Tjilik Riwut, Sosok Pahlawan Nasional dari Kalimantan Tengah

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Gelar Pahlawan nasional tidak diberikan kepada sembarang orang. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar tersebut. Meskipun, orang tersebut telah membantu Indonesia dalam masa penjajahan, bukan berarti dia langsung mendapatkan gelar pahlawan nasional.

Untuk mendapatkan gelar tersebut memerlukan waktu yang cukup panjang. Maka dari itu, pada setia daerah nya tidak selalu mempunyai pahlawan nasional mengingat betapa sulitnya mendapatkan gelar tersebut.

Setiap provinsi tentunya memiliki wakil-wakil daerah yang bertindak heroik. Mereka yang memperjuangkan kemerdekaan di daerah tersebut. Tidak hanya itu, mereka pun turut aktif di pemerintahan pusat.

Kalimantan Tengah merupakan daerah yang berada di Pulau Kalimantan. Sama seperti daerah Kalimantan lainnya, daerah ini juga turut menyumbangkan pahlawan nasional. Lalu, siapa saja sosok yang mendapatkan gelar pahlawan nasional yang berasal dari Kalimantan Tengah? Selengkapnya berikut ini.

Sosok Tjilik Riwut

Tjilik Riwut merupakan satu-satunya pahlawan nasional yang berasal dari Kalimantan Tengah. Meskipun begitu, bukan berarti Kalimantan Tengah tidak ada tokoh yang memperjuangkan Indonesia saat itu. Hanya saja, dari Kalimantan Selatan cuma satu orang yang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.

Tjilik Riwut lahir pada tanggal 2 Februari 1918 di Kasongan, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Ia kerap disapa dengan orang hutan sebab ia lahir dan dibesarkan di belantara Kalimantan. Tjilik Riwut sangat menjunjung tinggi tanah leluhurnya dan tidak malu untuk mengakui bahwa ia adalah orang Kalimantan yang terkenal dengan hutannya.

Oleh sebab itu, ia merasa senang disapa dengan sebutan orang hutan. Saat masih belia, ia pernah mengelilingi pulau Kalimantan dengan berjalan kaki dan naik perahu rakit sebanyak 3 kali. Setelah tamat dari pendidikan sekolah dasar yang ada di Kalimantan, Tjilik Riwut kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Perawat yang ada di Kota Purwakarta dan Bandung.

Setelah selesai menimba ilmu di Pulau Jawa, Tjilik Riwut diterjunkan ke Kalimantan oleh Pangeran Muhammad Noor, Gubernur Borneo saat itu sebagai pelaksana misi Pemerintah Republik Indonesia yang baru saja terbentuk. Namun, dia tidak terjun dalam misi tersebut karena beberapa alasan yang tidak dijelaskan.

Rombongan-rombongan ekspedisi ke Kalimantan dari Jawa kemudian membentuk barisan perjuangan di daerah yang sangat luas. Mereka menghubungi berbagai suku Dayak di berbagai pelosok Kalimantan untuk menyatukan persepsi rakyat yang selama ini hidup di bawah penjajahan sehingga bersama-sama dapat menggalang persatuan dan kesatuan.

Tjilik Riwut berjasa memimpin pasukan MN 1001 yang berhasil melaksanakan operasi penerjunan pasukan payung pertama dalam sejarah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia pada tanggal 17 Oktober 1947, yang seterusnya ditetapkan sebagai Hari Pasukan Khas TNI-AU. Waktu itu, pemerintah RI masih berada di Yogyakarta.

Saat itu, Tjilik Riwut memiliki pangkat Mayor TNI. Namun, pangkat terakhir yang Tjilik Riwut pegang adalah Marsekal Pertama Kehormatan TNI-AU.

Kiprah dan Perjuangan Tjilik Riwut

Tjilik Riwut merupakan salah seorang tokoh yang cukup berjasa bagi masuknya pulau Kalimantan ke dalam Republik Indonesia. Sebagai salah satu putra Dayak, ia telah mewakili dari 185.000 rakyat yang terdiri atas 142 suku Dayak, 145 kepala kampung, 12 kepala adat, 3 panglima, 10 patih, dan 2 tumenggung dari pedalaman Kalimantan. Dengan mewakili masyarakat Dayak, ia melakukan sumpah setia kepada pemerintah RI secara adat pada tanggal 17 Desember 1947 di hadapan Presiden Sukarno di Gedung Agung Yogyakarta.

Sebagai seorang tentara, tentunya pengalaman perang Tjilik Riwut tidak dapat diragukan lagi. Ia pernah terlibat dalam perang yang meliputi sebagian besar pulau Kalimantan dan Jawa. Setelah perang berakhir, kemudian Tjilik Riwut aktif terlibat di jajaran pemerintahan. Pada mas aawal Kemerdekaan RI, ia mulai mendapatkan kepercayaan untuk memulai karirnya di bidang politik.

Kemudian pada tahun 1950, Tjilik Riwut singkat menjadi Bupati di Kotawaringin Timur. Satu tahun berikutnya yakni pada tahun 1951, ia kembali dipercaya menjadi Bupati Kepala Daerah Swantara Tingkat II Kotawaringin Timur pada periode tahun 1951 – 1956. Setelah itu, karir di pemerintahan nya semakin cemerlang, Tjilik Riwut diangkat menjadi Gubernur Pertama Kepala Daerah Tingkat I, di Kalimantan Tengah.

Tidak hanya pernah menduduki kursi gubernur, Tjilik Riwut juga mengubah nama Pahandut menjadi Palangkaraya. Setelah itu, Palangkaraya dijadikan sebagai ibu kota Kalimantan Tengah. Menurut Roeslan Abdoelgani, mantan Wakil Ketua Dewan Nasional mengatakan bahwa Tjilik Riwut pernah mengajukan pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Palangkaraya.

Rupanya, rencana pemindahan ibukota bukan hanya usulan pemerintahan saat ini saja. Terbukti sejak dulu, usulan tersebut telah ada. Saat itu pertimbangannya, posisi Palangkaraya berada di titik tengah Indonesia, sehingga aman dari ancaman negara lain.

Namun, pemindahan ibukota tersebut tentunya tidaklah muda dan segera disetujui. Hal ini dikarenakan, terdapat tantangan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya yakni belum adanya jalur transportasi yang memadai meskipun gagasan tersebut diterima oleh seluruh anggota Dewan Nasional.

Rencananya Tugu Dewan Nasional yang terletak di Palangkaraya akan menjadi pusat lokasi ibu kota baru. Namun bergantinya kabinet, wacana pemindahan ibu kota tersebut menjadi hilang seiringnya waktu. Rencana tersebut seolah hilang diterpa angin.

Tjilik Riwut pernah menjadi Gubernur Kalimantan Tengah setelah sebelumnya menjadi Wedana Sampit serta Bupati Kotawaringin menjadi koordinator masyarakat suku-suku terasing untuk seluruh pedalaman Kalimantan, dan terakhir sebagai anggota DPR RI.

Tjilik Riwut tidak hanya aktif di bidang politik dan pemerintahan saja melainkan ia juga aktif menulis. Ia mengasah keterampilan menulisnya semasa dia bergabung dengan Sanusi Pane di Harian Pembangunan. Tjilik Riwut telah menulis sejumlah buku mengenai Kalimantan yang berjudul, Makanan Dayak (1948), Sejarah Kalimantan (1952), Maneser Panatau Tatu Hiang (1965,stensilan, dalam bahasa Dayak Ngaju), dan Kalimantan Membangun (1979).

Pada hari Senin tanggal 17 Agustus 1987, yang bertepatan dengan Hari Kemerdekaan RI, Tjilik Riwut meninggal di usia 69 tahun setelah dirawat di Rumah Sakit Suaka Insan karena menderita penyakit liver/hepatitis.

Ia dimakamkan di makam Pahlawan Sanaman Lampang, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Namanya kini diabadikan untuk salah satu bandar udara yaitu Bandar Udara Tjilik Riwut dan jalan utama di Palangka Raya.

Tjilik Riwut meninggal dunia dengan membawa gelar “Anak Nyaru Hapatar Batu Antang Liang Habalau Kilat Mangkalewu Bukit Baru. Selain itu, atas semua jasa yang telah diberikannya kepada Indonesia, Tjilik Riwut dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Gelar tersebut diberikan pada tanggall 6 November 1988.

Itulah informasi mengenai pahlawan Nasional Asal Kalimantan Tengah. Memang Kalimantan Tengah tidak memiliki banyak pahlawan nasional. Daerah ini hanya mempunyai satu pahlawan nasional yakni Tjilik Riwut.

Tjilik Riwut satu-satunya pahlawan dari tanah Kalimantan Tengah yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Kiprah di berbagai bidang tidak diragukan lagi. Ia aktif dalam bidang politik dan pemerintahan. Ia pernah menduduki jabatan Bupati, Gubernur hingga anggota DPR.

Pria yang tidak pernah malu disapa orang hutan ini pun pernah mengajukan usulan pemindahan ibukota. Usulan tersebut diberikan semata-mata untuk keselamatan Indonesia dari ancaman musuh. Saa itu, Palangkaraya berada di tengah-tengah Indonesia.

Namun, sayangnya setelah pergantian kabinet usulan tersebut hilang diterpa angin. Kini, pada pemerintahan sekarang usulan pemindahan ibukota di Kalimantan kembali mencuat. Usulan tersebut rupanya bukan usulan baru sebab dahulu Tjilik Riwut pernah mengajukannya. Tentunya, dengan berbagai pertimbangan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn