubah pola lantainya menjadi bentuk lingkaran, mengelilingi pengantin dan juga penari utama. Dan pada akhir tarian, pola lantai akan kembali membentuk pola lantai persegi empat yang diikuti dengan berjalan beriringan menuju keluar dari arena pertunjukan.
Properti yang digunakan dalam Tari Pagar Pengantin ini terbilang sangat sederhana karena hanya perlu menggunakan satu properti saja yaitu talam atau nampan atau dulang emas. Tulam atau nampan ini terbuat dari bahan baku emas kuningan. Adapun fungsinya sebagai wadah pengantin wanita berdiri ketika menarikan Tari Pagar Pengantin.
Tari Pagar Pengantin ini ditampilkan selama 10 – 15 menit oleh para penari dayang yang usianya lebih muda dibandingkan dengan usia penari utama. Untuk musik pengiring menunjukkan bahwa Tari Pagar Pengantin ini tidak hanya bisa dinikmati melalui aspek visual saja. Adapun alat musik pengiring yang digunakan seperti gong, rebana, ketipung serta kenong.
Seiring dengan perkembangan zaman, musik pengiring ini juga dilengkapi dengan instrument musik modern seperti biola, terompet, akordeon, drum, bass serta gitar. Sementara lagu yang digunakan untuk mengiringi Tari Pagar Pengantin adalah lagu yang diciptakan oleh Yulius Toha pada tahun 1960an. Lagu tersebut berjudul “Nasib”.
Untuk busana dan tata rias yang dipakai oleh para penari dayang dan pengantin lebih cenderung berciri khas berwarna merah dan kuning keemasan di mana telah menjadi keunikan pada pakaian adat Sumatera Selatan. Pengantin perempuan biasanya akan memakai pakaian adat yang disebut dengan Aesan Gede. Pakaian tersebut terdiri dari kain songket yang berupa songket lepus. Dahulu kala, songket ini hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya di Kerajaan Palembang.
Sementara penari dayang akan memakai pakaian adat berupa Aesan Pak Sangkong berupa Baju Kurung Beludru dengan taburan benang berpayet dan songket. Adapun aksesoris atau tata rias yang digunakan penari dayang berupa hiasan kepala yang terdiri dari tajuk kembang tiga rangkai, daun pandan (tampung), ikat kepala (gandik), hiasan telinga (anting-anting tebeng), sanggul petek serta kembang rumpai.
Untuk hiasan tangan berupa kecak, gelang, kuku palsu (tanggai), dan cincin kenanga sekelopak 10 jari. Selain itu, ada juga aksesoris lainnya seperti pending, kalung ringgit 9 biji berantak manik 3 warna dan teratai yang memiliki bentuk panjang di bagian depannya.
Sama halnya dengan tari tradisional lainnya, Tari Pagar Pengantin juga memiliki keunikan tersendiri yang sudah menjadi tari khas Palembang. Adapun keunikan-keunikan pada Tari Pagar Pengantin sebagai berikut:
Seperti namanya, Tari Pagar Pengantin merupakan tari yang dilakukan saat acara pernikahan. Tidak sembarang ditampilkan, tarian ini memiliki makna yang terkandung didalamnya yakni untuk melepas masa lajang di mana pengantin wanita meminta izin kepada keluarga untuk membina rumah tangga bersama pria pilihannya.