Biografi I Dewa Agung Istri Kanya, Srikandi Bali

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info
I Dewa Agung Istri Kanya

Perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kebebasan dari para penjajah sudah dimulai sejak dahulu kala. Para pejuang tidak hanya terdiri dari kaum laki-laki saja melainkan juga dari kaum wanita. Salah satu pejuang wanita yaitu I Dewa Agung Istri Kanya yang berasal dari Bali. Ia adalah seorang putri dari kerajaan Klungkung di Bali yaitu dari pasangan ayah  Ida I Dewa Agung Putra dan ibu I Gusti Ayu Karang. 

Kanya atau sering disebut juga dengan Kania memiliki seorang adik laki-laki bernama Ida I Dewa Agung Putra Balemas. Meskipun merupakan seorang wanita namun Kanya diberi kepercayaan untuk menduduki tahta kerajaan. Ia diangkat menjadi seorang ratu pada tahun 1814 hingga 1850. Kecintaannya kepada negeri dan juga rakyat menjadikannya sosok yang tak gentar dalam menghadapi penjajah sekalipun. 

Nama “Istri Kanya” disematkan lantaran beliau mengambil keputusan untuk tidak menikah seumur hidupnya. “Istri Kanya” jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka artinya adalah “Tidak akan menikah sama sekali”. Selain mendapatkan nama tersebut, sang Ratu juga mendapat julukan sebagai “Wanita Besi” dari Belanda. Julukan tersebut diberikan karena keberanian sang Ratu untuk turut berperang melawan Belanda sampai titik darah penghabisan.

I Dewa Agung Istri Kanya bersama dengan rakyat Klungkung dan juga kerajaan-kerajaan lainnya di Bali melawan kesepakatan Tawan Karang. Sang Ratu memimpin perang secara langsung di wilayah Kusamba sedangkan pasukan Belanda dipimpin oleh Mayor Jenderal A.V. Michiels. Meski Belanda yang sudah menguasai daerah lain seperti Jagaraga yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik, mereka tetap ingin menguasai daerah kekuasaan “Wanita Besi” di Goa Lawah. 

Melihat wilayahnya jatuh ke tangan Belanda dan juga banyak rakyat yang gugur mengharuskan Ratu mundur untuk mengambil siasat pembalasan. Strategi yang digunakan adalah dengan membakar rumah-rumah di wilayah persembunyiannya yaitu di Kasumba. Dengan begitu, Belanda akan beranggapan bahwa wilayah tersebut sudah di jatuh ke tangan mereka. 

Ratu Klungkung bertekad untuk merebut kembali wilayah yang telah dikuasai penjajah. Beliau dan pasukannya sudah menyiapkan serangan balas dendam secara diam-diam pada tanggal 25 Mei 1849. Tembakan meriam pasukan Klungkung membuat tentara Belanda kocar-kacir hingga menewaskan 11 orang perwira dan puluhan pasukan lainnya terluka parah. Bahkan Jenderal yang sebelumnya memenangkan dua perang besar yakni Perang Diponegoro dan Perang Padri turut tewas dalam  perang yang dikenang sebagai “Puputan Kusamba”.  

Puputan Kusamba yang menewaskan setidaknya 800 nyawa pasukan Klungkung ini berhasil memukul mundur Belanda dari Bali. Setelah kemenangan ini, Sang Ratu terus mengobarkan semangat juangnya melalui karya sastra seperti kidung. Kidung-kidung tersebut berisi tentang kisah hidupnya yang paling berkesan. Beberapa karya sastranya  yang paling terkenal ialah Pralambang Bhasa Wewatekan dan Kidung Padem Warak. 

Kehadiran Srikandi dari Bali ini menunjukkan eksistensi seorang wanita yang juga mempunyai kekuatan dan hak yang sama dengan laki-laki.  I Dewa Agung Istri Kanya wafat pada tahun 1871 dikarenakan faktor usia yang memang sudah lanjut. Semangat kemerdekaan terus berkobar dalam jiwa rakyat Klungkung sehingga baru bisa ditaklukan 50 tahun kemudian. 

Sayangnya sosok wanita kerap kali dilupakan dalam sejarah. Proses penobatan si “Wanita Besi”  sebagai Pahlawan Nasional ini harus melalui proses yang teramat panjang. Minimnya bukti autentik I Dewa Agung Istri yang menghambat penobatan tersebut sehingga memakan waktu bertahun-tahun.

Meski begitu Pemerintah Kabupaten Klungkung telah mendirikan patung untuk mengabadikan perjuangan sang Ratu. Lokasi patungnya yaitu berada di Bundaran jalan Profesor Ida Bagus Mantra Tihingan, Kecamatan Dawan pada tahun 2017 silam. 

fbWhatsappTwitterLinkedIn