Suku Kaili: Sejarah–Kepercayaan dan Pakaian Adatnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Indonesia adalah negara dengan beragam suku dan budayanya. Di Indonesia sendiri terdapat banyak sekali suku yang tersebar dari sabang hingga merauke.

Berbagai wilayah di Indonesia misalnya jawa, ada suku tersendiri. Madura juga ada suku madura. Yang akan kita bahas pada materi kali ini yaitu suku kaili.

Sejarah Suku Kaili

Suku Kaili

Suku kaili merupakan suku yang mendiami sebagian dari Provinsi Sulawesi Tengah. Banyak orang berpendapat bahwa kata “kaili” berasal dari nama pohon dan juga nama buah yang berada dan tumbuh di hutan kawasan Sulawesi Tengah, terutama di tepian sungai palu dan teluk palu.

Untuk dapat menyatakan orang kaili yang disebut dalam bahasa kaili menggunakan awalan “to” yang berarti To Kaili. Menurut cerita pada jaman dahulu di tepi sungai palu dan teluk palu banyak sekali ditemukan karang dan rerumputan. Di tepian sungai tersebut juga tumbuh pohon kaili yang sangat tinggi.

Pohon kaili tersebut digunakan oleh penduduk sekitar, terutama nelayan atau pelaut yang ingin mask teluk palu menuju pelabuhan.

Suku kaili ini memiliki rumpun etniknya sendiri, untuk menyebutnya biasanya sering disebut etnik kaili. Sementara rumpun suku kaili sendiri memiliki lebih dari 30 rumpun suku.

Ciri Khas Suku Kaili

Rumpun dari suku kaili ini sangat banyak, namun dari sekian banyak rumpun suku kaili, rumpun kaili da’a yang masih setia dengan tradisi nenek moyang mereka.

Jadi tempat tinggal mereka rata-rata berada di pegunungan, menyatu dengan alam dan juga bertempat tinggal di rumah pohon.

Suku kaili merupakan salah satu suku di Indonesia yang tempat tinggalnya yaitu di rumah pohon. Suku kaili ini sering kali berpindah-pindah rumah atau kita sering menyebutnya nomaden.

Maka dari itu, sangat sulit kita menjumpai suku kaili ini karena hidupnya yang berpindah-pindah.

Rata-rata masyarakat suku kaili akan menetap disuatu tempat apabila sedang mengurus lahan pertanian mereka.

Apabila lahan mereka sudah panen, mereka akan melakukan jual beli hasil panen dan kemudian berpindah tempat tinggal, begitu seterusnya hingga sampai saat ini.

Bahasa Suku Kaili

Pada masyarakat suku kaili memiliki banyak sekali bahasa, lebih dari 20 bahasa yang masih hidup dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Diantara satu kampung dengan kampung lain yang jaraknya berdekatan pun bisa saja mereka menggunakan bahasa yang berbeda satu sama lainnya.

Bahasa yang ada di masyarakat suku kaili yaitu, bahasa ledo, bahasa tara, bahasa rai, bahasa aldo, bahasa unde, bahasa edo dan masih banyak bahasa lainnya.

Rumah Adat Suku Kaili

rumah adat Suku Kaili

Tempat tinggal masyarakat suku kaili ini berpindah-pindah atau nomaden. Mereka membangun sendiri rumahnya dan sangat sederhana. Mereka membangun tempat tinggalnya diatas pohon atau sering disebut sebagai rumah pohon.

Dalam pembangunan rumah pohonnya, mereka tidak memilih sembarang pohon untuk dijadikan sebagai tempat tinggalnya.

Pohon harus memiliki diameter yang besar dan memiliki banyak cabang guna menopang rumah agar tidak mudah ambruk saat terkena angin.

Proses pembangunan rumah masyarakat kaili dilakukan secara bersama-sama dan dilakukan pada hari yang tertentu.

Masyarakat kaili menganggap bahwa pembangunan rumah dilakukan pada hari tertentu dapat membawa berkah.

Didalam rumah pohon itu tidak banyak barang yang ditemukan, hanya ada tikar saja. Hal tersebut untuk memudahkan dalam proses pindah rumah yang dilakukan setelah masa panen selesai.

Kehidupan Suku Kaili

Masyarakat suku kaili bertempat tinggal di dataran tingi, pegunungan. Mata pencaharian yang paling utama yaitu bercocok tanam di ladang, sawah dan juga menanam pohon kelapa.

Mereka memanfaatkan hasil bumi seperti, kemiri, rotan, damar dan juga melakukan kegiatan beternak.

Masyarakat kaili yang hidupnya di pesisir pantai disamping bertani dan juga bercocok tanam, mereka juga berprofesi sebagai nelayan dan juga berdagang ke antar pulau.

Makanan masyarakat kaili yaitu nasi, karena dareah mereka merupakan daerah persawahan. Tidak hanya menanam padi, masarakatnya juga menanam jagung.

Sehingga mereka sering memakan beras dicampur dengan jagung yang sudah ditumbuk menjadi beras jagung.

Kebudayaan Suku Kaili

Suku kaili juga memiliki adat istiadat, hukum istiadat, aturan serta norma yang harus dipatuhi sama seperti suku-suku lain yang ada di Indonesia.

Upacara adat sering sekali dilakukan pada saat pesta perkawinan, upacara kematian, panen, dan penyembuhan penyakit.

Instrumen musik tradisional yang terkenal pada suku kaili ini diantaranya kakula, gimba, goo, suli, lalove dan lainnya.

Salah satu kebudayaan yang dilakukan suku kaili yang umunya wanita yaitu, kegiatan menenun sarung. Sarung yang dibuat suku kaili ini sering dikenal dengan sarung donggala. Sarung ini memiliki nama dan jenis yang dibedakan berdasarkan motifnya.

Ada juga yang membuat pakaian dari kulit kayu dan digunakan umumnya pada wanita sebagai rok atau baju adat.

Kepercayaan Suku Kaili

Pada mulanya, tepatnya sebelum agam masuk ke suku kaili, masyarakatnya maenganut paham animisme yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang dan dewa sang pencipta.

Kemudian setelah agama masuk ke tanah kaili, utamanya agama islam yang dibawa oleh seorang ulama, lambat laun kepercayaan masyarakat mulai berubah.

Pakaian Adat Suku Kaili

pakaian adat Suku Kaili

Suku kaili merupakan suku yang mendominasi sebagian besar Sulawesi Tengah. Pakaian adatnya pun juga menjadi ikon pakaian adat daerah dari Sulawesi Tengah. Pakaian adat ini digunakan pada acara adat tertentu.

Terdapat dua jenis pakaian adat masyarakat suku kaili, yaitu untuk wanita dan juga pria.

Untuk wanita menggunakan baju nggembe namanya, bentuk bajunya seperti blus longgar dan panjang. Pada pinggang dan juga lengan juga panjang.

Disamping pakaian, para wanita juga menggunakan aksesoris misalnya, gemo (kalung), pende, ponto date (gelang panjang), sampo dada (penutup dada), taroe (anting panjang). Untuk bawahannya, menggunakan sarung donggala, sarung khas dari suku kaili.

Sedangkan untuk sang pria menggunakan baju koje, bentuknya yaitu kemeja dengan lengan panjang berkerah tegak. Untuk bawahan menggunakan celana yang memiliki panjang selutut, bernama puruka pajama.

Sebagai pelengkapnya, sang pria juga menggunakan aksesoris berupa penutup kepala, sarung yang diikat pada pinggang, dan juga mengenakan keris.

fbWhatsappTwitterLinkedIn