Tari Pamonte: Makna – Gerakan dan Pola Lantai

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Jika kita berbicara tentang kebudayaan Indonesia memang tidak aka nada habisnya. Hal itu dikarenakan negara heterogen ini memiliki segudang budaya di setiap provinsinya. Setiap kita pergi ke satu provinsi, kita akan melihat kebudayaan asli dari provinsi tersebut.

Yap, Sulawesi Tengah merupakan salah satunya. Provinsi dengan jumlah penduduk hampir 3 juta ini, mempunyai beragam seni dan budaya yang masih terjaga hingga saat ini salah satunya adalah Tari Pamonte.

Makna Tari Pamonte

Makna Tari Pamonte

Tari Pamonte merupakan tari tradisional Indonesia khas dari Sulawesi Tengah. Tari Pamonte menggambarkan sebuah kebiasan para gadis dari Suku Kaili ketika menyambut musim panen padi tiba. Tarian ini juga menggambarkan makna kegembiraan dan ungkapan rasa syukur mereka atas keberhasilan panen yang sudah mereka peroleh.

Rasa bahagia itu mereka lakukan dengan saling bergontong-royong serta saling bahu-membahu satu sama lain sehingga timbul semangat kebersamaan yang tinggi dan penuh suka cita. Hal itu di mana mereka akan memetik dan menuai padi secara bersama-sama.

Berdasarkan buku yang berjudul “Mengenal Tarian dan Seni Sulawesi” karya dari Wisnu Fajar, Tari Pamonte ini terlihat jelas yang memperlihatkan bagaimana proses pengolahan padi menjadi beras. Mulai dari memetik, menumbuk hingga menapis.

Pamonte berasal dari bahasa Kaili Tara yang terdiri dari kata Po berarti pelaksana dan Monte yang berarti tuai atau menuai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna dari Tari Pamonte adalah menuai padi, yakni tarian yang menggambarkan kebiasan para gadis-gadis asal Suku Kaili di Sulawesi Tengah yang sedang menyambut dan menuai padi ketika waktu panen tiba dengan rasa penuh suka cita.

Sejarah Tari Pamonte

Bukanlah sebuah tari yang baru, Tari Pamonte ini ternyata sudah ada dan telah dikenal oleh masyarakat Sulawesi Tengah sejak tahun 1957 silam. Saat itu, tari ini diciptakan oleh salah satu seniman besar dan juga merupakan seorang putra asli Sulawesi Tengah yang bernama Hasan. M. Bahasyua di Parigi Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Beliau menciptakan tari ini karena terinspirasi dari kegiatan dan kebiasaan para gadis-gadis Suku Kaili ketika menyambut waktu panen padi tiba. Mengingat bahwa pada zaman dahulu masyarakat Suku Kaili ini mayoritas berprofesi sebagai petani. Oleh karena itu, biasanya mereka akan menyambut musim panen itu dengan perasaan yang gembira dan sukacita.

Sehingga diangkatlah kehidupan masyarakat Suku Kaili tersebut menjadi sebuah karya seni yang indah dan diberi nama dengan Tari Pamonte. Tari ini dijadikan sebagai simbol kegembiraan dan ungkapan rasa syukur atas panen yang mereka peroleh.

Fungsi Tari Pamonte

Dari penjelasan sebelumnya dapat kita ketahui bahwa Tari Pamonte ini memiliki fungsi sebagai berikut:

  • Sebagai simbol penyambutan. Tari Pamonte ini adalah simbol untuk menyambut musim panen yang akan tiba. Selain itu, Tari Pamonte ini juga terkadang ditarikan saat menyambut tamu.
  • Sebagai sarana hiburan. Selain sebagai simbol penyambutan, Tari Pamonte juga digunakan sebagai sarana hiburan di mana dapat dilihat acara-acara hiburan seperti Festival Danau Lindu yang diadakan setiap tahun.
  • Sebagai sarana pendidikan. Dengan menarikan Tari Pamonte dapat menjadi sarana pendidikan di mana masyarakat mulai belajar menghargai kebudayaan Sulawesi Tengah. Bahkan ajang festival tersebut menjadi wadah untuk berkreasi dan melatih bakat menari.

Gerakan Tari Pamonte

Tari Pamonte ini ditarikan oleh para penari wanita dengan jumlah penari sebanyak 10 orang. sebelum menuai padi, tari ini terlebih dahulu akan dipandu oleh seorang penghulu yang disebut Tadulako (bahasa Kaili). Tadulako berperan sebagai pengantar rekan-rekannya mulai dan menuai, membawa padi ke rumah, membawa padi ke lesung, menumbuk padi, menapis hingga disusul dengan upacara selamatan yang disebut dengan No’rano, Vunja, Meaju dan No’raego. Upacara selamatan tersebut adalah kebiasan yang dilaksanakan pada upacara panen suku Kaili.

Selain itu, Tadulako juga berperan sebagai pemimpin tari dan akan memberikan aba-aba kepada para penari dengan memakai busana yang khas seperti petani. Kemudian penari menari dengan gerakan khasnya dan mengikuti alunan musik pengiring.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menyebutkan beberapa gerakan dari Tari Pamonte sebagai berikut:

  • Gerakan pertama, netabe yang artinya menghormat.
  • Gerakan kedua, momonte yang artinya memetik atau menuai padi.
  • Gerakan ketiga, manggeni pae ri sapo yang artinya membawa padi ke rumah.
  • Gerakan keempat, manggeni pae ri nonju yang artinya membawa padi pulang ke lesung.
  • Gerakan kelima, mombayu pae yang artinya menumbuk padi.
  • Gerakan keenam, mosidi yang artinya menapis.
  • Gerakan ketujuh, maggeni ose yang artinya membawa beras.
  • Gerakan kedelapan, meaju, Rano, Raego Mpae yang artinya ucapan syukus sembari bernyanyi bersama-sama sebagai tanda kegembiraan kerena telah memperoleh hasil yang memuaskan.

Pola Lantai Tari Pamonte

Tari asal Sulawesi Tengah ini menggunakan pola lantai vertikal. Pola veritkal ini mempunyai pola lurus memanjang dan membentuk garis lurus dari depan maupun sebaliknya. Hal itu dapat dilihat ketika penari mulai memasuki panggung dan menarikan tari-tarian. Di mana posisi para penari membentuk garis vertikal lurus dengan satu pemimpin tari yang disebut dengan Tadulako.

Properti Tari Pamonte

Penari akan membawa alat-alat toru atau tudung (topi), alu yang merupakan alat menumbuk padi, bakul (bingga) sebagai tempat padi dan padinya (pae). Akan tetapi seiring perkembangan zaman terdapat perubahan di mana alat yang digunakan hanyalah tudung dan selendang saja.

Musik Iringan Tari Pamonte

Dalam pertunjukan Tari Pamonte biasanya akan diiringi oleh alat musik tradisional seperti Ngongi, Ganda dan beberapa alat musik tradisional Sulawesi Tengah lainnya seperti suling, gendang, dan gong. Ganda merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara ditabuh. Bentuknya seperti gendang jawa akan tetapi ukurannya masih lebih kecil dan lebih ramping.

Namun di beberapa pertunjukan Tari Pamonte, terdapat pula beberapa kelompo penari yang lebih memilih untuk menggunakan iringan musik yang lebih praktis seperti rekaman kaset. Di samping itu, masih banyak juga yang mempertahankan musik tradisioal sebagai musik pengiring Tari Pamonte. Hal itu dikarenakan supaya kesan seni tradisional dalam tarian tersebut tetap terjaga keutuhannya atau tidak hilang.

Busana dan Tata Rias Tari Pamonte

Para penari akan mengenakan busana seperti petani dan dipadukan oleh gaya tradisional dari Sulawesi Tengah. selain itu, penari juga akan menggunakan baju kebaya pada bagian atasnya dan kain sarung donggala pada bagian bawahnya. Baju kebaya dan sarung tersebut bermotif dan warna khas Sulawesi Tengah. sementara untuk bagian kepala biasanya memakai kerudung dan caping.

Keunikan Tari Pamonte

Sama seperti tari tradisional lainnya, Tari Pamonte ini juga memiliki keunikan tersendiri. Adapun keunikan-keunikan dari Tari Pamonte yaitu:

  • Penari mengenakan tudung dan selendang serta busana pasau atau blus los tangan panjang.
  • Penari juga mengenakan buya sambe (sarung tangan) dan rok sebatas lutut bermodel lipat dengan renda-renda.
  • Pertunjukan Tari Pamonte selalu diiringi oleh musik tradisional seperti Ngongi, Ganda, suling, gendang dan gong.
  • Diiringi dengan nyanyian syair adat.
  • Gerakan penari mengikuti syair supaya terlihat lebih terpadu.
  • Tari Pamonte juga sering ditampilkan pada acara Festival Danau Lindu yang diselenggarakan setiap tahun di Sulawesi Tengah.

Dari zaman ke zaman, Tari Pamonte ini masih terus dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat Sulawesi Tengah. Beragam kreasi dan variansi juga kerap ditambahkan di setiap pertunjukkannya dengan tujuan agar terlihat lebih menarik, akan tetapi tidak meninggalkan keasliannya. Tari ini masih sering ditampikan di berbeagai acara seperti penyambutan tamu, pertunjukan seni, festival budaya dan sebagainya.

fbWhatsappTwitterLinkedIn