Daftar isi
Letjen TNI (Purn) Djamin Ginting adalah seorang pejuang kemerdekaan dari Sumatra Utara yang menentang pemerintahan Hindia Belanda di Tanah Karo.
Djamin Ginting lahir pada 12 Januari 1921, di desa Suka, kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Beliau merupakan tokoh perjuangan dari Sumatra Utara dan pernah membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Kabanjahe.
Djamin Ginting memulai pendidikan sekolah dasar di Kabanjahe dan sekolah menengah di Medan. Namun beliau tidak menyelesaikan pendidikan Handelschool karena pemerintah Belanda saat itu dikalahkan oleh pasukan Jepang pada 1942.
Setelah lulus dari sekolah menengah, Djamin Ginting mengikuti pendidikan calon perwira Gyugun di Siborong-Borong sampai menjadi perwira Gyugun.
Beliau bergabung dengan satuan militer yang diorganisir oleh perwira-perwira Jepang. Lalu Jepang membangun kesatuan tentara untuk menambah pasukan Jepang yang terdiri dari anak-anak muda di Tanah Karo, yang bertujuan mempertahankan kekuasaan mereka di benua Asia. Dan Djamin Ginting menjadi seorang komandan pada pasukan bentukan Jepang itu.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Djiamin Ginting bergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk pemerintah Republik Indonesia di Kabanjahe.
Djamin Ginting menjadi pimpinan Pasukan BKR. Pada 5 Oktober 1945, pasukan BKR yang dipimpinnya berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
Pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Djamin Ginting adalah bagian dari TKR A yang berpusat di Kabanjahe dan mempunyai wilayah komando di Sumatra Timur. Di dalam TKR A, Djamin Ginting menjadi Komandan Batalyon II TKR Kabanjahe, dan menjadi Wakil Kepala Staf Divisi IV TKR Sumatera Timur di Medan.
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada Perang Dunia II, Jepang menelantarkan daerah kekuasaan mereka di Asia dan pulang ke Jepang. Sebagai seorang komandan, Djamin Ginting bergerak cepat untuk memperkuat pasukannya. Beliau meyakinkan para anggotanya untuk tidak kembali pulang ke desa masing-masing terlebih dahulu.
Beliau memohon kesediaan mereka untuk membela dan melindungi rakyat Karo dari setiap kekuatan yang hendak menguasai daerah Sumatra Utara. Apalagi situasi politik saat itu sedang tidak menentu. Karena Pasukan dari Belanda dan Inggris masih mempunyai keinginan untuk menguasai daerah Sumatra.
Akhirnya beliau menjadi salah satu komandan pasukan TKR dalam perang Medan Area melawan pasukan Inggris dan Belanda.
Pada Desember 1i46, Perang pada Medan Area berakhir setelah pasukan Inggris memutuskan untuk meninggalkan kota Medan.
Pada saat itu, kariernya meningkat hingga dipilih menjadi Komandan Batalyon I Resimen II TRI di Tanjung Balai dan beliau juga dipilih menjadi Ketua Biro Perjuangan Daerah XXXIX Sumatera Timur.
Tidak hanya sebagai komandan TRI, Djamin Ginting juga menulis beberapa buku. Salah satunya “Bukit Kadir” yang mengisahkan perjuangannya di daerah Karo sampai ke perbatasan Aceh melawan Hindia Belanda.
Salah seorang anggotanya yang bernama Kadir, gugur di perbukitan Tanah Karo ketika sedang bergabung dalam pertempuran sengit dengan pasukan Belanda. Dan bukit tersebut sekarang dikenal dengan nama Bukit Kadir.
Saat Djamin Ginting menjadi wakil komandan Kodam II/Bukit Barisan, dia berselisih paham dengan Kolonel M. Simbolon yang ketika itu menjabat sebagai Komandan Kodam II/Bukit Barisan. Djamin Ginting tidak sependapat dengan tindakan Kolonel M.Simbolon untuk menuntut keadilan dari pemerintah pusat melalui kekuatan bersenjata.
Perselisihan mereka ketika itu sangat dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi yang melanda Indonesia. Menurut Simbolon, ia merasa Sumatra dianak-tirikan oleh pemerintah pusat dalam bidang ekonomi. Sedangkan menurut Djamin Ginting sebagai seorang tentara harus profesional memegang teguh asas seorang prajurit untuk membela negara Indonesia.
Dalam menghadapi gerakan pemberontakan Nainggolan di Medan (Sumatra Utara), Panglima TT I, Letkol Inf Djamin Ginting melancarkan Operasi Bukit Barisan. Operasi ini dimulai pada tanggal 7 April 1958. Dengan operasi Bukit Barisan II ini, maka pasukan Nainggolan dan Sinta Pohan terdesak dan mundur ke daerah Tapanuli.
Karier Djamin Ginting semakin meningkat setelah pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949. Beliau menjadi seorang Komandan Pertama di Komando Pangkalan atau Komando Basis Kota Medan (KBKM) yang kemudian diubah menjadi Komando Militer Kota Besar (KMKB) di Medan.
Dan pada bulan Desember tahun 1956, Panglima TT-I Bukit Barisan Kolonel Maludin Simbolon membentuk Dewan Gajah dan memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat.
Djamin Ginting yang saat itu menjadi Kepala Staf TT-I Bukit Barisan menentang keputusan atasannya itu. Hal tersebut menunjukkan kesetiaannya pada Pemerintah RI.
Lalu Djamin Ginting menjadikan wilayah komandonya sebagai pangkalan operasi pasukan pemerintah menggempur PRRI di Sumatra.
Pada tahun 1966, Djamin Ginting lebih banyak menduduki jabatan non-militer, mulai dari menjabat sebagai Sekretaris Presiden, lalu merangkap Wakil Sekretaris Negara. Sampai di akhir masa baktinya, Djamin Ginting mewakili Indonesia sebagai seorang Duta Besar untuk Kanada. Di Kanada ini juga Djamin Ginting meninggal dunia.
Djamin Ginting meninggal di Ottawa, Kanada, pada 23 Oktober 1974 ketika usianya 53 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pada 7 November 2014, Djamin Ginting dianugerahi gelar Pahlawan Nasional atas jasanya untuk Indonesia oleh Presiden Joko Widodo bersama dengan Abdul Wahab Hasbullah, Sukarni Kartodiwirjo, dan HR Muhammad Mangundiprojo.