Daftar isi
Setelah peristiwa Rengasdengklok, kemudian Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Bersama dengan para tokoh lainnya, mereka merumuskan jalannya proklamasi esok hari pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, sebelum membahas mengenai proklamasi, mereka mendatangi rumah Laksamana Maeda yang berada di Meiji Dori.
Kedatangan mereka tak lain dan tak bukan untuk memastikan status Indonesia setelah mendengar kabar Jepang telah menyerah pada sekutu. Mereka tak ingin gegabah sehingga akan terjadi pertumpahan darah. Mereka pun tiba di rumah Laksamana Maeda dan bertemu dan sang pemilik rumah.
Laksamana Maeda menjelaskan mengenai status kekuasaan Jepang dan kebenaran mengenai kekalahan Jepang atas sekutu. Setelah menjelaskan status tersebut, Laksamana Maeda memerintahkan mereka untuk mendatangi kepala pemerintahan Militer Jepang, Jenderal Moichiro Yamamato.
Setelah mendapatkan mandat dari Laksamana Maeda mereka segera berangkat menuju rumah Kepala Pemerintahan Militer Jepang. Namun, sesampainya di sana, mereka kembali menelan kekecewaan. Jenderal Nishimura selaku sosok yang menemui mereka melarang mereka untuk melakukan perubahan situasi dalam bentuk apapun.
Perubahan situasi ini tidak boleh dilakukan sampai sekutu datang ke Indonesia. Namun, mereka tak mengindahkan larangan tersebut. Mereka tetap melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia tetap dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi digelar di halaman rumah Soekarno yakni di jalan Pegangsaan timur no 56.
Semula, proklamasi akan dilaksanakan di lapangan ikada. Namun, karena beberapa alasan, akhirnya proklamasi dilaksanakan di halaman rumah Soekarno. Lalu, mengapa proklamasi tak jadi dilaksanakan di lapangan ikada? Selengkapnya di bawah ini.
1. Menghindari Bentrokan dengan Militer Jepang
Setelah dari kediaman Petinggi Militer Jepang, mereka kembali ke rumah Laksamana Maeda pukul tiga dini hari. Di tempat Laksamana Maeda inilah mereka merumuskan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Saat terjadinya peristiwa Rengasdengklok, Laksamana Maeda pernah berjanji akan menjadikan rumahnya sebagai tempat perumusan naskah.
Setelah pembebasan Soekarno Hatta, Laksamana Maeda menepati janjinya. Setibanya di Rumah Laksamana Maeda, Soekarno, Hatta, Achmad Soebardjo, Sukarni dan Sayuti Melik pindah ke ruang tamu milik Laksamana Maeda.
Sementara itu, para tokoh lainnya menunggu. Soekarno, Hatta serta Achmad Soebardjo berdiskusi terkait perumusan naskah proklamasi. Hingga akhirnya rumusan naskah proklamasi berhasil disusun. Kemudian, setelah naskah itu disusun, mereka kembali ke depan untuk membacakan naskah proklamasi di hadapan para tokoh lainnya.
Sempat terjadi beberapa silang pendapat. Namun, hal tersebut dapat terselesaikan. Naskah proklamasi yang telah selesai kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Setelah merumuskan naskah proklamasi, para tokoh yang hadir pun memutuskan tempat untuk dilakukannya proklamasi kemerdekaan.
Pada rapat saat itu diputuskan bahwa upacara kemerdekaan akan dilaksanakan di Lapangan Ikada pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 11.00 WIB. Informasi ini kemudian disebarkan ke berbagai para tokoh pergerakan dan barisan pelopor.
Penyampaian informasi tidak hanya disampaikan secara langsung melainkan juga melalui telepon dan surat yang dibawakan oleh kurir. Sayangnya, informasi mengenai proklamasi kemerdekaan terendus oleh Jepang.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, pasukan Jepang yang mengetahui rencana adanya upacara kemerdekaan memenuhi lapangan Ikada. Mereka bersiap menggagalkan rencana upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itulah, terjadinya perubahan tempat proklamasi.
Semula akan diadakan di lapangan Ikada berubah di kediaman Soekarno yakni Jalan Pegangsaan Timur No 56, Jakarta Pusat. Usulan pemindahan tempat diajukan oleh Laksamana Maeda. Ia khawatir akan terjadi bentrokan.
Terlebih lagi, meskipun Jepang telah menyerah pada sekutu, namun kekuatan militer Jepang masih banyak di Indonesia. Sehingga, peluang terjadinya bentrokan sangat tinggi. Maka dari itu, Soekarno dan Hatta menyetujui usulan tersebut karena tidak ingin adanya pertumpahan darah.
2. Halaman Rumah Soekarno Cocok Dijadikan Tempat Proklamasi
Halaman rumah Soekarno menjadi tempat yang cocok untuk pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tempat ini dinilai aman sehingga kecil kemungkinan terjadinya bentrokan dengan tentara Jepang.
Setelah adanya perubahan tempat, para pejuang langsung bergerak untuk menyebarkan informasi mengenai pemindahan tempat. Mereka menyebarkan informasi pemindahan tempat tanpa memberitahu alasan pemindahan tempat. Sehingga beberapa orang merasakan kebingungan dan bertanya-tanya mengenai pemindahan tempat proklamasi.
Berkat penyebaran informasi tersebut, banyak orang yang datang ke kediaman Soekarno untuk menyaksikan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Bahkan sejak pagi, rumah Soekarno telah dipenuhi oleh orang-orang.
Mereka datang dengan membawa bendera merah putih di tangannya dan membawa perkakas seadanya. Adapun perkakas yang dibawa seperti bambu runcing, cangkul, arit, golok dan benda tajam lainnya.
Senjata ini dibawa oleh mereka untuk melindungi Soekarno dan Hatta saat membacakan teks proklamasi. Mereka berjaga-jaga jika sewaktu-waktu terjadi bentrokan dengan tentara Jepang. Begitu antusiasnya semangat para rakyat menyaksikan upacara proklamasi, membuat Soekarno dan Hatta ikut semangat membacakan teks proklamasi.
Pada saat pembacaan teks proklamasi, tidak hanya rakyat dan para tokoh pejuang saja yang hadir melainkan juga anggota pers. Anggota pers turut hadir dalam peristiwa bersejarah tersebut. Mereka hadir sejak pagi buta untuk mengabadikan momen bersejarah.
Di antara anggota pers yang hadir adalah sosok fotografer dari kantor berita domei yakni Alex Mandoer. Tidak hanya sendirian, ia juga datang bersama adiknya yakni Frans Mandoer. Keduanya diutus untuk memotret momen bersejarah. Banyak foto yang diabadikan dalam peristiwa tersebut.
Sayangnya, foto hasil jepretan Alex berhasil dihanguskan oleh tentara Jepang saat bertandang ke kantor berita Domei. Namun, foto hasil Frans berhasil diselamatkan. Begitu tiba di rumah, Frans segera mengamankan foto tersebut dengan menguburnya di halaman rumah. Foto-foto hasil Frans lah yang saat ini kita lihat bertebaran di media.
3. Tempat Bukanlah Hal Penting Untuk Diperdebatkan
Pergantian tempat pelaksanaan proklamasi bukanlah sesuatu hal yang harus diperdebatkan. Sekalipun mengalami perubahan, namun pelaksanaan upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia tetap dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pelaksanaan upacara tersebut meskipun berlangsung secara sederhana namun dapat berjalan dengan khidmat dan lancar tanpa gangguan. Tempat bukanlah sesuatu hal yang penting namun keselamatan segenap bangsa yang lebih utama.
Alasan inilah yang dipegang teguh oleh Soekarno dan Hatta. Mereka mempertimbangkan keamanan dan keselamatan orang-orang yang hadir menyaksikan upacara proklamasi. Sedari awal, mereka tidak mau pelaksanaan proklamasi harus diwarnai dengan pertumpahan darah. Maka dari itu, mereka memilih mengganti tempat yang lebih aman yakni di kediaman Soekarno.
Setelah pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, Bung Hatta memeritahkan beberapa orang untuk menyebarkan berita kemerdekaan. Salah satunya adalah sosok BM Diah yang merupakan seorang Jurnalis.
Setelah mendapatkan mandat, BM Diah pun menyebarkan berita kemerdekaan ke pelosok daerah. Penyebaran informasi mengenai kemerdekaan Indonesia dilakukan melalui berbagai media seperti koran, radio serta coretan apda gerbang kereta.
Tujuan penyebaran informasi ini adalah agar semua rakyat Indonesian mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka. Sehingga nantinya, jika ada penjajah kembali datang, mereka dapat menolaknya secara tegas.
Pelaksanaan upacara proklamasi kemerdekaan dapat berjalan dengan lancar karena bantuan dari segala pihak. Salah satunya yakni peran isteri Soekarno, Ibu Fatmawati. Ibu Fatmawati merupakan sosok yang berada di balik gagahnya bendera merah putih berkibar.
Saat mendengar rencana pelaksanaan proklamasi, ia segera menjahit sang saka bendera merah putih untuk nantinya dikibarkan. Dengan bahan seadanya, ia berhasil menjahit bendera kebanggaan Indonesia.
Saat itu, ia mengalami kendala kekurangan bahan, namun hal ini segera teratasi karena ia mendapatkan bantuan dari salah seorang pejuang. Pejuang tersebut rela mencarikan bahan malam-malam dan memberikannya kepada Fatmawati untuk kemudian dijahit.
Selain itu, Fatmawati juga memberikan sarapan kepada para tamu yang hadir. Mereka datang sangat pagi sekali dan dengan inisiatifnya Fatmawati memberikan sarapan karena ia tau mereka belum sempat sarapan.