Upaya hukum dalam perkara pidana adalah perlawanan yang dilakukan oleh terdakwa atau penuntut umum yang keberatan dengan putusan pengadilan. Secara umum, upaya hukum dalam perkara pidana terbagi menjadi dua, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Berikut penjelasan lebih rinci.
1. Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa terdiri dari :
Banding
Dalam pemeriksaan tingkat banding diatur dalam Pasal 233 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dijelaskan sebagai berikut :
- Permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum.
- Hanya permintaan banding yang sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 boleh diterima oleh Panitera Pengadian Negeri dalam waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam pasal 196 ayat 1.
Apabila dalam waktu tenggat sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 233 ayat 2 telah lewat tanpa diajukan permohonan banding oleh pihak yang bersangkutan, maka pihak yang bersangkutan dianggap menerima putusan tersebut.
Selama perkara banding belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, maka permohonan banding tersebut dapat dicabut sewaktu-waktu dan apabila permintaan banding tersebut telah dicabut, maka permohonan banding tersebut tidak dapat diajukan kembali ke Pengadilan.
Berdasarkan pasal 235 dijelaskan bahwa apabila permohonan banding dicabut saat perkara mulai diperiksa (belum ada putusan)maka pemohon akan dibebani biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi.
Kasasi
Berdasarkan pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan bahwa , “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi terhadap Mahkamah Agung terkecuali terhadap putusan bebas.”
Dalam pasal 245 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) perihal permohonan kasasi dapat dilakukan sebagai berikut :
- Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.
- Permintaan tersebut ditulis oleh panitera dalam sebuah keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan dalam berkas perkara
Dalam pasal 253 KUHAP pemeriksaan dalam tingkat kasasi diatur sebagai berikut :
- Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak guna menentukan :
- Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya
- Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
- Apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya
2. Upaya Hukum Luar Biasa
Upaya hukum luar biasa terdiri dari dua, yaitu :
Pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum
Berdasarkan pasal 259 KUHAP menegaskan bahwa ,” Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.”
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan secara tertulis Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama disertai dengan alasan permohonan. Ketua pengadilan yang bersangkutan segera meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah Agung. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
Peninjauan kembali (PK) Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Tetap
Peninjauan Kembali (PK) diatur dalam pasal 263 KUHAP yang menegaskan bahwa,” Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.”
Permohonan peninjauan kembali (PK) dilakukan atas beberapa dasar, yaitu :
- Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat
- Apabila putusan tersebut secara jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau diakibatkan oleh suatu kekeliruan yang nyata
- Apabila terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dengan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata bertentangan satu dengan yang lain.
Dalam hal Mahkamah Agung telah menerima permohonan peninjauan kembali (PK) untuk diperiksa maka berlaku ketentuan:
- Putusan lepas dari segala tuntutan
- Putusan bebas
- Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
- Putusan dengan pidana yang lebih ringan.